Dean cuma ban serep?

1.7K 242 5
                                    

Ternyata Cla jauh lebih tegar dari yang aku kira. Dia gak nangis, apalagi pingsan. Bersama tamu lainnya ikut memberi ucapan selamat pada mantannya.
Aku juga ikut kasih selamat meski gak kenal, karena aku partner Cla malam ini. Jadi aku wajib selalu ada di sampingnya.

"Selamat ya Dean, Sab. Semoga langgeng sampai ke pelaminan."

"Makasih Cla, kamu udah mau dateng." Cowok bernama Dean itu melirikku yang berdiri disamping Cla. Seakan sedang menebak-nebak siapa aku ini. Pacar baru  Cla kah?

"Siapa nih, Cla? Kok gak dikenalin sih sama kita?" Perempuan di samping Dean sengaja melingkarkan tangannya di lengan sang tunangan. Memamerkan kemesraan sekaligus mengklaim hak milik, cincin berlian di jari manisnya berkilauan terkena cahaya lampu.

"Oh ya, ini Mahesa..."

"Pacar baru Clarissa, sekaligus calon suaminya," potongku cepat. Memeluk bahu Clarissa, tak peduli raut kaget gadis itu dan tatapan terkejut Dean.

"Oh, gitu. Sudah berapa lama kalian saling kenal?" tanya perempuan itu lagi.

"Hampir dua puluh tahun.." kataku. Aku memang gak salah, hampir selama itu kami saling kenal, karena ibuku bekerja di kediaman Samodro sejak aku umur 8 tahun. Sejak bapak meninggal..

"Dua puluh tahun?"

"Sebenarnya Clarissa itu pacar masa kecilku. Karena aku sering bepergian hubungan kami jadi putus nyambung, hingga Clarissa pacaran sama cowok lain. Tapi sebenarnya kami tetap saling mencintai kok, terlepas dari  masing-masing kami yang pacaran sama orang lain." Sambil bicara mataku tak lepas menatap Dean yang mengerutkan alis tak
suka, aku juga masih memeluk Clarissa.

"Pacar masa kecil? Jadi selama kita pacaran ternyata kamu diam-diam mencintai cowok lain Cla? Jadi aku ini cuma pelarian kamu? Jadi sebenarnya kamu sudah punya pacar?"

"Gak diam-diam, aku tahu kok Cla pacaran sama kamu waktu dia sama aku."

"Dan kamu gak marah di duain gitu?" Perempuan tunangan Dean bertanya padaku dengan heran.

"Kenapa harus marah kalau Cla Cintanya cuma sama aku dan yang lainnya cuma ban serep?" kataku santai.

"Aku gak nyangka Cla, sama sekali gak nyangka..." Dean bergegas pergi diikuti perempuan itu.

"Dean, sayang.. tunggu sayang..."

"Are you oke?" Aku berbalik menatap Clarissa yang sedari tadi diam saja. Aku tahu selama ini ia menyembunyikan perasaannya. Aku tahu tangannya gemetar saat tadi memberikan ucapan selamat pada Dean. Aku juga tahu ia berusaha agar terlihat tegar dan bersikap seolah baik-baik saja meski dia tidak baik-baik saja. Ajaib sampai sekarang ia belum pingsan.

"Aku.. aku mau pulang.."

"Oke.." Aku mengangguk dan tak berkata apa-apa lagi.

Dan tangisan Clarissa pecah saat kami sudah berada di dalam mobil. Tangisannya begitu memilukan. Selama ia menangis aku sama sekali tidak bersuara. Aku biarkan ia menangis sepuasnya. Hanya memberikan tissue untuknya menghapus air matanya. Mungkin
dengan menangis perasaannya akan menjadi lega.

"Aku memang bodoh kan? Kamu pasti juga nganggap aku bodoh udah nangisin cowok yang udah jadi milik orang lain." Akhirnya Clarissa berhenti menangis. Matanya memerah, tapi masih cantik.

"Nggak. Wajar kok orang yang putus cinta itu nangis. Asal jangan sampai bunuh diri, itu baru yang namanya bodoh. Idiot malah."

"Tapi aku nangisin orang yang jelas-jelas sudah mengkhianati aku."

"Apa kamu lupa? Dia kan tahunya kamu yang mengkhianati dia, yang anggap dia ban serep." Aku mengedip jenaka. "Kita pacar masa kecil kan?"

Clarissa tercengang, seakan baru saja mengingat apa yang terjadi tadi di pesta. Semua ucapanku dan kemarahan Dean yang mendadak pergi begitu saja.

"Thanks, Sa. Kamu udah nyelametin harga diri aku di depan Dean."

"Cuma ucapan terima kasih nih?"

"Hah? Memangnya apalagi?"

"Cium boleh, lebih dari itu juga gak apa-apa."

"MAHESA! Dasar gak tahu malu!"

Dan pukulan bertubi-tubi aku terima dari Clarissa, gak apa-apa. Aku lebih suka dia ngamuk begitu daripada nangis-
nangis gak jelas kayak tadi.

YOU ARE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang