𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 𝟏𝟐❀.・゜゜・

170 110 4
                                    

Halooo
Apa kabar hari ini?
Ayo komen dan vote nya!!
Jangan lupa ya
Kalo bisa ekspresikan semua dengan tulisan di komentar hehe

Happy Reading!! 🌻

Al dan aily masuk ke ruangan Bianca yang disambut oleh tatapan sinis oleh sahabat Bianca. Bianca yang menyadari tatapan tidak suka dari sahabatnya itu hanya terseyum canggung, "al..? "

Al mendekat dengan senyuman tak enak diwajahnya, "gimana kabar kamu? "

"Baikan kok"

Al mengangguk, ia menatap semua sahabat Bianca mengkode dia butuh waktu berdua dengan Bianca

Mereka semua keluar tapi aily tidak beranjak sama sekali dan al tidak mempersalahkan itu. Al mendekatkan bibirnya pada kening Bianca, mengecup dahi kekasihnya lama dengan penuh kasih sayang

Bianca sendiri memejamkan matanya menikmati, bohong jika ia tidak berharap sosok yang membawanya ke rumah sakit itu al, namun tak apa..... Al menjenguknya saja sudah membuatnya senang

"Maaf.... " Al mengusap rambut Bianca lama lalu memeluk Bianca, hal itu dijawab anggukan oleh Bianca sembari membalas pelukan kekasihnya

Berapa maaf lagi yang harus Bianca dapat?

Entahlah

Bianca hanya berharap dia terus bisa menerima maaf al

"Maaf, lagi bukan aku yang nolongin kamu" Al mengeratkan pelukannya

"Iya"

"Kamu gak marah? "

"Buat apa? Ga ada gunanya.... " Jawab Bianca dengan kekehan singkat di akhir kalimatnya yang membuat al semakin merasa bersalah

"Maaf... " Liriknya

"Iya al... Sampai kapan kamu mau minta maaf? "

Al menggeleng kepalanya lalu menelungkupkan kepalanya pada lipatan leher Bianca. Ia lupa dengan keberadaan aily di belakangnya yang sedari tadi mengepalkan tangannya

"Al..? Boleh aku berbicara dengan Bianca sebentar? " Tanya aily

Al melepaskan Pelukannya lalu mengangguk, ia keluar ruangan menyisakan aily dengan Bianca disana. Aily berdiri dengan melipat kedua tangannya di dada, "lo ga berniat duduk? " Tanya Bianca

Aily terkekeh sinis, "lo tau? Gue menang lagi dari lo"

Bianca menaikan sebelah alisnya, "gaada yang bersaing sama lo, gaada yang menang atau kalah, lo nya aja yang ngerasa tersaingi" Jawab Bianca sambil sinisnya

"Lo bisa lepasin al? Lo perusak hubungan gue sama al kalo lo tau"

"Salah sendiri, lo ngelepas apa yang telah lo genggam, lagian yang mulai hubungan ini al bukan gue" Bianca menatap remeh aily

Emosi aily naik, hilang sudah kesabaran dia. Ia memilih untuk pergi dari ruangan Bianca, menyisakan Bianca sendiri di ruangannya

Bianca berdecak pelan, ia memilih untuk tidur dan melupakan sejenak beban pikiran yang menguras emosi jiwa dan raganya

-

-

-

Arkan duduk di taman rumah sakit dengan pikiran yang berantakan, ia mengusap wajahnya kasar lalu memijit pelipisnya pelan

Flashback on

"Keluarganya? " Dokter tersebut menatap arkan yang dijawab anggukan olehnya, "iya.. Saya sepupunya, orang tuanya sedang berada di luar negri" Jelas arkan

Dokter itu mengangguk, "baik, pasien bernama Bianca telah melakukan kemoterapi semenj--"

"Tunggu tunggu? Kemoterapi?" Arkan mengerutkan keningnya

Dokter tersebut mengangguk, "iya, apa pasien tidak memberi tahu hal ini kepada siapapun? "

Arkan menggelengkan kepalanya, ia sama sekali tidak mengetahui tentang ini, pantas saja berkali-kali ia mendapati Bianca mimisan dan sesak di dadanya

