Part 18

248 34 3
                                    

. "Lelaki yang baik tidak akan bermain-main dengan cinta sebab dia tahu kata cinta menuntut tanggung jawab."
****
Danish meraih tangan Rashi kemudian menggenggamnya lembut.

Ada kenyamanan disana. Rashi tidak mau merusak suasana hati Danish, jadi dia membiarkan tangannya dielus bahkan di Danish sempat mengecupnya singkat.

Rashi sedikit kaget, aneh, asing tapi cukup membuatnya berdebar - debar. Rashi menarik tangannya kemudian sedikit berdalih.

"Aku bantuin mama dulu beresin dapur"Rashi beralasan kemudia menjauhkan diri dari Danish.

Di dapur, Rashi mengatur detak jantungnya yang semakin tak karuan. Dia gugup.

Cantika dan Diani selesai dengan urusan mereka. Dan Diani pun pamit untuk pergi ke kantor.

Danish dan Rashi juga Cantika mengantar Diani sampai ia menaiki mobilnya.

Diani juga mewanti - wanti bahwa Danish dan Rashi harus segera menempati rumah mereka, karena Diani mulai tinggal dengan ibunya, alias neneknya Danish. Diani juga beralasan bahwa neneknya Danish sudah tidak bisa tinggal sendiri.
***
Malam itu, seperti rutinitas biasa, makan malam keluarga. Rashi dan Danish membantu Cantika menyiapkan makanan.

"A ternyata aa chef handal juga yaa.. teteh harus belajar masak dari aa"kata Cantika menyenggol lengan Rashi.

"Teteh juga bisa tuh masak"Rashi tidak mau kalah.

"Masak apa? Masak air? Masa air aja kadang tutung (gosong)"ejek mamanya.

"Ihh mama!"Rashi cemberut.

"Gapapa ma, nanti Danish bakalan masak buat neng kok"kata Danish menenangkan.

"Tapi tetep a harus diajarin. Pokonya harus belajar masak. Mau setinggi apapun gelar perempuan, bisa masak sama ngurus rumah dan suami itu basic skill yang harus dikuasai" nasihat Cantika

"Iyaa deh mama bawel"Rashi makin cemberut.

"Tuh denger kata mama"Danish malah ikut menggoda Rashi, Rashi pun tambah manyun.

Ting tong~ bel rumah berbunyi,

"Adrian buka in pintu itu ada tamu!" Teriak Cantika.

"Oke maa" ucap Adrian yang masih fokus pada HP nya sambil berjalan ke arah pintu utama.

"Gitu da. HP teruuus!" Cantika geleng geleng.

Beberapa menit kemudian ada seorang wanita sebaya Cantika mungkin lebih tua masuk ke ruang makan tanpa permisi.

"Cari siapa?"tanya Cantika ramah.

"Mas Ghibrannya mana?"tanya nya ketus.

"Ada. Tapi ada urusan apa nyari suami saya?"

"Oh istrinya? Kok seleranya rendah banget sih sekarang."

Wanita itu duduk di ruang makan tanpa dipersilahkan.

Cantika mengisyaratkan Adrian untuk 'panggil ayah'

Adrian pun mengiya kan. Cantika adalah orang yang cukup sabar. Dia tidak emosional, dia cukup dapat mengontrol emosinya dengan baik akhirnya Cantika kembali dengan pekerjaan memasaknya.

Rashi mengelus ngelus punggung mama nya dengan lembut.

Ghibran datang, betapa kagetnya dia.

"Ngapain.  Kamu kesini?"nada Ghibran cukup tinggi menandakan ada amarah didalamnya.

"Gapapa aku cuma denger anak kita nikah. Ko kamu ga ngasih tau aku?"

"Buat apa saya ngasih tahu kamu? Selama ini kamu kemana aja sebagai ibu?"

" Ya walau pun begitu aku tetep ibu kandungnya. Setidaknya aku tahu. Kalo anak aku nikah."

Nada keduanya cukup meninggi satu sama lain. Dari percakapan tersebut, dapat dipahami bahwa wanita ini adalah ibu kandungnya Rashi.

"CUKUP!!" Bentak Rashi membuat keduanya diam.

"Anda cari saya? Atau kesini emang cuma mau ngerusuh aja?"tanya Rashi ketus.

"Oh kamu Rashi? Aku ibu kandung kamu loh, ko kamu gasopan banget sih.. kamu diajarin sopan santun?"

"Yang harusnya nanya begitu saya. Anda ga punya sopan santun? Malem malem datang ke rumah orang. Tiba tiba marah marah"timpah Rashi.

"Kamu ketemu ibu kandung harus seneng, apa kek. Kurang ajar banget. Dasar anak durhaka"

Plakk.

Cantika menampar pipi wanitu itu dengan keras.

"Aaaarrghhh berani beraninya lo nampar pipi gue hah?"

"Jaga ya omongan anda. Berani beraninya nyebut anak saya kurang ajar. Apa anak durhaka? Dia anak yang paling baik. Dia anak yang punya etika. Tidak seperti anda!"

"Hah? Mana ada anak yang punya etika tapi gasopan kaya dia. Dia nikah aja dia ga coba nyari gue. Itu pasti ajaran lo kan. Dasar pelacur! "

"Ya memang ajaran saya. Karena ibunya tidak pernah tahu bagaimana perkembangan anaknya dari kecil. Ibunya tidak pernah peduli apa dia rindu atau tidak. Ibunya gapernah tahu kan bagaimana dia pertama bisa berjalan, bagaimana dia pertama tumbuh gigi, bagaimana pertama dia mengucapkan kata mama. Anda ga akan pernah tahu. Karena anda tidak ada disana bersama dia. Anda memilih meninggalkan harta yang begitu berharga"

"Gue ga nyesel ninggalin anak durhaka kaya dia."

Akhirnya wanita itu pergi terburu buru. Danish langsung menopang tubuh Rashi yang cukup lemah. Begitu juga Ghibran, ia langsung memeluk istrinya yang sudah runtuh. Menangis  di pelukannya.

Cantika memeluk Rashi.

"Teteh anak yang kuat. Teteh bukan anak durhaka. Jangan diambil hati ya sayang."isak Cantika.

Rashi tidak menangis. Rashi hanya memeluk mamanya menenangkan mamanya yang sudah menangis tersedu sedu.

"Deudeuh teuing anaking. Anak sholehah mama. Teteh bukan anak durhaka. Teteh anak mama yang paling sholeha."mamanya masih menangis tersedu sedu.

Rashi habya menepuk nepuk punggung mama nya.

Makan malam pun berlangsung meski tidak kondusif. Rashi juga tidak banyak makan. Ia langsung pamit untuk ke kamar.

Rashi duduk di ujung kasurnya. Melamun sampai Danish masuk ke kamarnya.  Dan berlutut dihadapan dia.

Selama ini, Danish kedua kalinya melihat Rashi begitu dirundung kecewa. Tapi Danish tirak oernah melihat Rashi menangis. Satu tetes pun, Danish tidak pernah

Danish berlutut dihadapan Rashi. Mengimbangi Rashi yang duduk diatas kasur.

"You can cry!"ucap Danish lembut.

Rashi tersenyum tipis

"Can I?"

Tbc

Lanjut?

Call him, DanishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang