CHAPTER 19

194 37 21
                                    


Hujan deras yang turun sejak tadi malam tidak menunjukkan tanda-tanda akan segera mereda apalagi berhenti. Mataharipun seakan enggan muncul. Langit pagi ini terlalu mendung, terlalu gelap. Saking gelapnya hingga sinar matahari tak sanggup menembusnya. Hawa dingin yang menusuk hingga ketulang menambah suasana duka menjadi lebih menyakitkan.

Dor!

Dor!

Dor!

Suara senjata api yang memekakan telinga menjadi tanda bahwa upacara pemakaman militer sedang dilaksanakan, tak terganggu oleh derasnya air hujan yang masih enggan pergi. Beberapa prajurit yang mengenakan seragam militer membopong sebuah peti mati yang dibalut oleh bendera negara Korea Selatan berjalan dengan langkah serentak menuju liang peristirahatan jenazah. Tiap derap langkah yang terdengar berat dan serentak itu membuat jantung Chanyeol berdebar dengan cepat. Tatapannya lurus ke depan, tak memperdulikan air hujan yang sudah membasahi seluruh tubuhnya. Sejak tadi beberapa orang terus menawarinya untuk memberikan payung, tapi Chanyeol menolaknya. Chanyeol hanya ingin memberikan penghormatan terakhirnya sebaik mungkin kepada seorang prajurit yang rela mati demi tugas negara. Ia lebih memilih memberikan payung itu pada Wendy. Wanita yang sedari tadi menundukkan kepala sambil memegang gagang payung kuat-kuat hingga jari jemarinya memutih. Dibelakangnya ada Junmyeon, Jongin dan Baekhyun yang sama-sama menundukkan kepala dan ikut berdiri tegap dibawah guyuran hujan pagi.

Derap langkah kaki itu semakin mendekat, kedua tangan Chanyeol langsung mengepal kuat. Ia arahkan pandangannya lurus kedepan, mencoba memasang wajah tanpa ekspresi meski sorot matanya tak akan pernah bisa berbohong.

Sebuah tangan dingin tiba-tiba menggenggamnya erat, sangat erat. Ia tau siapa pemilik tangan itu, jadi ia biarkan dan balik menggenggam tangan kekasihnya tak kalah erat.

Suara derap langkah kaki para prajurit tepat dibelakangnya. Sekuat tenaga ia tahan untuk tidak menoleh kearah sumber suara, ia tak ingin memperlihatkan emosi yang sedang dipendamnya. Tatapannya masih lurus ke depan, kepalan tangannya semakin menguat saat ekor matanya melihat sekilas peti mati itu melewatinya. Chanyeol tercekat, menangis saat inipun tak masalah karena air hujan dapat menyamarkannya. Namun akhirnya ia memilih untuk menundukkan kepala dan memejamkan mata saat peti mati itu terlihat jelas dalam pandangannya. Menangis tidak akan merubah keadaan.

Para prajurut menghentikan langkah ketika peti mati itu berhenti di depan lubang kuburan yang sudah digali dan berbaris rapi di bagian kiri podium. Tak lama seorang pria paruh baya dengan pakaian militer berdiri diatas podium. Dilihat dari jumlah lencana dan lambang 3 bintang diatas bahunya menunjukan pangkat tinggi yang dimiliki pria tersebut.

"...Kapten Jo Jung Hwa merupakan salah satu prajurit terbaik yang pernah dimiliki oleh Korea Selatan. Selama hidupnya, ia telah menyelesaikan berbagai misi sulit dengan sangat membanggakan. Sebagai seorang atasan, saya menilai dia sebagai seorang prajurit yang selalu siap memberikan hidupnya bagi negara ini kapanpun. Namun secara pribadi, Jo Jung Hwa yang sudah saya anggap seperti anak sendiri adalah sosok anak yang selalu ingin mengambil semua hal menjadi tanggung jawabnya. Termasuk kejadian yang menimpanya beberapa hari lalu, sebuah kejadian yang menjadi pengabdian terakhirnya bagi negara kita tercinta." Suara Kim Bong Hwa bergetar ketika menyampaikan pidato terakhirnya sebelum peti jenazah diturunkan ke dalam liang lahat. Sama seperti kebanyakan para tamu, tubuhnya pun sudah basah oleh air hujan yang dingin menusuk. Sejenak matanya menatap ke arah foto Kapten Jo yang diletakan di dekat podium, kemudian beralih ke arah peti dihadapannya sekilas.

"Hari ini kita semua berkumpul untuk mengantarkan kepergian Kapten Jo Jung Hwa dan..." Chanyeol rasanya tak ingin mendengar nama orang itu disebutkan lagi. Ia mencoba mengalihkan perhatiannya, memikirkan hal-hal tak penting diotaknya agar suara Kim Bong Hwa atau Ayah Sae Ri itu tidak masuk ke dalam telinganya. Berita tadi malam yang disampaikan oleh beliau masih terngiang-ngiang dikepalanya. Alasan beliau menelfon Chanyeol malam itu untuk memberitahu bahwa Jo Jung Hwa gugur dalam tugasnya.

From A Man Who Truly Loves YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang