Setelah mengobati luka di punggung Clarissa, aku memesan take away lewat aplikasi online. Sambil menunggu pesanan datang aku membuatkan Clarissa coklat panas.
"Kamu harus bilang sama keluargamu, Cla. Mengenai perlakuan Aidan sama kamu." Meski aku lihat Clarissa sudah nampak tenang, tapi mengingat luka-luka di punggung dan sebagian di pahanya hatiku begitu sakit dan marah. Ingin sekali aku menghancurkan bajingan yang telah menyakiti Clarissa.
Dari cerita Clarissa, ia baru saja bertengkar dengan Aidan. Aidan memaksakan 'itu' padanya dan Clarissa bersikeras menolak. Aidan marah dan memukul Clarissa. Ia menuduh Clarissa macam-macam. Tapi bajingan itu pintar, ia tidak memukul di wajah, tapi di punggung, paha dan lengan. Hingga bila Clarissa mengenakan baju berlengan, maka tidak akan ada yang tahu mengenai penyiksaan yang dilakukan Aidan terhadapnya.
Aku lega Clarissa bisa melarikan diri dari hotel tempat Aidan membawanya, lega ia masih bisa mempertahankan kehormatannya dan lega ia datang padaku bukan yang lain.
"Atau kita lapor polisi mengenai kekerasan yang bajingan itu lakukan."
Clarissa meminum coklat panasnya dan menggeleng. "Aku gak mau lapor polisi. Itu bakal jadi skandal."
"Kalau gitu bilang sama keluargamu. Terutama papahmu."
"Papah punya kerjasama bisnis sama orangtua Aidan, Sa. Itu proyek yang sangat penting, kalau aku lapor soal perlakuan Aidan sama aku, aku takut itu akan berimbas pada kerjasama bisnis mereka. Aku takut..."
"Cla, apa kamu pikir kerjasama bisnis itu lebih penting dari kamu? Dari keselamatan kamu sendiri? Kamu sudah tahu sebrengsek apa Aidan itu. Kamu juga pasti sudah tahu cewek-cewek yang jadi korban Aidan. Kalau kamu tetap memaksakan diri berada di sampingnya. Bukan hanya tubuh kamu yang bakal terluka tapi juga kamu bisa kehilangan nyawa..."
"Kamu pikir aku gak tahu resiko yang bakal aku hadapi bila aku tetap bersama Aidan? Aku tahu sebrengsek apa dia. Dia punya hobby menyakiti perempuan, dia 'sakit' Sa. Tapi ke mana lagi aku harus pergi? Aku gak pernah punya orang yang benar-benar tulus sayang sama aku. Aku gak punya..."
"Kamu masih punya aku, Cla. Aku yang bakal melindungimu." Aku menangkup kedua pipi Clarissa yang kini kembali basah oleh airmata. Hanya Tuhan yang tahu kalau saat ini aku benar-benar ingin menciumnya. "Aku cinta kamu. Aku mencintaimu, Clarissa."
Bibirku melumat bibirnya. Sesaat aku bisa merasakan keterkejutan di mata nan cantik itu, hingga ia tak merespon ciumanku. Tapi hanya sedetik, di detik selanjutnya bibirnya membalas ciumanku. Ia membuka mulutnya hingga lidahku bisa masuk, bergumul dengan lidah hangatnya.
Aku tak ingin berbohong lagi, pikirku merasakan manisnya rasa bibir Clarissa di bibirku. Aku tak akan membohongi diriku lagi bila aku benar-benar mencintai gadis ini. Aku ingin melindunginya, mencintainya dan menjadikan dia milikku. Aku akan melawan dunia dan melawan segala aturan yang ada, agar Clarissa menjadi milikku. Milikku satu-satunya.
******
Malam ini, Clarissa tidak kembali ke rumahnya. Sepanjang malam kami tidur di ranjang yang sama sambil berpelukan tanpa melakukan apa-apa.
Sejak aku bertekad untuk melindungi gadis ini dan menjadikannya milikku, aku tidak akan melepaskannya lagi.
Dulu, aku tidak berani berjuang untuk mempertahankan Alina. Bukan karena aku tidak memiliki tekad untuk itu. Tapi karena gadis itu yang tidak ingin ku perjuangkan.
Lagipula sekarang, Alina sudah mendapatkan pria yang jauh lebih baik dariku, yang lebih mencintainya.
Namun Clarissa berbeda. Pria yang sekarang ada disisinya adalah bajingan. Dan dibandingkan rasa cintaku pada Alina, rasa cinta yang kurasakan pada Clarissa jauh lebih besar. Lebih dalam sampai pada tahap aku akan menyerahkan nyawaku untuknya.
"Clarissa, menikahlah denganku."
Aku merasakan ketegangan di tubuh gadis dalam pelukanku. Perlahan Clarissa mengangkat kepalanya dan menatapku."Kamu serius?"
"Emm.." Aku mengangguk. Tentu saja aku serius. Entah bagaimana aku telah jatuh terlalu dalam pada gadis cantik nan polos ini. "Aku mencintaimu. Kamu juga mencintaiku. Kamu sudah lulus kuliah, sudah dewasa. Aku akan melamarmu pada ayahmu."
"Tapi aku sudah bertunangan."
"Aku tahu. Apa kamu cinta sama Aidan?"
"Nggak." Clarissa menjawab tegas.
"Itu perjodohan. Pertunangan yang diadakan karena kerjasama bisnis. Kamu tahu aku cuma cinta sama kamu.""Sayang.." Aku mengelus pipinya lembut. "Nikah sama aku, putuskan pertunangan itu. Aku janji bakal bikin kamu bahagia. Kamu gak akan kubuat sengsara dan menderita."
"Bagaimana dengan papah?Bagaimana dengan keluargaku?Kamu berani menghadapi mereka? Gimana kalau papah menghina ibumu lagi? Kamu gak akan marah?"
"Tentu saja marah. Tapi selama kamu ada di sampingku, berdiri di sisiku, aku akan menghadapi semuanya. Aku tahu ini gak akan mudah. Segalanya nanti akan menjadi sulit.
"Tapi aku juga bukan pria yang gak bisa ngelakuin apa-apa. Aku arsitek terkenal, aku punya banyak koneksi dan aku punya banyak teman baik di luaran sana yang akan membantu kalau kumintai tolong.
"Ibuku gak akan keberatan bila aku menikah denganmu. Yang harus kita hadapi hanyalah keluargamu. Terutama ayahmu. Kamu berani menghadapi ayahmu?"
"Mahesa.." Setetes airmata jatuh di pipinya. "Apa aku mimpi? Apa yang kamu katakan itu sungguhan? Tolong bilang kalau ini bukan mimpi, ini bukan mimpi.."
"Sayang, ini bukan mimpi." Aku mengecup bibirnya yang masih terisak menyedihkan. Bukan cuma itu aku juga melumat bibirnya. "Aku sungguh-sungguh ingin menikah denganmu. Kamu maukan nikah sama aku?"
"Ya, Mahesa. Aku mau. Aku mau nikah sama kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE (END)
RomanceMahesa sudah terbiasa dihina, terbiasa ditolak orang tua gadisnya saat tahu bila ia cuma anak seorang pembantu. Meski sekarang ia pria yang cukup mapan, seorang arsitek muda berbakat yang karyanya bahkan diakui dunia Internasional. Tapi itu tidak me...