Saat Clarissa memelukku, dia juga memajukan wajah dan menciumku. Karena tinggi badan kami, dia agak berjinjit. Tangannya melingkari leherku. Aku sempat tertegun dengan inisiatifnya yang menciumku duluan. Waktu kami ciuman pertama kali dia masih dalam pengaruh alkohol, tapi saat ini aku tahu dia tidak dalam pengaruh apa-apa. Kenapa dia menciumku?
Tanganku memeluk pinggangnya, menarik tubuhnya agar lebih dekat ke tubuhku, menciptakan suasana intim di antara kami. Membalas ciumannya dengan segala keahlian yang aku miliki. Kenapa bibirnya begitu manis?
Entah berapa lama kami berciuman, saat bibir kami berpisah kulihat wajah cantiknya yang memerah.
"Udah?" tanyaku menatapnya. Clarissa menatapku bingung. "Masih mau?"
Aku melepaskan tautan di antara kami. "Udah lapar belum?"
"Sa, kamu dengar aku tadi ngomong apa?"
"Ehm?"
"Aku kangen kamu. Seminggu kita gak ketemu."
"Karena itu kamu datang ke sini?"
"Gak boleh?"
"Aku gak bilang gak boleh. Tapi gimana kalo keluarga kamu tahu kamu sering diam-diam nemuin aku? Apa mereka gak marah?"
"Kenapa harus marah? Mereka kan udah tahu kamu. Tahu ibu. Jadi kenapa harus marah?"
Aku tersenyum kecil, gadis naif, meski mereka tahu aku, kenal aku dari kecil, tapi tetap saja di mata mereka aku cuma anak pembantu. Apa dia tidak sadar dengan perbedaan status di antara kami? Sekuat dan sekeras apapun aku memanjat tangga sosial di antara kami, perbedaan di antara kami terlampau dalam dan jelas.
Aku bisa membayangkan betapa murkanya mereka jika tahu, anak gadis bungsunya yang cantik, berani mencium laki-laki yang notabene anak pembantu yang bekerja di rumah mereka.
"Clarissa, kamu suka aku?" Aku menatapnya tajam.
"Ya."
"Kenapa kamu suka aku? Sebagai laki-laki atau sebagai tempat pelarian karena baru di tinggal pacar?"
"Sebagai laki-laki," jawabnya cepat dan tegas. "Aku tidak pernah menganggap kamu sebagai pelarian, apalagi pengganti Dean. Kamu dan Dean... kalian berdua berbeda.."
Aku mengangkat satu alis. Walau sebenarnya cukup terkejut dia menjawab begitu cepat dan tegas. Tidak ada keraguan sedikitpun di matanya. Tidak, aku tidak melihat keraguan itu. Menyilangkan tangan di depan dada, menunggu kata-kata lanjutannya.
"Aku... aku belum pernah seperti ini sebelumnya... pada pria manapun yang pernah dekat sama aku.. tidak juga dengan Dean. Tapi baru sama kamu aku kayak gini."
"Kamu baru beberapa hari dekat sama aku, dan kamu sudah menyalah artikan perasaan kamu sama aku sebagai rasa suka?"
Ya, kami sudah kenal selama 20 tahun, selama ini tidak pernah dekat. Hanya sebatas hubungan majikan dan anak pembantu. Dan baru beberapa waktu saja kami dekat, saat aku menemani Clarissa
ke pesta pertunangan mantan pacarnya. Baru saat itu kami dekat dan sekarang dia bilang dia suka aku? Clarissa, apa kamu bercanda?"Aku tahu kita dulu gak dekat, kamu lebih akrab sama Kak Jane. Tapi perasaan kayak gini, siapa orang yang bisa mengendalikan perasaannya sendiri? Siapa orang yang bisa memilih dengan siapa dia suka? Perasaan ini datang begitu aja, apa kamu percaya aku lebih sering mikirin kamu daripada mikirin Dean.. dia udah gak berarti apa-apa lagi buat aku. Aku bahkan udah gak sakit hati lagi saat ngeliat Dean dan Sabrina berduaan di kampus..."
Mahesa, seorang gadis cantik, sexy dan kaya sedang menyatakan perasaannya padamu. Pasti sulit untuk dia berkata seperti itu padamu, apalagi dia seorang perempuan. Perempuan cantik yang memiliki segalanya, pikirku menatapnya. Kenapa perempuan secantik ini harus menyukaiku? Apa kelebihan yang aku miliki hingga dia menyukaiku? Aku sungguh-sungguh tidak mengerti.
"Kalau aku bilang aku cuma menganggapmu sebagai seorang adik perempuan, gimana perasaan kamu?"
"Aku bukan adik perempuanmu!Aku gak mau kamu nganggap aku kayak gitu!"
"Kamu mau aku menganggapmu apa? Pacar? Kekasih? Teman kencan?" tanyaku. "Cla, jangan membuat hidupmu sulit karena suka sama aku."
"Sulit?"
Aku memijit pelipisku. Mencoba menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.
"Aku pernah cerita kalau dulu aku pernah punya pacar kan? Kamu tahu alasan kami berdua putus?"
"Karena dia selingkuh?"
"Gak semua perpisahan karena perselingkuhan, Cla. Kami pisah karena orangtuanya gak setuju hubungan kami."
"Kenapa?"
"Karena aku anak pembantu. Mereka gak mau memiliki besan seorang pembantu yang berasal dari kampung! Sedangkan mereka orang berpendidikan dengan gelar sarjana mentereng, tapi ibuku.. cuma lulusan SD! Itu tidak sepadan dengan mereka!"
"Cuma karena alasan itu dia mutusin kamu? Apa bedanya seorang pembantu dan sarjana?Di mata Tuhan kita sama!"
"Tapi gak sama di mata manusia!Sekarang kamu tahu kan kenapa kamu gak boleh suka sama aku?Karena kalau keluargamu tahu kita memiliki hubungan, mereka pasti gak akan setuju. Kamu bisa bayangkan keributan apa yang bakal terjadi nanti? Karena itu, sebelum terlalu dalam. Sebaiknya kamu hapus rasa suka kamu itu sama aku. Karena itu gak akan mungkin, hal yang mustahil buat kita bersama."
"Kenapa gak mungkin? Kenapa itu hal yang mustahil kalau kita bersama? Kalau kita saling cinta, gak ada yang gak mungkin kan?"
Rasanya aku ingin tertawa dan juga menangis atas kenaifan gadis cantik di depanku ini. Apa dia pikir hidup ini semudah apa yang dia pikir? Apa segala keinginannya akan selalu terlaksana? Berjalan sesuai keinginannya.
"Keluargaku gak akan seperti itu, Sa. Gak mungkin mereka bakal misahin kita berdua, hanya karena kamu dianggap gak sepadan buat aku. Apalagi cuma karena kamu anak seorang pembantu."
"Kamu yakin?" tanyaku tajam. "Kamu yakin mereka mau nerima aku? Yakin mereka gak akan misahin kita? Yakin kalau nanti hubungan kita bakal semulus dan selancar jalan tol? Kamu bisa jamin semua bakal baik-baik saja? Kalau kamu memiliki keyakinan sebesar itu, detik ini juga aku bakal setuju kita pacaran!"
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE (END)
RomanceMahesa sudah terbiasa dihina, terbiasa ditolak orang tua gadisnya saat tahu bila ia cuma anak seorang pembantu. Meski sekarang ia pria yang cukup mapan, seorang arsitek muda berbakat yang karyanya bahkan diakui dunia Internasional. Tapi itu tidak me...