Entah kenapa, hari senin terasa lebih melelahkan dari hari-hari lainnya. Pekerjaan yang menumpuk, sementara waktu terasa begitu pendek. Apa itu karena dua hari week end yang membuat hari senin terasa begitu berat? Berat buat bangun pagi dan juga berat buat melangkahkan kaki untuk beraktivitas lagi seperti biasa. Bergelut dengan segala kesibukan dan rutinitas sehari-hari.
Baru seminggu berada di Indonesia, bergulat dengan kesibukan menjadi orang kantoran. Tapi aku sudah rindu dengan tas ransel bututku, jaket hoodiku dan sepatu ketsku yang setia menemaniku backpackeran keliling negara.
Tapi aku juga tidak bisa begitu saja melalaikan tanggung jawabku dengan pekerjaan, aku memiliki belasan anak buah yang menjadi tanggung jawabku berhubungan dengan dapur mereka, anak buah yang hidupnya dan mungkin keluarganya tergantung pada proyek-proyek yang didapat kantor ini. Kalau tidak dari proyek-proyek itu dari mana sumber gaji mereka?
Karena menyadari kelangsungan hidup orang banyak itu yang membuatku tidak boleh menjadi orang egois, apalagi aku sadar untuk menunjang hobiku itu, aku tetap butuh uang. Yah.. uang memang bukan segalanya tapi segalanya harus dibeli dengan uang.
Aku sedang sibuk berkutat di depan komputerku, saat telpon berdering. Kulirik layar benda kecil mahal di depanku. Nama Clariss tertera di sana.
Entah kenapa gadis itu akhir-akhir ini sering sekali menelponku atau datang ke kantorku. Sekedar mengajak makan siang atau mampir dengan alasan mau nyobain makanan abang gerobak yang memang banyak yang mangkal di daerah sekitar ruko tempat yang aku sewa sebagai kantor. Siomay, batagor, mie ayam, bakso, dan juga makanan yang tidak pernah ia makan sebelumnya. Macam cilor atau sempol. Dan sepertinya dia jadi ketagihan dengan makanan-makanan kaki lima itu.
Kalau datang, meja di kantorku selalu penuh dengan makanan-makanan yang dia beli.
Dan biasanya Arya atau pegawaiku yang lain suka iseng bolak balik masuk ke kantorku. Cuma iseng mau lihat aku dan Clarissa yang mereka pikir pacarku, datang dengan alasan-alasan konyol yang tujuannya cuma satu: menggodaku atau nyari bahan gosip. Dan biasanya itu di pelopori oleh Arya, hingga yang lain ikut-ikutan. Dasar jomlo gak tahu malu! pikirku. Meski aku juga jomlo tapi gak seusil Arya, awas aja nanti kalo ada cewek yang datang nyariin dia, bakal aku ceng'in habis-habisan. Meski gak yakin juga bakal ada cewek yang
nyariin cowok buluk kayak dia."Hallo, Cla?" Aku mengangkat ponselku. Memijit pelipisku pelan, mataku agak perih mungkin efek terlalu lama di depan komputer. Tapi aku memang sedang di kejar tenggat waktu. Desain rumah klien baru ini harus secepatnya kuselesaikan. Klien baru anak konglomerat ternama negara ini,yang mau nikah. Dan rencananya mau membangun rumah baru untuk hadiah pernikahan. Rumah tiga lantai bernilai fantastik dan aku yang dipercaya merancang gambar bangunannya.
"Mahe? Ntar malam ada acara?"
"Nggak. Kenapa?"
"Temani aku ke ulang tahun temanku, bisa?"
"Ulang tahun?"
"Bukan ulang tahun yang meriah kok, cuma makan malam di restoran dengan teman-teman dekat. Paling cuma 10 oranganlah.
Bisakan?""Teman-temanmu semua pada bawa pasangan?"
"Kok tahu?"
Aku tersenyum tipis, meski Clariss gak akan bisa lihat. "Nebak aja. Karena gak mungkin kan kamu ngajak aku kalo teman-temanmu gak bawa pasangan?"
"Kamu kok pinter sih? Gimana?Bisakan temanin aku?" Suara Clarissa terdengar mendesak.
"Bisa.. tapi pake mobil aku ya ke tempat acara temanmu itu. Aku malas kalo harus bolak balik ke kantor lagi buat ambil mobil kalo pake mobil kamu."
"Oke." Tidak aku sangka jawaban Clarissa begitu cepat. Ku pikir dia bakal nolak hingga terjadi perdebatan panjang diantara kami. Tapi tidak aku sangka dia setuju begitu saja. "Nanti aku ke sana naik taksi."
"Jam berapa acaranya?"
"Jam tujuh."
"Oke, kebetulan aku bakal tetap di kantor jam segitu. Ada kerjaan mendesak yang mesti cepat aku selesaiin. Kamu datang aja."
"Oke, sampai ketemu nanti malam ya, Sa."
Aku menghela napas begitu telpon di tutup. Aku bukan orang bodoh, juga bukannya tidak peka. Aku mengerti sangat mengerti sekali kenapa Clarissa akhir-akhir ini menempel padaku. Bukan hanya karena ia butuh teman atau sekedar menjadikan aku partnernya dalam setiap acara yang dia datangi. Aku menyadari ketertarikan di matanya padaku. Bahasa tubuhnya sudah bisa mengatakan bila ia menyukaiku. Sebagai laki-laki.
Apa godaanku selama ini yang membuatnya tertarik padaku?Apakah Clarissa selugu itu yang tidak bisa membedakan mana candaan, mana yang serius?
Tidak, aku tidak ingin dia jatuh padaku. Bukannya aku tidak ingin disukai gadis secantik Clarissa. Tapi karena aku sadar, Clarissa bukan gadis yang bisa aku sentuh. Bukan gadis yang aku bisa terlibat hubungan dengannya. Karena ia seorang Samodro.
Selama ini aku tidak keberatan menjalin hubungan singkat dengan perempuan mana saja, one night stand dengan perempuan-perempuan cantik yang aku temui. Tapi satu-satunya yang selalu aku hindari adalah memiliki hubungan dengan anak gadis keluarga Samodro.
Bukan hanya karena statusku atau ibuku yang menjadi ART di rumah itu. Tapi juga akan terlalu merepotkan jika aku terlibat dengan keluarga Samodro.
Aku tidak ingin penolakan dan hinaan yang akan kudapatkan lagi jika berhubungan dengan gadis yang derajatnya terlalu tinggi buatku. Meski selama ini mereka baik padaku, tapi tidak tahu apa yang akan terjadi bila mereka mengetahui aku berhubungan dengan gadis bungsu mereka. Tentu saja tidak ada keluarga terpandang yang ingin memiliki besan seorang pembantu, apalagi pembantu yang telah bertahun-tahun mengabdi pada keluarga mereka.
Aku kembali memijit pelipisku yang sakit, aku harus memikirkan cara untuk membuat Clarissa menjauh dariku. Atau membuat ia tidak lagi menyukaiku. Karena aku bukan pria yang tepat untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE (END)
RomanceMahesa sudah terbiasa dihina, terbiasa ditolak orang tua gadisnya saat tahu bila ia cuma anak seorang pembantu. Meski sekarang ia pria yang cukup mapan, seorang arsitek muda berbakat yang karyanya bahkan diakui dunia Internasional. Tapi itu tidak me...