Terjadi dua kali

20 2 0
                                    

Pesta yang melelahkan akhirnya usai juga. Dan kini Sang In sudah selesai berpamitan hendak meninggalkan lokasi. Namun baru saja sebelah kakinya melangkah keluar dari ruang pesta tersebut, kakek sudah memanggil. Minta ditemani pergi ke Pawilion. Menggunakan mobil yang sama. Sudah bisa ditebak percakapan macam apa yang akan dibawa. Tak jauh dari hubungannya yang harus terjalin baik dengan Cleo, tak jauh dari wejangan bagaimana bertingkah layaknya seorang istri. Ya ampun, zaman apa ini sampai sampai dirinya harus bersikap penurut kepada siluman yang bahkan kastanya saja tidak lebih dari dirinya. Sang In cuma mengiyakan asal yang penting kakeknya segera diam. Berbeda sekali dengan percakapan bersama Cleo yang terkesan lebih hidup. Yah maklum saja Cleo cukup pandai berkata manis mengikuti permainan. Wanita itu bahkan bisa menyanjung kakek yang kini perlahan tapi pasti terbang kegirangan. Sang In memilih menatap keluar jendela hingga mereka tiba di parkiran. Keluar dari mobil saat pintunya sudah dibukakan oleh Cleo. Wanita ini benar benar tahu cara memenangkan hati kakek. Cukup bersikap sesuai harapan pria tua bangka itu maka sukseslah satu poin di cetak.

"Ngomong ngomong, kakek ngapain kemari?"

"Minta diberi pengawal tambahan, besok kakek ada pertemuan dengan perusahaan sebelah."

Hmmmm... berlebihan sekali... masa satu pengawal tidak cukup... Sang In mengintil dari belakang seperti biasa. Masuk ke gerbang utama melewati Tranpawlity, nampaknya tempat itu sama sekali tidak berubah. Tetap bising dan isinya kumpulan orang orang elit.

Kali ini yang menjamu mereka bukan pria gemulai melainkan pria kekar berwajah garang. Dan seperti pertama kali, kakek menyebutkan nama Pawilion untuk diantarkan ke tempat dimana Tuan Lu berada.

Pria itu tampak asik memandang bulan purnama penuh dari pinggir tempatnya berada. Menoleh begitu suara kaki mereka mengeluarkan suara lalu pergi mendekati meja kerja. Merentangkan sebelah tangan mempersilahkan duduk. Akan tetapi Cleo yang seharusnya berdiri di belakang Sang In malah berdiri di belakang Tuan Lu. 'Tetap setia kepada ayahnya...'

"Tuan Yoon! Terima kasih sekali atas daftar nama yang diberikan tempo hari! Bank informasi ku jauh lebih baik sekarang." Sumringah.

Kakek tertawa ikutan sumringah. "Senang mendengarnya."

"Jadi apa yang kau butuhkan kali ini?"

"Aku yakin kau bisa menebaknya meski tidak ku katakan."

Tuan Lu tertawa garing membalas permainan tebak tebakan tersebut. Menyudahinya dengan kalimat. "Tidak baik berasumsi duluan."

Dan kakek pun memasang wajah bersungut.

.

.

.

Merasa bosan dengan percakapan politik tak berkesudahan, Sang In memutuskan mengistirahatkan diri ke toilet. Di ikuti oleh Cleo yang mengekor dari belakang. Wanita itu tampak tenang meski sedari tadi sejak di pesta tidak ada sepatah katapun yang keluar. Meningkatkan pertahanan Sang In yang mulai berprasangka buruk kalau kalau ada yang sedang disiasati oleh wanita itu. Sang In meminta Cleo untuk menunggunya di luar. Masuk ke dalam dan, lagi lagi dua manusia yang mengusik ingatan Sang In tengah bertengkar di dalam bilik. Menarik urat di pelipisnya yang mulai jengkel mendengar serum vampir lagi. Ya, ia sedang sensitif terhadap topik itu.

Tapi siapa yang menyangka kalau hal yang sensitif terkadang bisa berujung baik? mengabulkan permintaan sesaat, yang hampir mustahil untuk terjadi dua kali. Serum yang dipertaruhkan terbang melayang kembali untuk yang kedua kali menancap di bokong Sang In. Rasa kebas yang familiar melanda. Kali ini, Sang In bisa bertahan bahkan mencabut selongsong serum yang telah habis diserap tersebut tanpa bantuan. Seakan tenaganya bertambah berlipat ganda, dalam satu genggaman kuat selongsong serum tersebut pecah menjadi serpihan. Apakah ia marah? Jawabannya adalah tidak... well sedikit. Karena kini dirinya sudah mencekik dua manusia tersebut, dihantam ke dinding, mengancam akan mencabut nyawa dua manusia itu bila berurusan kembali dengan barang mistis. Mengundang Cleo yang sepertinya mendengar kegaduhan. Wanita itu berusaha mencermati keadaan disana lalu mengeluarkan sekantong serbuk berwarna pink dan dilemparkan ke kedua manusia yang dicekik Sang in. Detik itu juga kedua manusia itu berubah memaki Sang In seakan ingatannya sudah hilang ditelan entah kemana. Meronta minta di turunkan dan Sang In mengabulkan permintaan tersebut.

Blooming PleasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang