Laskar menyalakan HP miliknya, seperti hari-hari yang lalu, Laskar akan memperhatikan gadis mungil lewat cctv yang tersambung ke iPhone miliknya. Tidak ada kegiatan yang di lakukan oleh gadis kecil yang terlihat di benda pipih itu, gadis itu Sila, hanya membaca buku masak yang kemarin.
Laskar mendongak saat datang Renzo dengan tampang biasanya, tidak lupa senyum tipis dan wajah yang terlihat segar, sangat berbanding dengan sifatnya. Tidak heran, semuanya memang menipu.
Yang baik belum tentu baik, yang jahat maka belum tentu jahat. Yang kejam bisa juga memiliki perasaan, bukan?
"Yo, mana Moci?" Renzo mendudukan dirinya di tengah-tengah Laskar dan Georgi.
Georgi yang sedang asik melihat para jalang di Sequoia, mengurungkan niatnya mencari korban. Ia mengangkat bahunya tidak peduli. "Mungkin dia hilang? Atau keluar dari Sequoia?" Tebak Georgi ceria.
"Ah, atau, atau dia mati!" Senyum dan tawa senang terlihat tulus, manisnya begitu ikhlas jika benar Moci jelek itu mati. Georgi menyandarkan punggungnya di sopa, baru sekarang ia merasa selega ini?
Ok, seperti ini yang ia mau Tuhan!
"Malam yang indah, Eyo," sapa Arkan tiba-tiba datang dengan senyum santainya, sungguh Georgi ingin sekali meledak malam ini juga. Ya Tuhan baru saja dia bersyukur?! Mengapa?! Mengapa?! Ah sudahlah!
"Siapa bilang?" Gumam Georgi pelan.
Arkan terkekeh khas miliknya. "Milik banget gue, baru datang di sambut wajah manis lo!" Seru Arkan dengan senang.
Laskar yang mendengar menendang tulang kering milik Arkan hingga Arkan refleks membungkuk. "Menjijikkan bangsat!"
Renzo berdiri, lebih baik ia mencari wanita malam ini. "Gue phobic LGBT," kata Renzo bercanda. Lalu ia pergi ke tempat yang lebih ramai.
Arkan mengangkat bahunya tidak peduli, lalu ia duduk di pinggir Georgi yang sudah memasang wajah jutek. Georgi masih begitu kesal, mengapa ia selalu kalah jika adu mulut dengan Arkan? Lebih tepatnya mengapa ia mengalah saat Arkan terus-menerus meminta 1 permintaan menjadi 3, sungguh tidak epic.
"Gue mau ambil permintaan gue. Satu, lo gue larang untuk bertemu dengan Venus lagi. Dua, lo harus nurutin semua kemauan gue!" Tegas Arkan lalu ia menggigit bibirnya seperti akan mengucapkan satu hal lagi yang membuat Georgi depresi.
Arkan berbisik di telinga Georgi. "Ketiga, lo harus jadi milik gue," ucap Arkan pelan, sesaat ia merinding mendengarnya, deru nafas Arkan begitu terdengar, nafas berasa dari mulutnya begitu hangat menyentuh daun telinga Georgi.
Georgi meninju wajah Arkan dengan tiba-tiba, di luar kendalinya. Bekas bisikan itu masih berbekas, membuat Georgi terus merinding. "Gue tidak mau!"
Seketika mata Arkan menyorot dingin, tatapannya seakan memperlihatkan kekecewaan dan banyak hal yang tidak bisa di ungkapkan, hanya saja tatapan itu yang Georgi benci dari dulu. Singkat, Georgi tidak bisa melihat sorot itu.
Seakan menghipnotis dengan cepat, Georgi memilih mengalihkan tatapannya. Sungguh Georgi tidak bisa, ia bukan guy, Georgi normal! Dan Georgi pun tau Arkan normal, sungguh ia tau! Arkan hanya suka menggodanya, tidak mungkin benar menyukainya.
Laskar yang mulai sadar kondisi yang panas mulai mematikan HP nya. Ia merangkul Arkan dan Georgi dengan santai. "Jangan ribut di dekat gue? Lebih baik kita minum hingga mabuk, lupakan masalah yang tadi! C'mon!"
Arkan mencoba untuk tidak tegang, lalu menyugar rambutnya ke belakang dan terbit senyum manis seperti biasa, kini menatap Georgi tengil seakan tidak terjadi sesuatu. "Eyo itu benar, ayok kita minum sampai mabuk, sampai pagi, terlihat mengasyikan!" Seru Arkan dan berpindah posisi yang merangkul Laskar dan Georgi.
Kini apa yang Georgi rasakan? Bukan lega tentunya! Ia tegang saat Arkan merangkulnya, hal gila apa yang akan Arkan lakukan? Arkan itu sama seperti Renzo, mereka berdua sungguh berbahaya. Akan melakukan semua hal untuk mendapatkan sesuatu dengan cara gilanya!
Kini mereka berempat dengan dua wanita yang di bawa Renzo duduk dan meminum devil springs vodka. Tapi terlihat wanita itu seperti kaku, mungkin takut berdekatan dengan mereka?
Sudah berjam-jam mereka disana hingga mabuk berat, terkecuali Renzo yang hanya meminum wiski. Menurutnya jika ia ikut mabuk siapa yang akan mengantar 3 setan ini hingga ke rumah?
Tapi mungkin hanya Laskar, buktinya Arkan membawa Georgi yang sudah mabuk berat ke kamar, sudah ia tebak apa yang akan Arkan lakukan, dan Renzo tidak peduli itu.
Renzo menyeret Laskar yang sangat berat menuju mobil. "Sialan, banyak dosa kayanya lo!"
Selesai memasuki Laskar ke mobil, Renzo menghela nafas pelan, ia sedikit mabuk. Renzo langsung melajukan mobil dengan kecepatan rata-rata, takut menabrak dan mati di tengah jalan dengan status yang masih lajang. Itu, mengerikan!
Hampir dua puluh menit lebih Renzo menahan pusing, dan sampai di rumah besar milik Laskar. Ia menyuruh para bodyguard yang berjaga membawa Laskar. Sedangkan Renzo akan tidur di kamar tamu, sungguh kepalanya pusing.
Memang Renzo sering meminum-minuman haram itu, tapi jika berlebihan walau kadar alkoholnya rendah itu tetap membuatnya mabuk.
Laskar sampai di depan pintu kamar, ia masuk lalu di perlihatkan gadis yang hanya memakai tanktop dan hotpants, Laskar menatap intens tubuh seorang gadis mungil yang meringkuk di sudut kamar.
"Shit!" Laskar mendekat Sila yang tertidur dengan rantai di leher, oh shit begitu menggoda. Ia mengusap pipi Sila yang terasa dingin di tangannya, lalu mengusap lembut membuat sang empu terbangun dan menatap Laskar bingung.
Laskar menarik Sila dan mendekapnya, merasa badan Sila yang begitu dingin, tangan nakalnya memasuki tanktop lalu mengusap punggung lembut itu pelan tapi mengundang gairah. Seperkian detik bingung, kini ia sadar, dirinya sedang di lecehkan.
Sila merasakan bibir Laskar yang mengecupi leher hingga bahu, lalu turun ke dada, refleks Sila mendorong Laskar keras. "T-tolong Aska, j-jang-an!" Pinta Sila terbata-bata.
Kini mata hitam yang tak berujung itu menatap Sila tajam, seakan akan menerkam dalam satu kali hembusan nafas. Sila gemetar ketakutan, tangannya masih kokoh menahan tubuh Laskar agar tidak menciumnya. Sayang tenaganya tidak sebanding dengan lelaki di depannya yang bagai monsters siap memakannya di malam ini juga.
Laskar menarik Sila dan mengangkat lalu membanting di ranjang. Laskar menindihi dengan senyum manis, lalu ia berbisik, "nikmati aja, ngga sakit ko." Laskar menjilati daun telinga Sila, menggoda.
Sila menggeleng lemah. "Ngga Aska! T-tolong jangan, hiks, ngga!" Sila memukul-mukul bahu Laskar kencang, hingga ia lemas, membuat Laskar tersenyum meremehkan.
Laskar menciumi leher Sila lalu kedada, dan menarik tanktop itu hingga robek, mengundang teriakan Sila yang begitu parau.
Orang yang mendengar teriakannya akan merasa perihatin, teriakkan itu begitu menyakitkan. Lalu terdengar teriakkan kencang yang dimana ia akan mengawali hari tanpa kehormatan, perlahan-lahan terdengar pelan tapi menyayat hati siapa saja.
Sila meremas dua bahu Laskar kuat, menyalurkan rasa sesak dan sakit lewat remasan, ia menekan dadanya yang begitu sesak, menahan kuat-kuat isakan dan desahan hebat. "Tuhan sampai kapan ini berakhir?"
Takdir begitu menyukai gadis ini terisak hebat, menangis kuat dengan menahan sesak yang luar biasa. Apa yang harus ia lakukan, Tuhan? Apa harus mengikuti tadir yang Engkau ciptakan, atau menentang yang berakhir sia-sia.
Jika menyukainya tersiksa, lalu mengapa tidak membuatnya mati saja, boleh ia meminta? Berikan sedikit bahagia kali ini saja?!
"Tolong," pinta Sila dengan derai air mata, dengan keadaan yang kacau. Ia, hancur sangat hancur.
Bawa aku pergi Tuhan.
Tbc
Janji ngfeel?
Vote n komen, serius lebih dari 30 komen, gue nulis lagi dan lanjut sekarang juga!! Sekarang juga lohh!!
Itu juga kalau nyampe, ngga yauda harus nunggu up berhari hari.
Happy di gantung!
KAMU SEDANG MEMBACA
ENERVATE
Teen Fiction17+ kebijakkan pembaca di sarankan. - Gadis ini dijadikan hewan peliharaan, disamakan dengan boneka, disiksa tanpa belaskasihan, diperlakukan jauh dari kata manusia. Sila, yang tidak tahu asal-usulnya dari mana, tidak tahu siapa dirinya, tidak tahu...