"Menyerah itu mudah, yang sulit itu melupakan"- unknown **** "Ra, tumben ga nafsu makan?" Tanya Rasha heran melihat Rashi hanya mengaduk ramennya.
"Napa sih lu?"Rasha menggerutu lagi
"Gapapa"Rashi menjawab dengan singkat
"Perempuan itu kalo bilang gapapa pasti kenapa napa. Ayo bilang lu!"
"Bacot!"
"Dih elu yaa! Sama kakak sendiri juga ngomongnya kasar !"Rasha
"Heh gue lebih tua 2 bulan dari lo! Gue yang kakak" kata Rashi
"Tapi yang pantes jadi kakak itu gue!"
"Tapi gue yg lebih tua Rasha!"
Adrian yang melihat pertengkaran kakak kakaknya menaikan alisnya sebelah
"Berisik banget si? Udah adri aja yang jadi kakak kalian berdua biar aman"
"Diem lu bocil!!" Bentar Rasha dan Rashi bersamaan. Kemudian mereka adu mulut kembali. Adrian pun meneruskan makan indomie nya. *** "Oke Rashi, kamu tahu kan caranya gunain kamera?" Tanya kak Dewa.
" Bisa kok kak, aman!" Rashi mengacungkan jempol tangannya.
"Pokonya pas seminar, nanti lu fotoin setiap acara itu berlangsung ya. Setiap sudut juga."tambah Dewa.
"Siap kak!"
Rashi sudah masuk klub fotografi. Dan tugas pertama Rashi adalah memfoto kegiatan seminar untuk hari ini.
Menurut Dewa, ketua klub, panitia seminar hari ini agak kacau, banyak panitia yang tidak hadir, dan dua panitia untuk seksi dokumentasi dua duanya tumbang alias sakit.
Jadi ketua pelaksananya meminta tolong agar seseorang dari klub fotografi untuk menghandle bagian dokumentasi.
Karena hanya untuk dokumentasi biasa jadi Dewa mempercayakan tugas ini kepada anggota baru Banyak yang tidak siap alias tidak mau, karena terlalu mendadak. Tapi untuk Rashi, ini hal yang menyenangkan. Dia memang suka sekali mengambil foto atau gambar, jadi bukan suatu masalah jika dia ikut berpartisipasi.
Rashi diantar Dewa ke aula tempat seminar berlangsung, bertemu dengan ketua pelaksana seminar, Joshua.
"Ini yang mau bantuin dokumentasi disini!" Kata Dewa.
"Oke thankyou ya!! Gue udah bingung banget. Sorry kalo ngerepotin"ujar Joshua tak enak hati.
"Santai! Baik baik yaa! Nurut sama Joshua. Gue pamit!" Setelah memberi wejangan, Dewa langsung pergi dari sana.
Rashi pun menarik nafas untuk bersiap dengan tugasnya. Pas Rashi mencoba menyalakan kameranya, kameranya tiba - tiba tidak mau menyala. Rashi kebingungan. Panik udah pasti acaranya mau dimulai malah trouble.
"Kenapa Rashi?"tanya seseorang di belakang Rashi.
"Ini, kameranya gamau nya..." Rashi tertegun yang mengajak dia mengobrol adalah Danish. Jantungnya mulai berdebar kencang.
"Eu.. ini kak... Kameranya gamau nyala!"jawab Rashi mencoba tidak salah tingkah di hadapan Danish.
"Coba sini saya cek!" Ucap Danish cuek.
Danish mulai memeriksa kameranya,
"Kamu yakin udah di charge?"tanya Danish lagi.
"Tadi baterai nya penuh kak, cuma gatau pas mau dipakai malah kaya gitu."
"Sebentar ya!"
Rashi memandangi Danish yang sedang serius dengan kamera. Namun sesaat, kata kata yang keluar dari mulut Danish di cafe itu terngiang kembali. Membuat Rashi banting setir untuk memandangi objek lain.
Danish yang sadar dengan hal itu melirik Rashi sejenak. Kemudian fokus lagi ke kamera.
Tak lama kemudian kameranya menyala.
"Ini udah nyala!"
"Makasih kak"
"Sama sama" Danish pun pergi dari pandangan Rashi.
Setelah mendengar perkataan Danish di cafe tempo hari, Rashi semakin merasa jika Danish memang dingin padanya. Kemarin kemarin mungkin dibutakan oleh harapan dan rasa suka dia, tapi, Rashi sadar. Bahwa Danish memang tidak ada minat sama sekali untuk melirik dia.
Seminar hari ini berjalan lancar. Rashi sedang memilah foto foto yang ia ambil di seminar hari ini melalui laptopnya.
Ruang klub fotografi memang tidak terlalu besar tapi cukup membuat Rashi nyaman.
Rashi terus mengeser foto foto melalu trackpad nya. Sampai foto ini ...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kak Danish keren banget. Pantes aja gamau sama aku"
Rashi menggeser lagi fotonya
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Rashi heeyyy sadarr kamu kan udah gamau berharap atau ngejar kak Danish lagi!!"Rashi menepuk nepuk pipinya sedikit kencang. *** Dari kegiatan seminar lalu sampai bulan bulan setelahnya tak pernah ada interaksi lagi antara Danish dan Rashi. masing masing terlarut dengan pikiran negatifnya. Danish yang menyangka Rashi sudah nyaman bersama Raden yang setiap hari kemana mana berdua. Begitu dengan Rashi yang berpikir bahwa Danish tidak memiliki rasa yang sama dengannya.
Mereka hanya cukup bertegur sapa dengan senyum yang bahkan tidak bisa mereka artikan.
Terkadang respon Danish yang jutek membuat Rashi tidak ingin lagi menyapanya. Benteng diantara Danish dan Rashi semakin tinggi. Semakin kuat dan tak terukur. *** Rashi tahu Raden menyukainya namun dia tidak memberi sinyal apapun pada Raden.
Tidak membolehkan Raden masuk ke dalam hatinya maupun pergi untuk menjauh.
Karena ketika Raden mejauh maka dia akan kehilangan sosok sahabat juga.
Egois? Memang.
Tapi mereka juga tidak mempunyai hubungan spesial, hanya Raden yang menganggap Rashi istimewa.
Sampai hari ini, Raden cukup lelah membuat Rashi menyukainya.
Raden dan Rashi menikmati suasana cafe Dreamies yang tidak jauh dari kampusnya.
Rashi sibuk dengan kameranya melihat lihat gambar yang sudah dia ambil hari ini.
"Ra?"tanya Raden lembut.
Rashi yang mendengar teguran Raden meemalingkan pandangannya ke arah Raden.
"Aku mau ngomong serius!"
"apa den?"
"Sebenernya aku... Suka sama kamu"kata Raden tegas.