1. Sebuah hukuman

10.1K 378 30
                                    

Komen n vote, ok?

-

- Sebuah hukuman

Oh shit, Lucifer?!

"Penghianat..." senyum miring terlihat di satu sudut bibirnya. Netra tajamnya melihat Tembok besar bercat hitam pekat dengan sebuah tulisan dari cat putih. Pengecut, hanya sebuah tulisan?

"Harus mati."

Laskar menodongkan sebuah pistol tepat di kening orang itu --Aland. Dengan senyum tipis yang terlihat sangat menakutkan, sudah di jadikan sebuah andalan. "Ada kata-kata terakhir, Tuan Aland?"

Aland menatap Laskar santai dalam keadaan nyawanya yang terancam, Aland menganggap ini hal biasa.

"Gue lebih suka di bagian jantung." Aland mengarahkan ujung pistol yang di pegang Laskar, dari kening menuju ke dada, tepat dimana bagian jantung berada. Entah apa alasannya, Aland menyukainya.

Ia ingin mati.

Laskar geram. Aland itu, tidak bisa di ancam. Orang seperti Aland yang menginginkan mati. Memang sangat gila.

"Kenapa? Ragu, lo?"

"Lo gila. Tapi gue suka."

Laskar sedikit menarik pistolnya dengan mimik wajah yang tampak berubah. "Suka nyiksa dulu."

Laskar menatap jam di pergelangan tangannya. 15 menit waktunya sia-sia karna bajingan satu ini. Laskar menodong kan pistol itu lagi tepat di depan dada.

"Say goodbye to the world."

Dor!

Lupakan soal hobi menyiksa, sekarang waktunya tidak banyak. Laskar mengarahkan pistolnya tepat di area kening, lalu ke perut. Menembakinya hingga hancur.

Dor!

Dor!

"Last."

Dor!

-sequoia-

Laskar Alterio Leopold lelaki berusia 26 tahun, dengan tinggi yang memasuki 190 cm. Oke, siapa yang bisa menandingi kekejaman seorang Laskar? Ia bahkan di katai lelaki yang tak memiliki hati.

Nyatanya hatinya sudah mati, dari ia kecil.

Laskar tidak pernah ragu menyiksa seseorang dari gender bahkan umur, sama persis seperti Ayahnya yang tak ragu menyiksa anaknya.

Semua sulit. Hidupnya itu sulit, ia hanya bisa menceritakan hidupnya yang hanya memiliki Ayah, tanpa memiliki seorang Ibu. Aneh, tapi itu kenyataanya. Semuanya masih menjadi rahasia, yang akan di simpan oleh Ayahnya,

Hingga mati datang.

"Huft," Laskar menghela nafas berat. Ia menatap langit yang sudah menggelap, perlahan namun pasti, tangisan semesta tanpa suara meluruh dengan pelan menghujami bumi dengan airnya yang dingin.

Suara hujan perlahan terdengar semakin kencang, seperti auman parau, sangat menyayat. Di iringi bau tanah yang terkena hujan menjadi satu.

Dinginnya, benar-benar menyejukkan.

Angin dingin menyentuh badannya dengan perlahan, hingga menembus kulitnya, sesaat, ia merinding. "Dingin."

Laskar mengusap tangannya, ia memiliki hipotermia.

Laskar menoleh ke belakang seakan ada yang menyuruhnya menoleh ke belakang, yang terdapat gadis kecil dengan rantai di lehernya. Jangan lupa darah di sekitar badannya, yang setiap hari ada.

ENERVATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang