CHAPTER 7

176 47 9
                                    

Chanyeol merapatkan jaket agar hangat dari tubuhnya tetap terjaga. Hujan yang turun sejak pagi tadi belum memberikan tanda akan segera reda, padahal dingin yang menusuk sudah mulai menyergap hampir seluruh tubuhnya yang berlapis hoodie dan jaket. Tapi tak apa, lagipula ia belum berniat untuk cepat-cepat kembali ke camp. Ia masih ingin disini sedikit lebih lama. 2 jam berlalu begitu saja tanpa terasa bagi Chanyeol. Tak perduli pada tatapan aneh seorang petugas kebersihan yang lalu lalang di depannya sejak 2 jam itu. Seorang wanita paruh baya yang berdiri beberapa meter darinya juga tak bisa melepas pandangannya pada Chanyeol. Wanita itu memakai pakaian serba hitam, tangannya menggenggam sebuah buket bunga lili. Ia baru tiba sekitar 5 menit yang lalu namun dengan cepat ia berdoa, meletakan buket itu sembarangan diatas sebuah nisan lalu menghampiri Chanyeol. Shindong yang berdiri tepat dibelakang Chanyeol segera menghalau, tanpa mengatakan apa-apa Shindong menggelengkan kepala pelan. Wanita itu mengerti, padahal ia sudah mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Sambil mencuri pandang dan mengarahkan kamera ponselnya pada Chanyeol, wanita itu akhirnya pergi juga.

Shindong mendesah pelan, ia sudah ikut berdiri sejak 1 jam lalu dan tak bisa berdiri terlalu lama lagi. Kedua kakinya mulai tak kuat menahan beban berat tubuhnya yang naik 5 kg dalam minggu ini. Ia yakin pria di depannya itu dapat mendengar dengan jelas setiap kali ia mendesah frustasi. Tapi Chanyeol tetaplah Chanyeol, pria minim ekspresi itu tak perduli bahkan jika harus menyiksa manajernya tersebut.

"Sebentar lagi makan siang." Chanyeol masih menghiraukan Shindong meskipun pria bertubuh gemuk itu sudah mengingatkannya 5 kali dalam satu jam. Masa bodoh, pikir Chanyeol. Lagipula ia tak merasa lapar sama sekali. Ia hanya ingin berada disini, menatap sebuah nisan bertuliskan nama seseorang yang pernah mengisi hatinya. Cinta pertamanya. Chanyeol terus menatap nisan itu tanpa ekspresi sedih sama sekali. Wajahnya itu terlihat sama, datar.

Shindong menyerah, ia berjongkok dengan kedua tangan menopang tubuh. Sudah kurang lebih 1 jam ia berada dibawah guyuran hujan, perut lapar dan tubuh mengigil kedinginan. Chanyeol benar-benar sudah kelewatan, hari ini pria itu baru tidur 2 jam dan sekarang ia menyiksa tubuhnya dengan berdiri dibawah guyuran hujan.

"Jika ingin menyiksa diri jangan ajak-ajak aku!" protes Shindong yang sudah mulai hilang kesabaran. Pinggangnya terasa kaku, ditambah ia menahan kencing daritadi. Cuaca dingin membuatnya ingin buang air kecil terus menerus.

"Aku bisa tambah bengkak jika terkena air terlalu lama!" Meskipun ia berniat untuk bercanda, namun seperti biasa Chanyeol tidak akan tertawa pada lawakan apapun yang ia lontarkan. Kadang Chanyeol hanya balas tersenyum singkat, lalu kembali pada mode datar.

Chanyeol tak bergeming. Masih dengan posisi yang sama. Ia letakan kedua tangan pada saku jaket yang ada disisi kiri dan kanan, tubuhnya berdiri tegap dengan pandangan lurus menatap lekat-lekat nama yang tertulis disebuah nisan dengan tinta berwarna emas. Entah apa yang sedang ia pikirkan, namun nampaknya hal tersebut benar-benar membuatnya jadi tak tau waktu.

Kesekian kalinya Shindong mendesah frustasi. Ia beranikan diri untuk berdiri di depan Chanyeol, sengaja menghalangi pandangan lelaki itu. Sepasang mata sayu beradu tatap dengannya. Kali ini Shindong sudah tak perduli jika gajinya akan dipotong lagi karena Chanyeol menganggapnya bertindak lancang. Kedua tangannya ia letakan dikedua bahu Chanyeol, lalu menggertaknya sekali. Sesekali ia memang harus lancang terhadap bosnya ini, ia juga bisa bersikap serius pada waktu-waktu tertentu. Contohnya seperti saat ini.

"Sudah saatnya kau berhenti mengunjunginya." Tanpa Shindong sangka, Chanyeol balas menganggukkan kepalanya. Shindong terpaku menatap wajah itu. Tak ada air mata sedikitpun, tapi sorot mata itu benar-benar menyakiti hatinya. Sebuah kekecewaan dan kesedihan yang besar tersorot dari pandangan sayu milik Chanyeol. Seumur hidupnya selama mengenal Chanyeol, Shindong tak pernah melihat tatapan itu dari sorot mata Chanyeol. Sekalipun mereka rutin mengunjungi makam itu, tak pernah sekalipun Chanyeol terlihat sedih. Lelaki itu terlalu terampil dalam menutupi perasaannya. Tapi kali ini, untuk pertama kalinya Shindong bisa melihat kesedihan Chanyeol secara langsung.

From A Man Who Truly Loves YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang