Bencana untuk si kucing

16 2 0
                                    

Klack! Tanda daun pintu sudah di kunci. Cleo kini duduk di samping ranjang memeluk kakinya merasakan suhu badannya mulai meningkat seiring dengan siklusnya yang sudah memunculkan tanda tanda sebentar lagi akan datang. Ia mengingat kembali aroma yang sempat masuk kedalam rongga penciumannya jauh dari pengharum pakaian. Aroma yang lembab dan memabukkan. Aroma yang paling ia benci di saat saat seperti ini lantaran tali kekangnya sulit dikendalikan. Dan ia lupa membawa obat penekan gairah ke dalam kamar... benar benar fantastis. Sungguh persiapan yang kacau. Sekacau isi kepalanya yang mulai berkabut. Namun ia tak bisa bergerak kemana mana kecuali Sang In akan menjadi sasaran empuk dan ia tak ingin itu terjadi. Hubungan mereka mungkin legal di atas kertas namun tidak secara mental, dan ia tak ingin hubungannya hancur cuma karena siklus sialan ini. Apapun yang terjadi pokoknya ia harus bertahan entah bagaimana caranya sampai malam tiba dan Sang In sudah tertidur lelap.

.

.

Dikala Cleo sibuk mengurung diri. Sang In kedatangan tamu tak lain adalah ayah mertuanya. Berkunjung seakan tahu apa yang terjadi pada wanita itu meski tidak banyak berbicara cuma menyodorkan tiga strip obat bertuliskan suppressant dan pelumas? Sang In mengernyitkan dahi keheranan namun pria itu cuma berkata untuk jaga jaga saja yang sepertinya Sang In sudah mulai menangkap gambarang apa yang sebenarnya tengah terjadi.

"Pastikan saja Kè Lóu minum obatnya, kau akan baik baik saja." lalu pamit.

Benar benar ayah yang aneh. Atau memang ini cara para siluman berinteraksi? Entahlah. Yang pasti sekarang Sang In harus berpikir keras bagaimana caranya memberikan semua barang barang ini tanpa mengganggu kucing yang sedang lapar, mengingat sebelumnya dirinya sempat mendapatkan ancaman. Well, mungkin ia bisa menjangkau dengan menaruh semua benda ini di depan kamar lalu pergi. Yang rupanya tak berjalan mulus lantaran dirinya lupa membawakan air. Lalu sekali lagi di jam makan siang dan malam yang mengakibatkan perut Cleo melilit akibat kuatnya obat yang di telan. Membuat mereka akhirnya berpapasan di tengah malam karena Cleo akhirnya keluar dari sarang mencari makanan sedangkan Sang In keluar untuk mengambil kantong darah. Sungguh sebuah kebetulan yang kacau. Karena kini taring Sang In merespon suhu hangat di sekitar Cleo siap di tancap. Sedangkan Cleo berusaha menahan nafas sedari tadi keluar kamar agar tak mencium aroma Sang In yang mengudara di setiap ruangan yang sering dilalui wanita itu, namun gagal akibat oksigen yang menipis.

Cleo berusaha mengambil oksigen sebanyak mungkin dikala menutup hidung dengan kerahnya yang sama sekali tak membantu. Menatap tajam Sang In yang malah melangkah maju mendekat. Menawarkan bantuan yang sudah jelas tak ada yang bisa mereka lakukan selain menunggu siklus keparat ini menghilang dengan sendirinya kecuali... ah lupakanlah... bukan ide baik.

"Kau mau ramen?"

"Eh?" ini bukan saat yang tepat untuk makan ramen manis, sebenarnya Cleo yang tak paham arti dari kiasan tersebut.

"Jangan membuat ku mengulangi." merona. "Ini yang pertama untuk ku jadi... jangan berharap terlalu banyak." Sang In mendekat merapatkan jarak. Menangkup sebelah pipi Cleo dan Cleo kehilangan kendali seutuhnya.

Dihirupnya aroma Sang In dalam memenuhi rongga dadanya yang lapar. Melumat bibir tersebut kasar. Mendapat robekan akibat taring yang panjang. Cleo membopong Sang In masuk kedalam kamar. Separuh melempar ke atas ranjang. Ia merangkak bagai kucing pongah siap melahap hasil buruannya. Mencumbui Sang In dan malam tersebut menjadi malam yang panas. Malam yang ganas pula, karena Cleo banyak kehilangan darah dikala Sang In tak kuasa mengendalikan rasa hausnya. Lantas apa yang membuat Sang In menawarkan diri? Cleo tak berani bertanya tak sanggup menerima jika kenyataan pahit yang datang. Jadi yang ia lakukan adalah menyambut sinar matahari nan jahil memaksa masuk dari sela sela hordeng menyiratkan tanda dirinya harus segera bangun. Merapikan berbagai macam cup ramen yang ia makan di sela sela jeda istirahat semalam. Dan telepon pintarnya berbunyi. Menunjukkan nama yang ia kenal namun tidak dekat. Cleo mengangkat panggilan tersebut tak ingin mengganggu tidur Sang In lebih lama lagi. Menyapa pria di seberang sana yang rupanya sudah menyiapkan cetakan catatan dari kelas yang sempat terlewatkan. Cleo memutuskan untuk ikut pada kelas berikutnya demi mengambil catatan tersebut. Menutup sambungan dan rupanya dari tadi Sang In sudah membuka mata. "Sejak kapan kau terjaga?"

Blooming PleasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang