3. Bercandanya Mafia beda!

5.5K 225 12
                                    


-

Sila meringis kala memegang sisi kepalanya. Matahari memperlihatkan dirinya, hingga menyorot sisi wajah Sila dari jendela, mungkin sekarang sudah jam tujuh pagi, sialnya Laskar belum datang untuk mencabut hukumannya.

Sila menyandar di tembok, lalu merebahkan kepalanya yang terasa pusing, memukul-mukulnya menggunakan dua tangan, membuat pusingnya sedikit tidak terasa, lalu ia memukulnya sekeras mungkin, dan ya pusingnya teralihkan.

"Menyenangkan," katanya dengan senyum kecil menghiasi wajahnya, yang pucat persis seperti mayat.

Sedang asik memukul kepalanya, tiba-tiba pintunya terbuka, memperlihatkan lelaki yang memiliki tinggi 190 cm. Laskar, ia berjalan mendekat kearah Sila dengan santai. Sebelumnya Laskar tau jika Sila memukuli kepalanya sedari tadi, lewat cctv ruangan ini. Tidak berniat untuk menolong, Laskar menjadikan itu sebuah tontonan.

Laskar memegang pipi Sila yang terasa hangat, larat panas, lalu mengelusnya lembut, perhatian. "Lo baik?" Tanyanya perhatian.

"Sakit," jawab Sila dengan lirih.

Laskar tertawa iblis, ia menggeleng-gelengkan kepalanya aneh. Entah, di sisi lain, Sila sangat menggemaskan. Tapi jika Laskar menyukainya, itu sangat tidak mungkin, Sila bukanlah tipe nya.

Laskar melepas ikatan yang mengikat rambut Sila keatas. Ia merapikan rambut Sila dengan lembut.

"Pusing ya?" Sila mengangguk lugu sebagai jawaban.

Laskar tersenyum miring. Ia membenturkan kepala belakang Sila ke tembok dengan kencang, hingga darah mengalir keluar. "Masih sakit?"

- Sequoia -

Sila duduk di pojok dengan rantai di lehernya. Setelah mandi, sarapan, maka selanjutnya di rantai di kamar hingga Laskar pulang. Kini pokus Sila pada betisnya yang di tikam beberapa hari yang lalu, tidak di perban, karna Laskar bilang itu luka kecil, sesungguhnya ini sangat sakit.

Lukanya masih basah, lalu semalam ia tidak duduk ataupun tidur karna hukuman gila yang laskar berikan, hingga lukanya membengkak dan sakitnya bertambah. "Sshh..."

Sila melihat ke arah balkon, terdapat kupu-kupu berwarna putih, kupu-kupu itu singgah lalu pergi. Sila menatap sedih, ia berjalan pelan memasuki balkon. Di bawah sana sebelah kiri terdapat banyak mobil, mungkin milik Laskar, lalu sebelah kanan terdapat banyak bunga di sisi-sisi tembok yang menjulang tinggi.

Sila menatap keluar pagar, jalannya memang sedikit sepi, tapi setiap siang atau sore hingga malam ia sering melihat para remaja. Banyak anak-anak seusianya sedang asik-asik bermain di sana. Jika di perhatikan itu sangat seru, kapan Sila bisa seperti itu?

Tiba-tiba kupu-kupu yang tadi datang, dia terbang kesana kemari seakan menghiburnya. Senyum Sila terlihat. Ia mengangkat tangannya seperti mengerti kupu-kupu itu singgah di sana, memberi sedikit rasa geli.

"Hahaha... kamu lucu!" Sila yang gemas meraup kupu-kupu itu, Memegangnya hingga tewas. "Astaga!"

Sila menggigit bibirnya, menahan tangis, baru saja mendapatkan teman tapi sudah tewas begitu saja. Sila memeluk mayat kupu-kupu itu yang kecil. "Kamu menggemaskan, aku malah membunuhmu, maaf kan aku, semoga amal kebaikan mu di terima oleh Tuhan!"

Sila terisak, sungguh ini menyakitkan. "dan ... semoga saja aku tidak masuk penjara karna membunuhmu."

"Lo tidak akan masuk penjara."

ENERVATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang