Aku duduk di ruang tamu sambil menghisap sebatang rokok. Menunggu Clarissa yang sedang membersihkan diri di kamar mandi. Aku melirik ke arah kamar, dan mendadak merasakan sakit di kepala. Mengutuk segala kebodohanku dan apa yang baru saja terjadi di antara kami.
Saat aku merasakan bibir Clarissa yang mencium bibirku, bukannya mendorong tubuh gadis itu menjauh aku malah membalas ciumannya. Didorong rasa penasaran akan rasa bibir ranum Clarissa dan rasa heran dari mana Clarissa mendapat keberanian seperti itu untuk menciumku. Apa alkohol membuatnya tidak bisa berpikir? Lupakah dia kalau aku seorang laki-laki normal? Laki-laki dan naluri serigalanya?
Aku melesakan lidahku kerongga mulutnya, mengulum, mengisap dan menggigit lembut. Ia nampak kewalahan menghadapi ciumanku, ia yang semula mengambil inisiatif lebih dulu untuk menciumku kini dibuat tak berdaya dan terengah-engah. Aku bisa merasakan ia gadis yang tidak berpengalaman dalam berciuman, meski ini mungkin bukan ciuman pertamanya. Tapi ia tidak bisa mengalahkan dominasiku dalam hal berciuman, apalagi bercinta. Aku dan segudang pengalamanku.
Aku melepaskan ciumanku saat merasakan ia yang tak berdaya, kutatap wajahnya yang memerah dan dadanya yang membusung terengah-engah atas ciumanku yang mendominasi, liar dan panas.
Wajahnya terlihat semakin memerah dan panas saat menyadari tatapanku pada buah dadanya. Apalagi ia yang cuma mengenakan gaun seksi tali spagethi, nyaris tidak bisa menyembunyikan lekuk tubuhnya dan belahan dada yang menantang.
Bagaimana rasanya bila bibirku mengulumnya?
"Ma..hesa.." Suaranya tercekat saat tanganku menarik tali gaunnya hingga sepasang buah dada putih kenyal yang terlihat indah terpampang jelas di hadapanku.
"Kamu yang minta..."
Aku bisa mendengar napas Clarissa yang berat dan suaranya yang terpekik pelan saat bibirku mengulum salah satu buah dadanya. Satu tanganku menahan kedua pergelangan tangannya di atas kepala, satunya lagi dengan bebas menyentuh buah dadanya.
Harus kuakui keindahan tubuh yang terpampang di depanku ini, semua yang ada di tubuhnya sangat cantik. Lalu tanganku yang bebas meluncur ke bawah, masuk ke dalam rok gaunnya. Menyentuh sesuatu yang tersembunyi di sana.
Sesuatu yang begitu hangat dan basah...Clarissa tersentak kaget, tubuhnya gemetaran dan napasnya tertahan. Aku bisa merasakan ia mencoba menutupi reaksi tubuhnya, tapi aku yang terlalu berpengalaman bisa merasakan reaksi tidak wajar darinya. Aku menghentikan aksiku, menatapnya yang masih terengah-engah.
"Kamu masih perawan.."
Clarissa mendelik kaget. Ia mungkin tidak menyangka aku bakal tahu. Aku tersenyum kecil dan bangkit dari atas tubuhnya. Sudah cukup permainan untuk hari ini. Kurasa Clarissa sendiri tidak akan berani lagi menggodaku.
"Bersihkan dirimu, aku antar kamu pulang."
"Sa.. kamu.."
"Aku gak tertarik tidur sama perawan.." kataku lalu beranjak bangun dari ranjang. "Sebaiknya kamu gak coba-coba lagi memancingku, kalau cuma untuk membuktikan apa aku sebrengsek mantan pacar kamu itu."
"Kamu... tahu?" Clarissa ikut bangun lalu membetulkan tali gaunnya yang tadi aku tarik. Menatapku.
"Apapun yang ada dalam pikiran kamu, sebaiknya kamu lupakan. Aku gak mungkin menjalin hubungan sama gadis yang nama belakangnya Samodro."
"Kenapa? Kamu gak suka sama aku?"
"Meskipun aku suka, tapi aku gak mau. Karena antara kau dan aku itu gak mungkin."
"Tapi aku suka kamu, Sa. Kamu. Cuma kamu satu-satunya cowok yang gak tergoda sama aku."
"Siapa bilang? Aku ini laki-laki normal, Cla. Aku cuma gak mau tidur sama seorang gadis yang masih perawan."
"Itu tandanya kamu menghargai aku."
"Itu karena seorang perawan itu merepotkan," tukasku. "Karena perempuan yang belum pernah disentuh laki-laki, tidak akan bisa melupakan laki-laki pertama yang menyentuhnya. Dan aku berharap kamu bisa ngelupain aku."
"Kamu... kenapa ngomong kayak gitu?"
"Sebab di antara kita berdua memang tidak seharusnya ada perasaan," ucapku dingin. "Rapikan dirimu. Aku antar kamu pulang."
Aku mematikan rokok saat Clarissa yang sudah rapi muncul di ruang tamu. Tidak lagi berantakan seperti tadi.
"Ayo."
"Sa," panggilnya. Aku menoleh.
"Ya?"
"Aku gak akan menyerah."
Aku menyipitkan mata mendengar ucapannya. "Maksud kamu?"
"Aku suka kamu, Sa. Aku mau kamu. Aku tahu kamu juga suka sama aku. Karena itu aku akan tetap mengejar kamu."
"Sebaiknya jangan. Karena kamu bakal terluka."
"Aku gak peduli," katanya keras kepala. "Aku gak peduli apapun. Karena aku tahu kamu pria yang baik. Kamu berbeda dari cowok-cowok lain..."
"Kamu salah, aku bahkan lebih brengsek dari mereka. Kalau kamu tetap bertekad suka sama aku, kamu cuma bakal terluka. Karena aku gak baik buat kamu. Aku gak pantas..."
"Aku gak peduli." Clarissa memotong ucapanku. Lalu memeluk dan mencium bibirku. "Aku mau kamu."
Ah, perawan memang merepotkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE (END)
RomansaMahesa sudah terbiasa dihina, terbiasa ditolak orang tua gadisnya saat tahu bila ia cuma anak seorang pembantu. Meski sekarang ia pria yang cukup mapan, seorang arsitek muda berbakat yang karyanya bahkan diakui dunia Internasional. Tapi itu tidak me...