Aku meletakan dua porsi mie goreng Solaria yang ku pesan via online di depan Clarissa. Meski dia bilang gak mau makan apa-apa tapi aku tahu dia lapar.
Terbukti dari bunyi gemuruh di perutnya."Makan dulu deh, kamu pasti lapar kan dari rumah dosen pembimbing kamu? Sampai di mana skripsi nya?"
"Udah bab 4. Kok dua porsi? Aku gak makan sebanyak itu."
"Satu buat aku kalo ntar malam lapar," kataku membuka kotak mie goreng. Menyodorkannya pada Clarissa. "Makan, atau mau aku suapin?"
Clarissa menatapku. "Sikap kamu.. sikap kamu yang kayak gini yang bikin aku suka sama kamu."
"Yang kayak apa?"
"Kamu memperlakukan aku kayak ratu. Hal yang gak aku dapetin dari Dean." Clarissa mengambil kotak mie goreng dan sumpit yang kusodorkan. "Kamu juga perhatian."
"Aku gak memperlakukan kamu kayak ratu. Jangan salah paham.
Aku juga ngelakuin itu sama gadis-gadis lainnya.""Mahesa.. aku mau kita nyoba.."
"Nyoba apa?"
"Pacaran."
Aku tersenyum. "Emang ada pacaran pakai coba-coba?"
"Dengerin aku dulu. Aku tahu, saat ini mungkin kamu gak suka sama aku. Belum suka sama aku. Kamu juga gak mau terlibat dengan aku alasannya karena keluarga aku kan? Dan status yang bikin sakit kepala itu. Jadi gimana kalo kita nyoba pacaran dulu? Kalo ternyata cocok kita bisa terus, kalo nggak kita... putus."
Aku menyentuh dagu. Mengusap daguku perlahan sambil memperhatikan Clarissa yang sedang makan. Sama sekali tidak menyangka kalau gadis ini yang kelihatannya lembut bisa sekeras kepala ini. Demi bisa bersamaku, dia malah mengusulkan percobaan pacaran.
Apa dia menyadari apa yang dia baru saja usulkan? Apa dia tidak takut akan jatuh semakin dalam?
Atau kau yang akan jatuh cinta pada gadis ini Mahesa, pikiran di otakku berkata."Berapa lama?" tanyaku. "Berapa lama percobaan pacaran kita?"
"Tiga bulan."
Aku mengangguk-anggukan kepalaku. "Tiga bulan ya? Boleh.."
Clarissa menatapku tidak percaya. "Kamu setuju?"
"Kenapa nggak? Nggak setiap hari kan aku bisa dapet pacar cantik?"
Selorohku. Aku ingin lihat sampai di mana ia bisa bertahan. "Tapi aku punya syarat, aku gak mau keluarga kamu atau ibuku sampai tahu mengenai hubungan kita ini.""Backstreet?"
"He-eh. Gimana? Kamu setuju?"
"Gak masalah," ucapnya. "Aku yakin dalam waktu tiga bulan, kamu pasti bakal jatuh cinta sama aku,Sa. Aku pasti bakal bikin kamu cinta sama aku."
Aku bisa melihat binar di matanya saat mengatakan itu dengan penuh keyakinan. Dan aku cuma bisa mengaduh dalam hati.
Besoknya, Clarissa mengajak aku nonton film di bioskop. Katanya dalam rangka kencan pertama kami. Kami nonton film yang jam tujuh malam, biar tidak terlalu malam kalau habis nonton mau jalan-jalan atau makan.
Aku membeli dua minuman soda dan satu popcorn ukuran besar. Clarissa menggeleng saat aku tanya dia mau pesan makanan apalagi. Karena bioskop yang kami kunjungi bioskop yang cukup mahal dan elite, tidak banyak abg yang nonton. Kebanyakan pasangan seperti kami atau rombongan keluarga. Jadi suasananya tidak terlalu ramai.
"Aku pikir mau nonton film horor," kataku yang sudah antri untuk beli tiket. Tidak terlalu antri juga sih. Harga tiket cukup mahal, jadi tidak terlalu banyak yang antri. Kebanyakan orang yang memang menyukai privacy.
"Ternyata film drama Amerika.""Kenapa dengan film horor?"
"Biar kalo kamu takut bisa peluk aku." Aku mengedip nakal yang langsung dicubit Clarissa di pinggang. "Kenapa? Kita kan udah pernah ciuman. Bahkan hampir lebih dari itu..."
Wajah Clarissa sontak memerah. Mungkin teringat saat dia mabuk di rumahku dan aku nyaris menelanjanginya.
"Mahesa ya?" Suara cowok mengagetkan kami. "Inget gue kan? Richard... temennya Arlan."
Aku mendongak, tentu saja ingat.
Kan baru kemarin kami ketemu.
Dan tentu saja dia bersama Alina."Ingetlah, bro. Nonton juga?" tanyaku basa basi, padahal dalam hati tidak ingin ketemu Richard lagi. Dan juga Alina.
"Cewek gue kepingin nonton. Pacar?" Richard menunjuk Clarissa.
"Iya. Kenalin, ini Clarissa. Cla, ini Richard dan pacarnya Alina." Mau gak mau aku memperkenalkan Clarissa pada mereka berdua. "Yang kemarin makan bareng aku sama Arlan dan Bayu. Richard ini temannya Arlan."
Clarissa mengangguk mengerti.
Lalu tiba-tiba terdengar pengumuman kalau theater yang filmnya mau kami tonton akan segera dibuka. Tidak menyangka juga film yang mau kami tonton juga sama dengan pasangan Richard dan Alina. Untungnya kursi kami jauhan, beda gang juga. Yang membuat aku bernafas lega."Pacarnya Richard cantik, tapi kenapa kayak gak suka gitu ya ngeliatin aku?" Clarissa rupanya lumayan peka juga kalau tadi Alina agak sinis melihatnya. Film belum dimulai. Satu persatu penonton masuk dan duduk. Kami mendapat tempat di pojok. Clarissa duduk paling pojok dekat tembok, aku duduk di sebelah kanannya. Sedang sebelahku juga cowok dan pasangannya.
"Mungkin karena kamu lebih cantik dari dia. Makanya dia agak gak suka gitu sama kamu." Aku sama sekali tidak berniat mengungkapkan kalau Alina adalah mantan pacarku. Buat apa? Toh dia cuma masa lalu.
"Dih, gak jelas."
"Kamu kan emang cantik."
"Terus kenapa kalo aku cantik?"
"Jadi pengin nyium kamu."
"Hah?"
"Katanya mau bikin aku jatuh cinta sama kamu. Berarti boleh dong aku nyium kamu?"
"Ini bioskop loh." Matanya terlihat panik menatapku. Membuat aku jadi kepengin tertawa. Senang sekali menggodanya.
"Terus kenapa? Kamu pikir orang yang pacaran datang ke gedung bioskop cuma mau nonton?"
"Habis mau apalagi?"
"Tentu aja numpang pacaran. Kamu pasti tahu kalo orang pacaran gak cuma nonton dan ngobrol doang. Tapi juga pelukan dan ciuman. Kayak orang di sebelah aku."
Clarissa kaget, mengintip pasangan di sebelahku yang sedang asyik ciuman. Lampu bioskop bahkan belum dipadamkan, tapi mereka gak sabaran sekali. Dasar!
Tiba-tiba lampu dipadamkan dan di layar diputar iklan. Aku tentu saja tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan cepat mencium bibir Clarissa yang masih terbuka karena kaget melihat keberanian pasangan mesum di sampingku, yang terang-terangan ciuman saat lampu bioskop masih terang benderang. Cuma ciuman singkat, tapi cukup membuatnya melotot kaget.
"Aku anggap kamu juga kepingin.." kataku kalem yang membuatnya tidak bisa berkata-kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE (END)
RomanceMahesa sudah terbiasa dihina, terbiasa ditolak orang tua gadisnya saat tahu bila ia cuma anak seorang pembantu. Meski sekarang ia pria yang cukup mapan, seorang arsitek muda berbakat yang karyanya bahkan diakui dunia Internasional. Tapi itu tidak me...