Ternyata alasannya ini

"Begini, panggil saja dokter Denis, saya yang menangani Bianca sedari awal dia kemoterapi. Saya kira Bianca memberi tahu hal ini kepada keluarganya"

"Tidak, dia tidak mengatakan apapun" Arkan menunduk lemah

"Bianca menjalankan kemoterapi semenjak 4 bulan yang lalu, namun sepertinya itu tidak terlalu efektif hingga sel kankernya menyebar ke bagian organ lainnya" Jelas dokter Denis sembari membaca hasil tes Bianca

"Bagaimana bisa... Dia... Arghh" Arkan memukul meja dengan keras

Dokter Denis menghela nafasnya, ia tahu persis perasaan yang di alami anak muda di depannya ini, bukankah seseorang yang paling mengerti adalah seseorang yang pernah mengalaminya juga?

"Dia benar benar menjalaninya sendiri dan hanya di temani dengan obat pereda sakit, kenapa tidak ada yang menyadari?" Denis menatap arkan sendu, gadis sekecil Bianca menjalani pengobatan dan rasa sakitnya sendiri? Apa yang orang di sekitarnya pikirkan? Denis sungguh tidak mengerti

"Dia tutup mulut soal ini, hanya saja beberapa kali saya mendapati nya mimisan, saya kira dia hanya kelelahan"

"Saya mohon beritahukan ini secepatnya pada keluarganya, ini bukan masalah sepele"

Arkan mengangguk, ia bangkit hendak keluar dari ruangan dokter tersebut

"Jangan lupa selalu ada di sampingnya"

Plashback off

Arkan menjambak rambutnya, ia benar benar bodoh. Ia bangkit lalu berjalan menuju ruangan Bianca, ia butuh penjelasan

BRAKK!!!

Bianca terkejut tatkala pintu tersebut terbuka secara paksa, "lo kenapa sih arkan! Kalo pintunya rusak kan harus ganti rugi"

Arkan tidak menghiraukan omelan Bianca, ia berjalan dengan raut muka datar membuat Bianca meneguk ludahnya kasar

"K-kenapa? "

"Bilang"

"Hah? " Bianca tidak mengerti

"BILANG SAMA GUE BIANCA! "

baik, Bianca sepertinya tau

"Lo udah tau? " Tanya Bianca dengan pelan

"Keterlaluan lo" Suara arkan memelan, suaranya tercekat di pangkal tenggorokannya, suaranya sakit bahkan untuk bicara sepatah kata saja

Bianca menunduk dalam, ini kacau... Arkan tau semuanya

"Gue bakalan kasih tau ini sama orang tua lo" Arkan merongoh sakunya lalu mengeluarkan ponselnya, namun hal itu ditahan oleh Bianca

"Jangan!! Jangan kasih tau bunda... Hiks... Jangan kasih tau" Bianca menggelengkan kepalanya keras sembari menangis

"BODOH LO! INI BUKAN MASALAH SEPELE TOLOL!! " emosinya berada di ubun ubun saat ini, jari jari arkan mulai mencari nomor kedua orang tua Bianca walau tangan Bianca terus terusan hendak menggapai ponselnya

"Hiks... Arkan jangan kasih tau bunda... " Tangisan Bianca semakin mengeras sambil menggelengkan kepalanya, ia menatap arkan dengan tatapan memohon, jari jarinya meremat baju arkan hingga kusut

Arkan menatap balik Bianca dengan pandangan kecewa, ia melempar hpnya hingga pecah berkeping-keping lalu menarik Bianca kedalam pelukannya dan membiarkan gadis itu menangis disana

"Kita hadepin ini sama sama oke? Lo harus sembuh" Arkan mengusap air mata Bianca

"Jangan kasih tau semua orang, cuma lo... "

Arkan mengangguk pelan, setelah itu ia menelungkupkan kepalanya pada leher Bianca, menyembunyikan air mata yang hendak keluar, tak menyadari seseorang menatap terluka mereka

𝐁𝐈𝐀𝐍𝐂𝐀 (TERBIT)  tahap revisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang