Chapter 16

52 6 1
                                    

Setidaknya sampai saat ini aku masih bisa tahan dengan cinta sepihak yang aku rasakan. Aku tidak ingin mengeluh karena ini memang sudah menjadi risikonya.

Ayra.

// About Readiness //

"Loh, Mbak Jihan ke mana? Padahalkan, aku cuman pergi sebentar," gumam Ayra saat tiba di bangku taman, di mana sebelumnya dia duduk bersama dengan Jihan. Ayra mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru taman, tetapi sosok yang tengah dicarinya sama sekali tidak terlihat di indra penglihatannya.

Helaan napas berat keluar begitu saja dari mulutnya, lantaran gagal mendapatkan jawaban akan hubungan Akhtar dan Jihan yang sebenarnya. Ini semua gara-gara Althaf yang menelpon dan menyuruhnya untuk ke ruangan Farhan secepatnya, katanya ada hal penting yang ingin disampaikan, tetapi saat tiba di sana ternyata zonk.

Padahal, sebelumnya Ayra juga sudah memberitahu Jihan jika dia hanya pergi sebentar dan menyuruh gadis itu untuk menunggunya, tetapi saat tiba di taman sekembalinya dari ruangan Farhan sosok gadis berwajah ayu itu sudah tidak ada di tempat sebelumnya. Apa mungkin, ada urusan mendesak sehingga Jihan pergi begitu saja tanpa menunggunya?

Ayra langsung mendudukkan dirinya begitu saja di bangku taman. Tiba-tiba tubuhnya terasa lemas karena gagal mendapatkan informasi mengenai hubungan Jihan dan Akhtar. Lalu, sampai kapan dia akan terus dihantui dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai Jihan dan Akhtar? Rasanya kepalanya ingin pecah jika memikirkan hal itu terus menerus.

"Atau aku langsung tanya aja, ya ke Kak Akhtar? Tapi, kalau jawabannya buat aku sakit hati nanti, apa aku siap?" gumamanya seraya menatap ke atas langit yang mulai menggelap.

"Tapi, Kak Akhtar nggak mungkin pacaran sama Mbak Jihan. Mereka berdua, kan sangat paham. Tapi kenapa mereka dekat sekali? Ya Allah ...." Pada akhirnya Ayra hanya bisa menggaruk kepalanya yang mulai gatal akibat terlalu memikirkan Jihan dan Akhtar.

// About Readiness //

Ayra sedikit membungkukkan tubuhnya setelah turun dari mobil Aditya. "Bang Adit nanti nggak usah jemput, ya. Aku ada tugas kelompok yang mau dikerjain pulang sekolah nanti soalnya," ujar Ayra pada Aditya.

"Kamu bisa telepon Abang setelah tugas kelompok kamu selesai, biar nanti langsung Abang jemput," balas Aditya, tetapi mendapat gelengan oleh Ayra.

"Nggak usah, Bang. Kan aku satu kelompok sama Bintang, nanti bisa nebeng sama dia. Udah sana Abang ke kantor, aku juga mau masuk, bentar lagi bel udah bunyi." Setelah mengatakan hal itu, Ayra melambaikan tangan pada Aditya, kemudian mulai melangkah meninggalkan mobil Aditya untuk masuk ke dalam area SMA Nusa Bangsa.

Saat berjalan di koridor sekolah, Ayra mengedarkan pandangannya untuk mencari sosok yang dia ingin lihat sebelum masuk ke dalam kelas dan memulai pelajaran pertama. Karena menurut Ayra sumber semangatnya untuk mulai belajar agar semangat yaitu hanya melihat seorang Kakak kelas yang sudah sangat lama dia cintai itu. Siapa lagi kalau bukan Akhtar?

Bahkan saat sudah tiba di depan kelasnya pun, Ayra masih berusaha mencari, tetapi sosok itu belum juga terlihat di matanya. Bahu Ayra seketika merosot, semangat yang dia bawa dari rumah tadi seketika habis begitu saja saat tidak menemukan sosok Akhtar. Ayra ingin ke kelas lelaki itu, tetapi jam pelajaran pertama akan segera dimulai dan pasti dirinya tidak akan sempat sampai di kelas jika dia ke kelas Akhtar lebih dulu.

About ReadinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang