Maaf

1.4K 194 4
                                    

Kebetulan pandangan kami saling bertemu, ia nampak membeku melihatku. Tapi kemudian menundukan kepalanya dan berjalan menuju meja di sudut bersama tunangannya. Kemudian ia tak lagi melihat ke meja kami.

"Itu Aidan Lesmana kan? Putra sulung Dandy Lesmana? Yang sama dia pacarnya ya?" Pak Robin yang juga melihat pasangan itu bertanya.

"Bapak kenal?" Aku balik bertanya.

"Siapa yang gak kenal Aidan dan reputasinya?" ucap Pak Robin agak sinis. "Teman saya, lawyer keluarganya. Dan dia sering sekali
menangani kasus yang dibuat Aidan."

"Kasus? Memang dia sering terlibat kasus apa, pak?"

"Gak jauh-jauh dari kekerasan terhadap perempuan. Kamu tahu artis cantik Larasati Damayanti?
Yang sekarang lagi terkenal karena sinetron yang dia bintangi. Dia itu mantan Aidan. Aidan pernah terlibat kasus pemukulan terhadapnya. Tapi berkat uang dan pengacara keluarganya dia bisa bebas dari tuntutan. Dia itu bajingan kaya yang beruntung."

Kekerasan terhadap perempuan?
Aku melihat ke arah meja mereka lagi yang sekarang ku lihat, Aidan sedang memesan menu pada pelayan dan Clarissa sibuk dengan ponselnya.

"Apa pengacara mereka sehebat itu, pak?"

"Saya jauh lebih hebat," ucap pak Robin sombong. "Waktu itu saya juga di hubungi keluarga Lesmana untuk menangani kasus Aidan, tapi saya tolak."

"Kenapa?"

"Saya benci laki-laki yang suka melakukan kekerasan pada perempuan. Mereka tidak bermoral," kata pak Robin lagi. "Sepertinya saya kenal pacarnya itu..."

"Itu tunangannya pak. Bukan pacarnya. Namanya Clarissa Samodro."

"Clarissa Samodro? Jadi dia putri Hendro Samodro? Apa yang ada di pikiran Hendro menunangkan putrinya dengan bajingan seperti Aidan Lesmana? Apa dia tidak tahu reputasi Aidan yang buruk terhadap perempuan? Sinting!" Pak Robin menggeleng-gelengkan kepalanya seakan tidak mengerti jalan pikiran Tuan Samodro.

Entah kenapa saat mendengar kalau Aidan suka melakukan kekerasan pada mantan-mantan pacarnya aku merasa cemas. Apakah aku mencemaskan Clarissa? Tapi apa hakku untuk mengkhawatirkannya? Kami sudah putus dan tidak memiliki hubungan apa-apa lagi.

"Apa reputasi Aidan seburuk itu pak?"

"Saya gak akan ngomong sembarangan kalau saya tidak tahu sendiri, Sa. Kamu gak percaya sama saya?" Pak Robin nampak tersinggung memandangku.

"Bukan begitu, Pak. Tapi sepertinya Aidan pemuda yang baik."

"Jangan tertipu dengan penampilannya. Di balik wajah tampannya dia itu monster. Kalau kamu gak percaya, saya bisa mempertemukan kamu dengan mantan pacarnya yang pernah menjadi korbannya. Gadis itu di aniaya sampai ginjalnya pecah. Sampai sekarang, gadis itu cuma hidup dengan satu ginjal. Harusnya Aidan Lesmana di penjara atau membusuk di neraka. Tapi kekuatan uang memang mengerikan."

"Kalau saya punya anak perempuan, saya tidak akan membiarkan anak perempuan saya berhubungan dengan Aidan. Tapi untungnya kedua anak saya laki-laki. Hendro pasti sudah tidak waras sampai menunangkan putrinya dengan seorang monster. Sayang sekali.. gadis itu sangat cantik. Semoga gadis itu baik-baik saja."

*****

Entah kenapa ucapan Pak Robin masih terngiang-ngiang di telingaku. Mungkin karena informasi yang kudapat mengenai Aidan atau karena aku mengkhawatirkan Clarissa.

Malam itu saat aku menelusuri berita di internet, aku membaca ada berita mengenai kekerasan yang dilakukan Aidan. Tapi disebutkan dalam berita itu bila kasus itu kurang bukti. Ada juga yang menyebutkan itu adalah pencemaran nama baik Aidan dan dilakukan pesaing bisnis dari keluarga Lesmana.

Namun apa mungkin pengacara sekaliber Robin panjaitan akan bicara omong kosong tanpa bukti? Sepertinya tidak mungkin.
Apalagi tadi dia bilang keluarga Lesmana pernah meminta kantornya untuk menangani kasus Aidan, namun dia tolak dan akhirnya kasus itu ditangani temannya yang juga pengacara.

Pengacara sekelas Robin panjaitan tidak akan bicara omong kosong, karena itu menyangkut kredibilitasnya sebagai pengacara terkenal. Apalagi beliau juga memiliki klien-klien kalangan atas dan pejabat. Bahkan ada pejabat dalam jajaran kabinet yang sekarang. Kalau kasus Aidan sampai tidak diperkarakan ke meja hijau, itu karena kekuatan uang keluarga Lesmana yang luar biasa. Benar-benar kekuatan uang sangat mengerikan.

Tapi hal itu tidak mencegah rasa khawatirku. Dan entah kapan tanganku sudah mengambil ponsel dan menelpon nomor yang sudah lama tidak ku hubungi dan tidak pernah menghubungiku.

Aku sudah menduga ia tidak akan sudi mengangkat telponku. Tapi aku tidak putus asa. Aku tetap menghubunginya. Dan entah pada dering keseratus berapa ia baru mengangkat telpon dariku.

"Hallo?" Suaranya terdengar dingin.

"Cla?"

Tidak ada sahutan.

"Cla, ini aku."

"Aku tahu."

"Kamu di mana?"

"Bukan urusanmu."

"Cla, ada yang ingin aku bicarakan."

"Aku tidak ingin bicara."

"Cla, please... ini tentang Aidan."

"Aku tidak tertarik." Nada suaranya masih dingin.

"Tapi kamu harus tahu.. aku mengkhawatirkanmu."

Keheningan tercipta diantara kami. Hingga aku sendiri dapat mendengar tarikan napasku.

"Aku mengkhawatirkanmu.."

"Khawatir?"

"Aidan tidak sebaik yang terlihat, dia.."

"Suka memukul perempuan. Itu yang mau kamu katakan?"

"Kamu tahu?" leherku terasa tercekik.

"Kamu pikir aku perempuan bodoh? Aku tahu Aidan, jadi kamu tidak perlu mengkhawatirkanku."

"Kamu tahu Aidan suka melakukan kekerasan pada perempuan. Tapi kenapa kamu masih mau bertunangan dengannya?"

"Tidak ada urusannya denganmu.
Mahesa, berhentilah menggangguku. Aku tidak akan mengangkat telponmu lagi di masa depan. Sebaiknya kita mengurus urusan kita masing-masing. Kamu tidak mencintaiku. Jadi berhenti mencemaskanku."

"Clarissa..." aku merasa tubuhku terasa lemah. "Maafkan aku..."

Maaf karena aku tidak berani memperjuangkanmu. Maaf karena aku bersikap kejam padamu. Maaf karena menjadi pengecut. Dan maafkan aku karena aku bukan lelaki yang bisa kau andalkan, yang telah menyakiti hatimu...

YOU ARE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang