Chapter -35

2.3K 234 2
                                    

-Happy reading-







Decision Room, dalam bahasa Inggris diartikan dengan ruang keputusan. Yang dimana, kasus-kasus besar yang melibatkan siswa akan ditangani didalam ruang tersebut, tentunya jika kasus siswa masuk kedalam decision room sudah dipastikan hukumannya tidak main-main. Siswa yang terkena kasus akan disidang, dan hasil dari sidang itulah yang nantinya akan menentukan kehidupan siswa disekolah itu.

Mengapa harus di sidang? Karena sekolah tidak ingin terlibat kepolisian, karena ketika siswa bermasalah keluar sekolah tentunya pihak sekolah tidak mempunyai tanggung jawab, dan status siswa yang bermasalah itu pernah sekolah di IHS akan ditutup. Pihak sekolah tidak ingin nama baik sekolah tercoreng, jika sampai terjadi, sudah pasti para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di IHS akan dibatalkan jika sekolah tersebut terkena skandal. Makannya, sampai sekarang IHS yang dikenal orang itu sekolah favorit yang tidak ada noda hitam, padahal pihak sekolahnya saja yang pintar menyembunyikan.

Bagaimana jika ada murid yang membocorkan? Tentu tidak ada, karena selain para murid yang berstatus sekolah di IHS tidak ingin sama dijelekkan, mereka juga sebelum masuk ada perjanjian terlebih dahulu, seperti harus menyimpan rahasia sekolah.

Murid-murid biasanya menyebutnya dengan ruang sidang. Yang dimana guru BP sebagai pemberi keputusan, kepala sekolah sebagai penuntut, ketua OSIS dan sebagian guru sebagai saksi. Untuk terdakwa tentunya akan diwakili orangtua begitu juga korban. Jika sang korban tidak mempunyai wali, ia bisa meminta bantuan pada kerabatnya.

Seperti keadaan Amalia saat ini, duduk disebelah kanan berdampingan dengan Regan yang menjabat sebagai walinya. Sedangkan dibagian tengah, terdapat Alin yang duduk diantara kedua orangtuanya. Ruang sidang ini sudah berjalan 15 menit yang lalu, dan hasil belum keluar. Orangtua Alin masih mengelak dan memberi beberapa kalimat untuk menolak bahwa Alin bersalah.

"Pak tidak bisa seperti ini!? Alin tidak mungkin melakukan hal seperti itu"ujar ayah dari Alin atau biasa disebut, Bandon.

"Tapi bukti dari rekaman suara tersebut menunjukkan bahwa suara tersebut memang suara Alin. Anda kan sudah mendengarnya, anda berarti tahu itu suara anak anda sendiri"balas Pramudya, kepala sekolah.

Brak!

Ibu dari Alin yang bernama Lia menggebrak meja, ia berdiri dan menatap nyalang pada kepala sekolah tersebut.

"Pak rekaman suara bisa saja dimanipulasi, jadi itu gak bisa dijadikan bukti"sentak Lia.

Sedangkan anaknya, Alin hanya diam, ia yang sebagian tersangka belum diperbolehkan untuk berbicara.

"Benar! Lagian didalam rekaman itu bukan hanya ada suara anak saya saja! Ini tidak adil untuk anak saya"sahut Bandon.

"Bisa saja kan itu hanya orang iseng yang ingin menjatuhkan anak saya, dan memanipulasi suaranya "lanjutnya.

Sedangkan di meja depan pak kepala sekolah dan guru BP, pak Ali, menghela nafas lelah menghadapi kedua manusia tersebut. Dari awal datang kedua orangtua Alin sudah marah-marah tidak jelas, membuat pak Ali dan pak Pramudya kesal.

"Bagaimana jika kita mendengar penjelasan Amalia?"usul pak Pramudya.

Amalia yang merasa namanya disebut pun berdiri dari duduknya. Dengan muka melasnya ia berbicara.

"Aku tidak tahu, tapi waktu itu aku di sekap di ruangan yang gelap, aku hanya melihat satu orang pria tapi tidak melihat wajahnya, aku berhasil kabur karena aku berusaha"ucapan Amalia setengah benar dan setengah dusta, Alin yang mendengar tentu bingung, bagaimana mungkin Amalia tidak tahu?

"Lihat kan pak! Pernyataan Amalia itu tidak bisa dijadikan bukti! Karena kita butuh bukti bukan cuma omongan!"sela Lia.

"Harap diam nyonya!"tegas pak Ali.

Princess In The Future [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang