Tenang sebelum badai... itulah yang dirasakan oleh Cleo sekarang. Kesehariannya dijalani seperti biasa, berpura pura jadi anak perguruan tinggi sambil mengawal seorang tuan putri. Sesekali menghadiri acara yang dibuat oleh kumpulannya sekedar menjalin tali silaturahmi, kalau malam mencari petunjuk sambil iseng iseng mencari calon arwah. Mencari calon arwah? Ya, kalian tak salah baca. Dibalik bar Tranpawlity, dibalik Pawilion sang penyedia jasa pengawal elit dan pemilik bank informasi, sebenarnya mereka semua adalah prajurit pencabut nyawa berkedok manusia. Apa alasannya membuat usaha malam? Itu mesti tanya Lu Xifur. Di mata Cleo, semua itu hanyalah sebatas mainan ayah angkatnya. Yang tidak bisa dipungkiri juga hasil dari usaha tersebut bukan main banyaknya sampai sampai dirinya ikut kecipratan produk produk terbaik tawaran kapitalis. Apakah yang lain ikut kecipratan? Sepertinya iya, mengingat hampir setiap bulan rekan kerjanya datang dalam pakaian baru hasil maha karya desainer emmm... aneh sebutannya? Intinya, pakaian yang dikenakan dilengkapi banyak slot guna menyembunyikan senjata. Contohnya seperti sekarang ini, di balik hoodie tanpa resleting dan celana pendek yang ia kenakan terdapat slot khusus yang ia gunakan untuk menampung sejumlah kartu random dan dompet. Well, memang sepele, tapi suatu saat kartu kartu itu akan menyelamatkannya dalam kondisi genting.
Cling! Suara bel berdering begitu pintu mini market dua puluh empat jam di buka. Memberikan akses kepada Cleo yang kini tengah menjinjing sekantong besar penuh berisikan bahan pangan segar. Cleo menatap langit malam sejenak sebelum melangkahkan kakinya hendak kembali ke penthouse. Melewati jalan sepi ditemani ringkikan jangkrik dengan lampu jalan remang remang. Melewati rumah demi rumah hingga bulu halusnya merespon memberi sinyal bahwa dirinya tidak sendirian. Satu... tidak... empat... tidak... ada lebih dari sepuluh manusia yang membuntutinya. Cleo tetap berjalan kedepan santai pura pura bodoh sampai tibalah dirinya berhadapan dengan pengawal yang sempat tumbang di tangannya. Pengawal itu tampak senang bertemu Cleo menyiratkan pesan sebentar lagi akan ada ajang balas dendam. Tampak yakin pula karena kini Cleo sudah dikepung. "Apa boss mu yang inisiatif memberikanku kejutan?" tanyanya sambil menyingkirkan kantong yang di jinjing ke tepi jalan.
"Boss benci kekalahan, jadi dia memberimu kejutan lebih banyak. Dan mengingat bagaimana kau mengalahkanku..." menaikkan kedua alis. "Aku angkat topi, itu pertama kalinya dalam sejarah aku di kalahkan."
"Sama sama, ini juga pertama kalinya berantem jadi lebih menyenangkan untukku." dalam tanda kutip dengan manusia.
"Kalau begitu boleh kita mulai?"
Begitu aba aba di angkat, para curut di belakang Cleo langsung melancarkan serangan beriringan. Dalam sekejap mata memandang, Cleo menghilang dari pandangan mengejutkan mereka semua namun tidak untuk kapten mereka. Muncul kembali, tahu tahu sudah berada di belakang para curut siap menyerang dengan kartu tersemat di setiap sisipan jarinya. Seketika itu juga tawa para curut meledak meremehkan.
"Ini bukan adegan film nona! Jangan buat kami tertawa!"
Dan tawa mereka berhenti begitu kartu melayang lurus menyayat nadi pada leher. Menyayat pipi kapten mereka yang kini mulai meneteskan cairan berwarna merah kental. Menyayat mental para curut yang kini sisa tiga orang masih tegak berdiri dengan kaki mulai gemetar.
"Hei! Bangun!" Salah satu dari curut itu menendang rekannya, mulai mundur saat sadar yang ditendang sudah tak bernyawa.
Seulas senyuman tersemat di bibir Cleo. Baginya curut curut itu hanyalah pengganggu, ia lebih tertarik dengan kapten mereka yang masih kokoh di ujung sana memasang wajah tak terbaca selain terpancar aura bersemangat.
Sayang saja ketika suasana terlihat mulai asik, bulu halus Cleo merasakan keberadaan sosok familiar bukan spesies manusia muncul. Kucing tuxedo berjalan diatas pagar yang terbuat dari tumpukan batu balok berwarna abu abu ke pasiran tertata rapi masuk ke dalam medan pertempuran. Mengeong hanya Cleo yang paham apa yang dikatakan kucing itu. Ini artinya selesai sudah kesenangan Cleo sampai disana.
Meow Meow "Remus! Gabriel!" dua pedang mulai terlihat solid di sisi kiri dan kanan kucing tuxedo tersebut. Yang satu berwarna hitam kehijauan yang satu lagi berwarna merah crimson. Melayang dalam putaran kencang menebas manusia dihadapan mereka membelah menjadi dua bagian, menghilang ditelan udara tanda kedua pedang tersebut sudah selesai menjalankan tugas. Lu Xifur merubah bentuk tubuhnya menjadi manusia tanpa busana, menjentikkan jari mengangkat semua mayat di sana menjadi debu. "Aku tidak pernah memintamu untuk bermain dengan manusia." tegur nya pelan.
"Aku tidak, ini perkara Sang In!" ketus, jelas terlihat sebal.
"Hmmmm..." memilih percaya saja, Lu Xifur basa basi mengganti topik. Dimulai dari menanyakan kabar hubungan Cleo dengan Sang In. Mengganti air wajah yang tadinya dilipat berubah riang gembira. "Hmmmm? Ku anggap hubungan kalian jauh lebih baik dari yang ku kira."
"Terlihat gamblang kah?" Yang ditanya senyum mengangguk. "Well, ku rasa aku mulai move on dari Gui Yin."
"Uhu? Terus?"
"Kurasa aku mulai menyukai Sang In." malu malu.
"Sempurna! Karena suasana hati mu sudah kembali baik bagaimana kalau kita bicara di tempat lain yang lebih aman?"
"Eh?" rupanya ia termakan jebakan! Ia kira dirinya betulan di dengarkan!
Lu Xifur merubah kembali bentuk tubuhnya ke bentuk kucing. Melompat ke dalam hoodie menikmati rasa hangat dari punuk Cleo.
"Uh menyebalkan! Aku bukan mesin penghangat ayah!" dan komplainan nya sama sekali tak di gubris.
.
.
.
Di atas gedung tak jauh dari hotel bergengsi bintang lima. Dua kucing saling mengeong satu sama lain tengah berkomunikasi sambil melihat ke salah satu jendela tak tertutup honden memberikan pemandangan pemilik acara tempo hari yang bisa bisanya repot repot mengejar sampai ke Jepang cuma untuk balas dendam.
Pria itu tampak kesal membanting gelas yang dipegang ke hadapan pria yang diduga adalah sekretarisnya. Mengusir dengan tangan menunjuk ke arah pintu lalu duduk bersandar di sofa yang menghadap ke arah luar menyajikan pemandangan kelap kelip kota di malam hari.
Sejenak Cleo bertanya tanya apa urusan ayah angkatnya dengan pria itu, namun nampaknya apa yang ia pikirkan bisa dibaca lantaran Lu Xifur mengeong menyatakan pria itu adalah targetnya hari ini.
"... meresahkan, bisnisnya adalah membuat investasi bodong, dan ciri cirinya mirip dengan deskripsi bandar serum ..." masih tetap ngoceh Lu Xifur mengeluarkan benang samar dari cakarnya, dan benang tersebut mengikat leher yang dituju dari kejauhan hingga terbatuk mengeluarkan darah dan mati terkapar.
Emmm... terlepas dari meresahkan... bukankah mengeneralisir penampilan seseorang dengan bandar serum termasuk keterlaluan? Seketika itu Cleo seakan merasakan apa yang dirasakan Sang In tempo hari saat dirinya melakukan tindak kriminal di dalam gang. Lalu bertanya tanya kepada dirinya sendiri sejak kapan dirinya peduli. Namun tak ada jawaban yang di dapat. Cleo menggelengkan kepalanya pelan mengusir rasa tak nyaman yang melanda memaksakan dirinya fokus pada pekerjaannya. Pekerjaan yang tak bisa mengenal kata belas kasihan. Ya! Itu dia! Sungguh alasan yang kuat untuk tidak melibatkan hati ke dalam profesionalitas. "Aku punya ide!" serunya dalam mengeong. "Bagaimana kalau kita pergi ke Definitely buy the way? Runefall pasti tahu sesuatu soal serum vampir."
"Itu luar biasa!" dalam nada naik turun lebih terkesan Cleo tidak dipercaya kontras dengan kalimat selanjutnya. "Mengingat mereka penjual barang mistis pasti kita bisa memerah sesuatu dari mereka. Siapa sekarang yang mengelolah toko?"
"Daniel Runefall, generasi entah sudah yang keberapa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blooming Pleasure
Vampire*Note : Buku ke 13 O Yen [search : mencret9x] Wejangan ada banyak misteri di dunia ini yang tidak diketahui oleh manusia tampaknya memang benar, salah satunya adalah spesies manusia jadi jadian yang rupanya hidup berdampingan di tengah lautan manusi...