Aku baru saja turun dari taksi sambil membawa tas ransel 60 kiloku. Melangkah ke arah gerbang rumah yang menjulang tinggi di depanku. Di halaman rumah aku melihat mobil camry warna hitam baru saja berhenti, dua penumpangnya turun sambil menenteng tas belanjaan dari brand ternama. Dua gadis cantik yang sangat ku kenal.
"Hallo, non Jane," sapaku sambil nyengir lebar kepada kedua orang perempuan yang baru saja turun dari dalam mobil. Wanita yang kusapa berusia lebih tua dari gadis di sebelahnya. Berkemeja merah dengan rok mini hitam.
"Hei, Mahesa. Ya ampun, tambah coklat aja kulit kamu. Gimana gadis-gadis Uzbek? Cantik dong pasti. Ih iri deh sama kamu, jalan-jalan terooss.."
Aku tambah nyengir lebar mendengar celotehan Jane. Putri sulung dari keluarga Samodro. Keluarga tempat ibuku mengabdi selama ini.
"Tambah hitam maksudnya, non?"
"Tambah ganteng kok, Mahe. Siapa nih pacar kamu sekarang?Gak mungkin kan cowok seganteng dan semacho kamu gak punya pacar. Apalagi kamu kan sering keliling dunia, banyak ketemu cewek-cewek cantik. Gak mungkin kan masih jomlo. Aku aja kalo belum nikah pasti naksir kamu kok."
"Emang sering ketemu cewek cantik itu jaminan gak bakal jomlo non Jane?" Aku terkekeh mendengar ucapan Jane. Tidak menganggap serius candaannya itu. Sifatnya yang periang, supel dan ramah itu memang sudah terkenal.
Lagi pula mana ada anak majikan yang mau sama anak pembantu seperti aku? Meski dia bilang bakal naksir, tapi aku tahu dia cuma bercanda. Buktinya selama dia belum nikah, dia gak pernah tuh naksir aku. Padahal sudah kenal puluhan tahun. Aku cukup tahu diri kok.
"Gebetan sih banyak, non. Calon istri yang belum ada."
"Tenanglah, pasti ada cewek cantik yang akan nyantol sama kamu, Sa. Apalagi kamu ganteng begini. Kamu aja kali nih yang belum mau serius, masih seneng jalan-jalan."
Ucapan Jane memang jitu, aku memang masih enggan terikat. Masih betah jadi bujangan. Masih pengin bebas dan yang pasti masih pengin memuaskan hasrat travelingku mengunjungi negara-negara di belahan dunia lainnya.
Seperti saat ini, aku baru saja kembali dari keliling asia tengah dan beberapa negara di asia selatan selama dua minggu lebih bareng kedua sohib gilaku yang juga sama-sama hobby traveling.
Cuti dua minggu lebih, aku habiskan dengan menjadi backpacker keliling negara. Hobby yang kadang bikin ibuku menasehatiku panjang lebar. Menganggap aku tidak pernah serius dengan hidupku. Karena selama ini, aku belum pernah memperkenalkan satu orang gadispun pada ibu, sebagai pacarku.
Bukan berarti aku tidak pernah pacaran. Selalu ada one night stand atau cinta sesaat dengan gadis-gadis lokal atau sesama backpacker, biasanya cewek-cewek bule. Tapi aku tidak pernah menganggap serius. Karena mereka juga sama sepertiku. Itu cuma kesenangan sesaat. Yang sering terjadi dalam perjalanan sebagai backpacker. Meski tidak semua backpacker seperti itu.
"Lagian kamu jarang banget ada di Indo kalo libur ya. Pasti deh keliling negara. Kayaknya gak habis-habis deh duit kamu."
"Saya kebanyakan numpang di rumah orang kalo keliling negara, non."
"Hah? Kok bisa?"
"Pake komunitas couchsurfing."
"Couchsurfing? Apa itu?Komunitas peselancar?"
Belum sempat aku menjelaskan, Clarissa si bungsu keluarga Samodro sudah menyela. "Kak, ayo masuk. Panas nih," keluhnya.
"Oh, iya. Sorry deh Mahe, kamu mau ketemu sama ibu kamu kan ya? Aku sama Cla masuk dulu ya, nanti kita ngobrol-ngobrol lagi."
"Oke, non. Santai aja."
Kedua bersaudari itu segera melangkah masuk ke dalam rumah. Tapi sayup-sayup aku mendengar ocehan Jane pada adiknya.
"Mahesa ganteng banget ya, Cla. Gak kalah sama Dean, mantan kamu itu. Kenapa kamu gak minta tolong sama dia aja buat nemenin kamu ke pesta tunangannya Dean. Dia pasti mau deh. Lagi pula Mahe gak malu-maluin buat jadi gandengan kamu buat ke pesta Dean."
"Nggak usah." Aku mendengar suara Clarissa yang menolak usulan Jane. "Aku gak selemah itu buat minta orang pura-pura jadi gandengan aku, kak."
"Awas nyesel nanti."
Aku yang masih berdiri di tempatku tentu saja, masih bisa mendengar suara mereka, meski mungkin keduanya gak sadar aku bisa mendengarnya.
Aku bukan orang yang mudah minder atau tidak percaya diri. Aku hanya tahu diri. Alasan utama kenapa sampai detik ini aku belum pernah serius pacaran dengan seorang perempuan, karena aku tahu sangat sulit menemukan perempuan yang mau menerima diriku apa adanya. Terutama dengan statusku.
Bila adapun seringnya orangtua mereka yang tidak menyetujui hubungan kami.
Aku mungkin lulusan terbaik UI. Pernah bekerja di perusahaan arsitektur ternama di Jakarta, meski sekarang aku memiliki kantor arsitekturku sendiri. Tapi itu tidak membuat orang lupa akan statusku.
Anak pembantu, bocah kampung miskin. Meski sekarang aku sudah bisa dibilang mapan, tapi tetap saja. Saat orangtua gadis yang kucintai tahu aku anak pembantu dan mereka akan memiliki besan seorang pembantu. Wanita miskin tidak berpendidikan yang cuma lulusan SD, mereka akan langsung menolakku. Melarang anak gadisnya berhubungan denganku lagi.
Tapi aku tidak pernah malu menjadi anak dari seorang pembantu. Sebaliknya aku sangat bangga. Memangnya apa salahnya menjadi pembantu? Toh itu pekerjaan yang halal. Kami tidak mencuri atau mengemis. Kami juga bukan koruptor.
Meski penolakan itu memang sangat menyakitkan.
Aku menghela napas dan segera melangkah masuk ke dalam rumah lewat pintu belakang. Prioritasku sekarang adalah mencari ibuku. Aku kangen si mbok!
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE (END)
RomanceMahesa sudah terbiasa dihina, terbiasa ditolak orang tua gadisnya saat tahu bila ia cuma anak seorang pembantu. Meski sekarang ia pria yang cukup mapan, seorang arsitek muda berbakat yang karyanya bahkan diakui dunia Internasional. Tapi itu tidak me...