14. Laskar bercerita

3.1K 178 148
                                    

Setiap chptr ngga panjang, why? Because gue up cepat. Tapi balik lagi bagaimana komennya tembus apa tidak. Ok? Jan ngambek, lo jlg.

G bcnda syg. Iya ga becanda.

Hhaha becanda deng.

- Laskar bercerita

Setelah kejadian tembak menembak antar mafia selesai, kini dirinya di bawa oleh Laskar ke satu ruangan yang berisi kotak kaca besar transparan, sesaat ia tercekat melihat seberapa mengerikan ruangan ini jika di telisik lebih dalam.

Sequoia, Sila simpulkan cantik diluar dan buruk di dalam, ini sungguh membuat dia sedikit berdecak kagum. Seperkian detik melihat, ia merasa ini sangat keren. Mungkin virus psikopat Laskar menular padanya. Tapi kembali lagi pada kenyataan bahwa sekarang, Laskar Alterio Leopold tengah menatapnya tajam.

Ya Tuhan, apa salahnya. "Aska," panggil Sila takut-takut.

Laskar menghela nafas lalu memutar bola matanya malas. "Lo jika ingin menjadi asisten gue, jangan cengeng bodoh. Jika ada seseorang menatap tajam, jangan menunduk! Balas tatap dia tajam, jika merasa lo ga punya salah!" Kata Laskar dengan penuh penekanan. Entahlah ia merasa sedikit kasihan, apalagi Sila akan sering datang ke sini yang sudah pasti akan di julidin setiap hari oleh Georgi dan yang lain.

Sila bergetar ketakutan, walau sering Laskar membentaknya, tapi tetap ia akan takut. Sila menunduk menahan takut. "T-tapi, Aska aku ga bisa." Sila menggigit bibir bawahnya keras-keras, mencoba menahan sesak.

"Ck, payah!" Laskar berjalan mendekat sebuah akuarium besar, lalu duduk di sopa dekat akuarium itu. Apakah bisa Sila tidak menangis jika sedang berbicara dengannya?

Sila yang melihat, mengikuti Laskar duduk saat lelaki itu menyuruh duduk di pinggirnya dengan gerakkan badan. Sila menatap Laskar dari samping, ia akui Laskar begitu tampan, dengan kulit seputih kapur, hidung mancung, dan bibir tipis sedikit pucat terlihat begitu seksi.

Sila melotot saat Laskar menoleh menatap dirinya dengan senyum miring. Tau rasanya? Itu memalukan, ketahuan sedang melirik diam-diam!

Laskar bergeser pelan mendekat, lalu mengurung Sila, membiarkan kedua tangannya di sisi tubuh Sila. Sontak membuat gadis itu ketar-ketir menahan gugup, pipinya memanas saat menghirup jelas parfum Laskar yang begitu jantan.

Laskar menatap Sila dengan lekat, sesaat ia kagum melihat betapa cantiknya Sila. Tatapannya beralih pada bibir mungil yang menggemaskan itu. "Sshh...." Laskar berdesis menahan sesuatu. Sial!

Laskar mendekat, dengan mengecup lembut bibir itu, lalu berbisik pelan, "gausah gitu ngeliatnya, gue tau gue tampan." Suaranya terdengar begitu seksi hingga ada rasa Sila ingin memeluk. Ah, Sila melupakan sebuah fakta.

Setelah berbisik, Laskar menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Sila, posisinya Laskar menindihi sebagian badan Sila. Lalu lelaki pemilik mata gelap itu melingkarkan tangan kekarnya di pinggang Sila dengan erat, tarasa begitu nyaman.

Jantung Sila berdetak tak karuan, merasakan napas hangat Laskar yang memburu seakan penuh emosi dan sesuatu yang lelaki itu tahan, terasa sangat hangat menerpa kulit lehernya. Laskar cepat sekali berubah, nyaris seperti pengidap bipolar.

"A-aska aku--" Sila menahan nafas sesaat, ketika merasa kepala Laskar bergerak kebawah tepat di dadanya dengan tangan yang memegang pinggangnya erat, lalu menggesek kepalanya ke kanan dan kiri mencari bagian ternyaman, setelah menemukannya, Laskar kembali memeluk pinggang gadis itu dengan nyaman.

"Sebentar saja," kata Laskar yang terdengar kurang jelas, karna wajahnya yang tenggelam di dadanya.

Sila hanya diam tanpa membantah, membiarkan Laskar yang tengah berperang dengan pikirannya. Tanpa di pinta Sila memegang rambut hitam Laskar, membiarkan rambut itu mengisi sela jari-jarinya. Lalu mengusap dengan lembut. Ia merasakan sesuatu yang tidak bisa ia ucapkan oleh lisan, jantungnya pun terus berdetak tak karuan, ada apa dengan dirinya?

"Gue tidak pernah di peluk oleh Mommy gue. Kata Daddy gue ga punya Mommy." Laskar berkata tiba-tiba, lalu mengeratkan pelukkannya, menahan sesak yang luar biasa, ia terlalu lama memendam ini sendiri selama 26 Tahun ia hidup. Laskar yang tangguh, kuat, dan arogan, juga membutuhkan seseorang untuk ia mengadu. Ia ingin memiliki Ibu seperti yang lain, mengapa ia tak punya?

Sila memeluk kepala Laskar guna untuk menenangkan. Tak punya ibu ya? Apa kabar dengan dirinya yang tak punya siapa-siapa? Sila melihat kotak kaca besar yang berada di hadapannya, menahan sesuatu yang rasanya ingin ia keluarkan. "Tahan Sila, ini bukan waktunya."

Laskar mengeraskan rahangnya, kini nafasnya kembali memburu. "Apa karna gue jahat? Apa karna gue brengsek? Gue tidak pernah bisa menemukan satu titik terang tentang Mommy, kenapa?"

"Apa Tuhan tidak pernah sayang gue?" Sila merasakan Laskar terisak di dadanya, membuat Sila merasa apa yang Laskar rasakan, hidup sendiri menjalankan semuanya tanpa di bantu orang lain. Sila berada di posisi itu.

"Tuhan, Aska juga ingin bahagia."

Sila dan Laskar, mereka yang mati-matian mencari satu titik kebahagiaan. Sila yang mencari satu titik kebebasan yang tidak pernah ia dapatkan. Laskar yang mencari siapa sosok Ibu yang ia idam-idamkan.

Mereka kini terdiam, memikirkan sesuatu yang berbeda, seperti bertanya, apa itu bahagia yang sesungguhnya? Tak pernah merasakan bahagia hingga tak tau seperti apa itu bahagia?

Bagaimana rasanya menjadi orang paling bahagia?

Tbc

Gila sih, belum sehari aja komen dah tembus, ngeri gue, mo nangis aja😭

Untuk pertama klinya di story ini, gue merasa ga pede buat lanjut, hadeuh, entah lah.

Jadi untuk part ini pengen liat yang semangat buat lanjut ni story. 30 vote + komen lebih dari part sebelumnya.

Komen next nya disini dwong➡

Sabtu 25.6.2022

ENERVATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang