Wanita saleha itu, tidak dilihat dari seberapa tertutupnya pakaiannya, melainkan seberapa baik dan tulus hatinya.
// About Readiness //
"Papa dihabisin dong makanannya. Ini sisa sedikit lagi tahu." Ayra menyodorkan sesendok bubur ke depan mulut Farhan, tetapi pria paruh baya itu mengatupkan bibirnya agar bubur yang putrinya sodorkan tidak masuk ke dalam mulut.
Ayra mendengkus kesal, saat lagi-lagi mendapat penolakan berupa gelengan dari Farhan. "Papa ini dikit lagi tahu, kan sayang, buburnya jadi mubazir karena nggak dihabisin sama Papa."
Adit yang sedari tadi menonton interaksi papa dan anak itu dari sofa, akhirnya bangkit dan menghampiri keduanya. "Ra, kan Papa sudah bilang kalau kenyang. Buburnya nggak akan mubazir kalau kamu yang makan," ujar pria dewasa itu saat tiba di samping Ayra.
Ayra sontak menoleh, detik berikutnya mendelik sinis ke arah Aditya. "Hish, Bang Adit gimana, sih? Lupa, kalau aku nggak suka makan bubur?"
Aditya membalas tatapan sinis Ayra. "Ingat. Tapi siapa tahu kamu sudah berubah pikiran, kan?"
"Big no! Nggak akan pernah. Sampai kapan pun aku nggak akan mau makan bubur lagi," tandas Ayra seraya menyilangkan kedua tangannya di depan wajah.
"Padahal bubur enak lo, Ra," ujar Farhan setelah sendok yang sedari tadi tersodorkan di depan mulutnya sudah Ayra turunkan.
"Enak apanya? Nggak sama sekali, ya, Pa. Tapi, kalau emang enak, kenapa sekarang buburnya nggak Papa habisin?"
"Karena papa udah kenyang. Lebih baik buburnya kamu kasih ke kucing aja, biar nggak mubazir," ujar Farhan yang membuat Ayra terdiam, tampak sedang berpikir.
"Benar juga. Ya udah, aku ke taman dulu. Semalam aku ada liat kucing di sana, siapa tahu dia masih di sana, kan?" tanya Ayra seraya memandang Adit dan Farhan secara bergantian.
Setelah mendapat anggukan serentak dari Farhan dan Adit, Ayra segera berpamitan, kemudian pergi menuju taman sembari membawa mangkuk berisi bubur sisa papanya yang tidak habis itu.
Saat tiba di taman, Ayra segera mengedarkan pandangan guna mencari keberadaan kucing yang sempat dia lihat semalam. Namun, setelah beberapa menit mencari, Ayra belum juga menemukan kucing itu.
"Kucingnya ke mana, ya?" tanyanya pada diri sendiri. Ayra berhenti mencari kemudian berkacak pinggang dengan satu tangan, karena tangan lainnya sedang memegang mangkuk yang berisi bubur itu.
"Atau aku tunggu aja kali, ya? Siapa tahu nanti dia balik lagi, kan?" Lagi-lagi pertanyaannya hanya dibawa pergi oleh angin yang berembus siang itu.
Karena berniat menunggu kucing itu sampai datang kembali, Ayra memutuskan untuk duduk di sebuah bangku yang ada di taman. Setelah mendaratkan bokongnya di bangku bercat putih itu, Ayra segera meletakkan mangkuk tadi di sampingnya, kemudian merogoh saku seragam sekolahnya untuk mengambil ponsel.
Memang setelah pulang sekolah tadi, gadis bermata bulat itu langsung bergegas ke rumah sakit dan dia juga lupa membawa baju ganti. Namun, dia sudah meminta Aina untuk membawakannya baju ganti saat ke rumah sakit nanti.
"Meooong ...."
Ayra sontak menghentikan kegiatannya yang sedang berselancar di aplikasi Instagram, saat mendengar suara kucing.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Readiness
SpiritualSpiritual-fiksiremaja "Maaf, aku nggak bisa kayak Sayidah Fatimah yang bisa tahan dengan cinta diam-diamnya kepada Ali bin Abi Thalib. Aku juga tidak seberani Bunda Khadijah yang melamar Rasulullah lebih dulu ... yang kubisa hanya menjadi seperti Zu...