CHAPTER 3

210 46 1
                                    

"Apa ada keluhan?" seorang perawat dengan rambut hitam legam yang disanggul ke belakang menyentuh punggung tangan Chanyeol yang masih tertancap jarum infus. Ia meliriknya sinis, memilih untuk tidak menjawab pertanyaan perawat itu. Tatapannya mengarah pada Shindong, meminta lelaki itu untuk melakukan sesuatu. Shindong yang mengerti arti tatapannya langsung mengajak perawat itu berbicara lalu mereka keluar ruangan.

"Dia hanya menjalankan tugasnya, Chanyeol." suara dr. Choi terdengar, ayah 2 anak itu tak mengalihkan pandangannya dari laptop saat menegur Chanyeol. Jari-jari tangannya tidak berhenti bergerak diatas keyboard laptop sejak Chanyeol memulai tranfusi darah.

"Kemana perawat biasa?" yang Chanyeol maksud adalah perawat berusia lanjut yang biasa merawatnya tiap kali melakukan tranfusi darah. Selama ini perawat paruh baya itu dan dr. Choi yang selalu membantu perawatannya.

"Dia mengambil pensiun 2 minggu lalu." dr. Choi menghentikan gerakan jarinya, lalu beralih untuk duduk di kursi samping ranjang Chanyeol.

"Usianya sudah di akhir 50an, jadi dia mengambil pensiun karena sudah tidak kuat bekerja terlalu lama." Jelas dr. Choi sambil memeriksa kantung darah yang mengalir ke dalam tubuh Chanyeol melalui selang infus.

"Apa kau merasa mual?" tanya dr. Choi, Chanyeol balas menggelengkan kepala.

"Memang usianya berapa?" kali ini Chanyeol yang bertanya.

"58 tahun." Usia perawat itu ternyata sama dengan usia ayahnya.

"Apa kau tau dimana alamat rumahnya?" tanya Chanyeol lagi, dr. Choi melirik sekilas lalu kembali ke meja kerjanya setelah selesai memeriksa kantung darah yang sisa separuh.

"Kenapa? Kau mau mengancamnya agar tutup mulut?" candaan dari dr. Choi tidak lucu sama sekali, pikir Chanyeol. Lalu tak lama Shindong masuk dengan ekspresi tegang di wajahnya.

"Tolong berikan alamat perawat itu pada Shindong." Shindong mengernyitkan dahi ketika namanya disebut.

"Perawat itu? maksudmu perawat Jang?" tanya Shindong, dijawab dengan anggukan dr. Choi.

"Ini alamatnya. Tolong jangan biarkan Chanyeol yang bicara pada perawat Jang." Dr. Choi memberikan selembar kertas berisi alamat rumah perawat itu pada Shindong kemudian melirik Chanyeol dengan maksud menjahili.

Siapa yang mau datang ke rumahnya? Chanyeol hanya ingin memberikan beberapa bingkisan sebagai tanda terima kasih pada perawat yang sudah bantu merawat pengobatannya selama 2 tahun ini.

30 menit kemudian tepat setelah sekantung darah berhasil ditransfusi, ia merasa agak pusing dan mual. Sial! Padahal sudah 3 bulan ini ia tidak merasakan efek samping dari setiap transfusi darah yang dilakukan. Jika sudah begini, ia harus diam di ruangan dr. Choi lebih lama untuk menghilangkan pusing dan mual. Sedangkan ia sendiri harus bergegas pergi menuju gedung manajemen untuk rapat dengan sutradara Lee dan waktu istirahat dr. Choi yang sudah mau habis.

"dr. Choi..." panggil Chanyeol setelah infus ditangannya dilepas. Ia berjalan kearah sebuah kursi yang ada disalah satu sisi dinding ruangan kemudian menyenderkan kepala bagian belakangnya ke dinding bercat putih tulang. Dr. Choi segera menghampiri dan mengarahkan senternya ke kedua mata Chanyeol secara bergantian, kemudian dilanjutkan dengan memeriksa denyut nadi di pergelangan tangan kiri Chanyeol.

"Pusing dan mual lagi? Apa kau bisa menahannya?" Chanyeol diam sejenak mencoba menenangkan diri. Kedua tangannya mengepal, lalu pelan-pelan membuka mata dan menemukan wajah khawatir Shindong di depannya. Meskipun wajah besar itu cukup mengganggu, namun ia tak bisa berbuat banyak.

"Mau minum?" tawar Shindong sambil menyodorkan sebotol air mineral miliknya yang sisa separuh. Chanyeol menggeleng lemah.

Ia kembali menutup mata dan mencoba membuat kedua bahunya untuk rileks. Dengan pelan, ia tarik dan hembuskan nafasnya berulang-ulang untuk menghilangkan mual yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tahan lebih lama lagi hingga membuat kedua matanya berair.

From A Man Who Truly Loves YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang