PAGE 68

46 16 8
                                    

Setibanya dirumah, Jeno langsung mendapati seluruh anggota keluarganya di ruang tengah. Mereka semua duduk disofa dengan wajah saling menatap, dengan air muka yang kesal, serta sorot mata yang tajam.

"Jeno! Apa bener temen kamu yang mukulin papa?" Tanya Irene dengan tegas diikuti wajah dinginnya.

Jeno yang masih berdiri lengkap dengan jaket dan sarung tangan pemotor pun berjalan pelan menghampiri mereka.

"Iya, lebih tepatnya temen Winter" jawab Jeno yang kemudian duduk di sebelah kiri mamanya, sementara Irene duduk di sebelah kanan mama.

"Anak muda sekarang kurang ajar. Cobak kamu telpon dia, tanggung jawab ini!" Ucap papa Jeno, sembari menunjuk luka pada wajahnya yang penuh memar di dalam perban.

"Orang tua sekarang juga gak kalah kurang ajarnya" sahut Jeno sambil berdecak cukup keras, namun bersamaan dengan itu mama langsung memegang tangan kanan Jeno, untuk menahan amarah anaknya meluap.

"Berani ya kamu sekarang?!" Bentak papa yang sampai bangkit dari duduknya, meneriaki dengan mata melotot.

"Apa? Kenapa? Anda tersingung?" Timpal Jeno yang malah menantang.

Jeno kemudian ikut berdiri, "minta aja nomornya ke atasan Anda. Asal Anda tahu, dia itu anak dari yang punya perusahaan itu. Berani? Kalau mereka tahu Anda punya selingkuhan di kantor pasti dipecat gak sih?!" Ucap Jeno dengan tatapan tajam menusuk mata papa, hingga lelaki parubaya itu langsung memalingkan muka.

Mendengar itu, papa Jeno terlihat sedikit tersentak dan menjadi kikuk. Dari matanya terlihat tidak percaya dan juga bingung, lelaki tua itu kemudian pergi keluar entah kemana.

"Sebelum aku dateng, kalian ngomongin apa?" Tanya Jeno yang ganti melihati kedua wanita kesayangannya.

"Dia cuma nyariin kamu, ngadu gitu. Dah dibilangin jangan memperkeruh keadaan" balas Irene dengan ketus sambil berjalan melewati tubuh Jeno, dan pergi ke kamarnya.

Sementara itu Jeno berlutut di hadapan mama lalu memegang kedua tangan wanita luar biasa yang telah melahirkannya, "mama gapapa?" Tanya Jeno.

"Tadi kamu nemuin papa kamu dikantornya?" Mama malah ganti bertanya dengan kedua alis yang ditekuk.

Jeno menundukkan kepala, "iya ma, maaf" kata anak kedua keluarga Lee.

Mama lalu memeluk anak gantengnya sambil menepuk punggung padat Jeno, mama sambil melihat ke atap rumah agar air matanya tak terjatuh di depan anaknya. Bagaimanapu  di duakan itu memang sakit, karena selama ini mama benar-benar setia dan mencurahkan seluruh rasa cinta serta kasih sayangnya.

Tapi selain itu, tak ada yang lebih sakit ketika melihat anak-anaknya kecewa tentang hal tersebut. Melihat anaknya marah, benci, dan bertengkar dengan papanya membuat mama sangat sedih.

Cukup dirinya saja yang berurusan dengan masalah kelam ini, kedua anaknya jangan. Gara-gara satu wanita baru bisa merusak keluarga yang semula harmonis, entah untung atau tidak para anaknya sudah tumbuh besar. Namun  bagaimanapun itu, tetap saja mereka merasakan sakit.

"Mama gapapa sayang. Asal kamu sama kak Irene juga baik-baik saja" kata mama yang sekarang mengelus rambut lembut anak laki-lakinya itu.

"Tapi dia udah nyakitin mama" balas Jeno dengan air mata yang berlinang, melihat wajah mamanya.

"Iya, cukup dia nyakitin mama. Mama gak mau lagi ngelihat dia nyakitin kalian!" Kata mama dengan kedua tangannya memegang wajah anak lelaki itu, sembari mengusap air mata yang menghalangi paras rupawan anaknya.

❄❄❄

Jeno sudah bersiap hendak tidur, tinggal menarik selimut dan memejamkan mata. Tapi tiba-tiba ia mendengar sesuatu, suara yang cukup keras mengenai pintu.

CERITA HIDUP DI BUMI 1 [JENO × WINTER] END 💨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang