Aku mendapat undangan makan malam dan acara ramah tamah dari organisasi ikatan arsitektur Indonesia. Sebagai anggota, aku harus hadir meski tidak diwajibkan. Tapi biasanya dalam pertemuan itu akan dihadiri arsitek-arsitek terkenal dan berbakat dari berbagai kota di Indonesia. Dan juga akan menampilkan rancangan-rancangan design arsitektur dari para arsitek berbakat di Indonesia.
Dan yang membuat aku berminat hadir, karena pembicara di acara itu adalah arsitek terkenal di Indonesia yang karyanya sudah dikenal di dunia. Juga pertemuan itu akan menambah relasi dan wawasan. Untuk ukuran kantor arsitek kecil semacam aku, ini menjadi pertemuan yang menguntungkan.
Aku membawa Clarissa ke acara itu. Kami mendapat meja nomor 10. Semeja dengan kami adalah pak Dahlan dan istrinya serta Wahyu yang juga membawa pacarnya. Sebelum acara makan malam, pelayan menghidangkan minuman, buah dan cemilan. Pertemuan diadakan di ballroom mewah hotel berbintang.
Clarissa berbincang dengan istri Pak Dahlan, dan kekasih Wahyu, ku lihat dia cukup luwes bergaul dengan orang lain. Tidak ada rasa canggung. Sementara aku berbincang dengan Pak Dahlan dan Wahyu.
Pak Dahlan termasuk senior di dunia arsitektur, usianya sekitar 40 tahunan lebih. Sedangkan Wahyu dua tahun di atasku.
Aku pernah bekerjasama dengan Pak Dahlan dalam proyek pembangunan perumahan di Batam dan kalau Wahyu aku kenal saat kami menjadi peserta penghargaan arsitektur dunia yang diadakan di Barcelona. Meski kami berdua tidak menyabet penghargaan apapun, tapi aku cukup kenal dekat dengannya.
"Kalian sudah tahu informasi belum? Tahun ini penghargaan Arcasia Architecture award akan diadakan di Seoul. Apa di antara kalian ada yang berminat untuk mengirimkan karya kalian ke ajang penghargaan itu?" tanya Pak Dahlan padaku dan Wahyu.
Aku mengangguk. "Iya. Saya dapat info itu dari Pak Suseno. Beliau menyarankan saya ikut dan mengirimkan rancangan saya."
"Bagus itu. Rancangan mana yang kamu kirimkan?"
"Saya mengirimkan karya saya yang Dream of four season sebagai proyek residensial."
"Proyek residensial yang kamu bangun di Bali? Oh, itu memang contoh residensial terbaik di Indonesia yang mengusung tema go green kan? Yang bulan lalu memenangkan penghargaan terbaik di penghargaan arsitektur nasional?"
Aku mengangguk membenarkan.
"Wah, hebat kamu, Sa. Sukses ya, semoga karya kamu itu menang."
"Terima kasih, pak.Tapi sepertinya sulit. Saingannya berat, bukan cuma dari Indonesia saja, tapi seluruh arsitek dari negara-negara lain. Saya dengar ada 60 negara yang berkompetisi di ajang penghargaan itu."
"Jangan pesimis gitulah, anak muda harus semangat. Terpilih di ajang penghargaan itu saja sudah merupakan prestasi yang luar biasa kan? Kamu mewakili Indonesia di mata dunia."
"Iya, semangat, Sa. Aku dukung kamu," kata Wahyu menepuk bahuku. Dia sendiri ternyata tidak ikut serta dalam kompetisi itu. Tapi terlihat semangat mendukungku.
Saat kami sedang berbincang-bincang pak Sulistyo Rahman, pemilik kantor arsitektur
Maharaja arsitek menghampiri kami. Ia menyapa dan bersalaman dengan kami semua. Aku juga memperkenalkan beliau pada Clarissa. Saat mendengar nama belakang Clarissa beliau nampak terkejut."Lho, ini Clarissa Samodro?Anaknya Pak Hendro Samodro?Dia pacar kamu Mahesa?" tanya Pak Sulistyo memandangi aku dan Clarissa bergantian.
"Bapak kenal papah saya?" tanya Clarissa melirikku sekilas, tidak menyangka di pertemuan ini bakal ketemu orang yang kenal ayahnya.
"Iya. Saya sama papah kamu itu teman sekolah waktu di Singapore. Saat lulus high school papah kamu lanjut sekolah bisnis di UCLA, Amerika. Tapi om lanjut kuliah arsitektur di Belanda." Pak Sulistyo menerangkan. "Sampai sekarang kami masih berteman baik. Meski jarang ketemu. Gak nyangka ternyata kamu pacarnya Mahesa."
"Bukan pacar lagi kayaknya, calon." Goda pak Dahlan. "Soalnya baru kali ini Mahesa ke pertemuan bawa pacar."
"Oh, calon toh. Ditunggu undangannya ya." Pak Sulistyo ikut-ikutan menggodaku yang cuma ku tanggapi dengan senyuman. Padahal dalam hati deg-deg kan juga. Aku tahu Clarissa juga sama gelisahnya denganku. Teman papahnya memergoki kami jalan berdua, apa hubungan kami sebentar lagi bakal terexpose?
"Pak Sulistyo itu ternyata teman papah ya?" guman Clarissa saat kami sudah di dalam mobil dalam perjalanan pulang. "Gak sangka ya, dunia memang sempit."
"Kenapa? Takut?"
"Kamu nggak?"
"Takut juga. Tapi tadi kata Pak Sulistyo sendiri meski beliau teman papahmu tapi jarang ketemu papahmu kan? Beliau kenal kamu juga karena nama belakangmu Samodro." Aku mencoba menenangkan Clarissa.
"Jadi belum tentu papahmu bakal tahu hubungan kita ini.""Gimana kalo papah tahu?Gimana kalo pak Sulistyo ngomong sama papah? Apa yang bakal kamu lakukan?"
"Tidak melakukan apa-apa."
"Serius? Gak melakukan apa-apa?"
Clarissa menatapku tercengang."Kalau hubungan kita akhirnya di ketahui orangtua kamu dan mereka gak setuju, aku harus melepaskan kamu."
"Melepaskan aku? Kamu... tidak akan berjuang untuk hubungan kita? Untukku?" Ada kekecewaan yang teramat besar di mata yang cantik itu. Aku dapat melihat ada genangan air di mata cantik itu. Entah kenapa, di bagian lain dari tubuhku, aku merasakan sakit.
Aku bukan tidak melihat kekecewaan di mata Clarissa, bukan tidak melihat mata basahnya. Juga bukan tidak melihat binar cinta di matanya. Aku dapat melihat dengan jelas. Tapi aku harus menjadi orang yang kejam dan berhati dingin, agar ia tidak jatuh semakin dalam. Agar perpisahan yang mengerikan, yang menghancurkan kami nantinya tidak akan membuat kami berdua terpuruk. Status sosial memang menjengkelkan!
"Apa selama ini di hatimu aku tidak pernah ada?" Dari kaca spion mobil depan pengemudi, mata kami saling bertemu. "Tidak pernahkah aku ada di hatimu?" Dan air mata jatuh di wajah jelita itu...
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE (END)
RomanceMahesa sudah terbiasa dihina, terbiasa ditolak orang tua gadisnya saat tahu bila ia cuma anak seorang pembantu. Meski sekarang ia pria yang cukup mapan, seorang arsitek muda berbakat yang karyanya bahkan diakui dunia Internasional. Tapi itu tidak me...