7. Tertarik

4.3K 203 22
                                    

- Tertarik

Laskar menatap Renzo dingin, auranya gelap seakan memakan Renzo lalu tenggelam dalam kegelapan. "Lo, sudah ikut campur."

Renzo memasukan kedua tangannya kedalam saku, tenang. "Ya."

"Berhenti, lo tidak perlu ikut urusan gue."

"Apa lo tidak kasihan? Gue sih kasihan."

"Sejak kapan lo? Sejak kapan lo peduli yang seperti ini?" Laskar menatap Renzo curiga.

Renzo berdeham, jangan sampai gerak-geriknya terlihat curiga, walau nyatanya tidak ada yang ia sembunyikan. "Aska, please gue hanya bawa hewan lo itu ke kamar, lo mau dia mati kedinginan? C'mon, nyari yang nurut kaya gitu susah, lo mau rugi?" Renzo tersenyum penuh arti.

Renzo menepuk bahu Laskar dua kali lalu ia pamit, "gue pulang dulu, Las." Lalu ia pergi dengan senyum miring yang menyeramkan.

Laskar menatap kepergian Renzo dingin, lalu ia berbalik menuju kamar yang di dalamnya ada gadis kecil yang tengah bahagia.

Laskar membuka pintu kamar dan di dapati Sila duduk di ranjang sedang membaca buku masak. Tidak tau kedatangan Laskar di kamar, Sila seperti tidak terganggu dan serius membaca.

Laskar duduk di pinggir Sila, seakan sadar ada yang duduk di sampingnya ia menoleh dengan lugu. Sadar, Sila melotot kaget dan berdiri, berlari kesana kemari memikirkan tempat mana yang aman untuk menyembunyikan buku masak ini agar tidak di buang.

Laskar memutar bola matanya malas. "Bukunya?!" Pinta Laskar, jujur Laskar sedikit tidak kuat melihat Sila yang berlari kesana-kemari sangat menggemaskan.

Sila menunduk takut. Ia berjalan pelan dan memberi buku itu dengan tangan gemetar. "A-aska, itu--"

"Diem?" Laskar menatap Sila tajam. Sila hanya bisa menunduk ketakutan, aura gelap sangat kentara seakan memegang sisi tubuhnya dan menekan dengan kencang, meremuk lalu membuangnya.

Laskar membuka buku itu, halaman demi halaman ia buka, kenal, ini milik salah satu maid di rumah ini. "Lo ingin memasak?"

"Mau!" Mata Sila berbinar dengan cepat, memberi sinar dan menghipnotis siapa saja, matanya begitu indah, hingga mata hitam pekat dengan mata coklat itu saling menatap. Dunia seakan berhenti sekejap memberi akses untuk saling mengenal dengan lewat tatapan.

Sila memutuskan kontak matanya dan menunduk ketakutan, mata Laskar begitu hitam membuat siapa saja penasaran untuk memasuki dan tenggelam di dalamnya. Mata itu seakan menyorot bahwa ia tidak baik baik saja.

Hitamnya terlihat kosong dan tidak berujung, hanya ada Laskar di dalamnya yang terjebak di kegelapan pekat, membutuhkan pertolongan, sebuah pelukan dan seorang teman untuk tenggelam bersama.

Laskar mengangkat alisnya bingung, lalu ia terkekeh meledek. "Lo bulshing, hm?"

Sila bergerak tak nyaman, tangannya menarik-narik sisi bajunya salah tingkah. Sila merasa pipinya memanas, ah bukan itu saja badannya juga terasa panas begitu saja.

Laskar berdiri, lalu mendekat Sila mengusap rambut coklat itu gemas, "gue ajarin masak, ayo," kata Laskar pelan. Entah mengapa tiba-tiba ia berbicara seperti ini, semua diluar kendalinya.

Sila mendongak, sedikit takut saat suara Laskar yang terdengar santai dan pelan, tidak biasanya, itu membuat kesan menakutkan. "Eum, A-aska s-serius?"

"Iya," jawab Laskar, lalu ia mendekatkan mulutnya ketelinga Sila.

"Nggalah goblok!" Laskar tertawa dan menjauh dari Sila. Sebenarnya Laskar memasuki kamar untuk meminta Sila mengobati punggungnya yang di tikam pisau oleh Georgi.

ENERVATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang