Sore ini Arlan menghubungiku, mengajak nongkrong di Hard rock. Karena ini hari jum'at dan besok libur aku mengiyakan ajakannya. Lagipula beberapa design yang ku kerjakan sudah rampung, tinggal beberapa pekerjaan ringan yang bisa ditunda.
Jam setengah tujuh aku tiba di Hard rock, kulihat Bayu juga ada. Mereka dua sohibku yang kemarin keliling Asia Selatan bareng aku. Kami melakukan salam khas cowok, lalu duduk di samping Arlan.
"Tumben bos ngajak nongkrong, ada proyek apa nih?" selorohku. Arlan Direktur pemasaran real estate, yang herannya juga hobi backpacker-an. Hobi wisata murah meski di dompetnya ada black card yang nominalnya bisa buat dia nginap di hotel sekelas ritz carlton. Tapi lebih milih tinggal di penginapan murah yang bercampur berbagai bangsa dalam satu kamar.
"Pengin nongkrong bareng aja. Gih pesen. Pasti lapar kan?"
"Hari ini Arlan yang jadi Bos," tunjuk Bayu. "Dia baru ketiban rejeki nomplok."
"Wuih, keren, sering-sering aja Bos ngajak nongkrong," kataku.
Aku segera memesan short ribs dan strawberry basil lemonade untuk menu makan malamku. Sedang Arlan fajitas dan Bayu grilled salmon."Gimana rencana lu setelah kemarin keliling Asia Selatan, Sa?mau kemana lagi nih rencananya?" tanya Bayu.
"Belum. Masih bingung lanjut Eropa apa Amerika. Tapi Afrika juga menarik." Aku angkat bahu. Yah setelah mengunjungi semua negara di Asia dan juga sempat keliling Australia dan Selandia Baru, aku kepingin menjelajah negara-negara lainnya di bagian benua yang lain. Dan untungnya aku punya dua teman yang sama edannya denganku kalau soal traveling, meski aku juga tidak masalah traveling sendirian. Seperti yang pernah aku lakukan waktu keliling Cina dan juga Asia Tenggara.
"Gimana kalau Eropa?" tanya Arlan. "Tapi Eropa Utara."
"Emang bagus?" Bayu yang bertanya.
"Gue pengin lihat aurora borealis di Islandia, sama ke Laplan di Finland."
"Mau lihat matahari tengah malam di Finland?" tanyaku. "Tapi boleh juga sih Eropa Utara."
Kami asyik berbincang-bincang sambil makan saat tiba-tiba seorang pria menghampiri kami dan memanggil nama Arlan.
"Arlan? Hei, bro. Kebetulan banget ketemu lu di sini."
"Richard?"
Keduanya salaman dengan akrab, pakai pelukan dan tepuk bahu segala. Aku dan Bayu cuma saling pandang dan angkat bahu. Sepertinya pria ini teman akrab Arlan yang baru ketemu lagi.
Tapi pria itu tidak sendiri, di sebelahnya berdiri gadis cantik bergaun kuning gading.
"Kenalin, Lan. Ini Alina, calon,"
Gadis itu salaman dengan Arlan.
"Oh ya chad. Kenalin temen-temen gue. Ini Bayu, Mahesa.."
Arlan memperkenalkan temannya dan pacarnya pada aku dan Bayu. Gadis itu menatapku terpaku, tapi aku tidak berkata apa-apa. Memperkenalkan diri dengan sopan.
"Gimana kalo lu gabung aja sama kita, Chad?" Arlan menawarkan. "Masih ada kursi kosong tuh."
"Gak ganggu nih?"
"Nggak. Woles bro."
Pasangan itu akhirnya gabung dengan kami. Richard malah ikut nimbrung pembicaraan kami, suasana lumayan seru. Tapi aku menyadari, beberapa kali Alina memandangku, sementara ia lebih memilih diam tidak ikut pembicaraan kami para cowok yang tidak dimengertinya. Beberapa kali tatapan kami bertemu, bila itu terjadi aku hanya menghela napas. Kenapa udara mendadak begitu berat?
Aku baru saja keluar dari toilet saat di depan pintu berpapasan dengan Alina. Toilet pria dan wanita memang bersebelahan. Apa dia sengaja menungguku?
"Mahesa."
"Ada apa?"
"Aku.. mau bicara sama kamu."
"Di sini?" Aku mengerutkan alis.
"Kita cari tempat."
"Maaf Al, aku gak tertarik. Nggak ada yang harus kita omongin lagi."
"Mahesa, tolong jangan abaikan aku."
"Kenapa jangan? Kita bukan siapa-siapa lagi, kan?"
"Sa, please..."
"Alina, udahlah. Hubungan di antara kita udah berakhir. Aku gak mau membahas hal yang udah kita akhiri."
"Kenapa kamu dingin banget sama aku?"
"Karena aku gak mau kamu berharap."
"Mahesa..."
"Aku mau balik. Gak enak kalo ada yang mergokin kita berduaan. Apalagi sama calon kamu. Selamat ya, calon kamu pasti dari keluarga yang sepadan sama kamu."
"Sa.." Alina mencoba menahanku. Tapi aku tak ingin berlama-lama dengannya. Aku tak ingin membuka luka lama. Meski aku dan Alina dulu sepasang kekasih, tapi hubungan kami sekarang bukanlah siapa-siapa lagi. Hanya sekedar dua orang asing yang kebetulan bertemu.
Aku baru saja sampai rumah saat melihat mobil audi dengan plat nomor yang aku kenal terparkir di depan pintu pagar rumah. Aku mematikan mesin dan turun dari mobil.
"Clarissa?"
Gadis cantik itu sedang duduk di depan pintu pagar, ia mengenakan jeans hitam dan kaos putih ketat. Rambut kecoklatannya di kuncir kuda. Sudah berapa lama dia di sini?
"Kamu.."
"Aku baru aja ketemu dosen. Rumahnya gak jauh dari sini jadi sekalian mampir. Mau ngajak kamu makan di luar."
"Aku udah makan tadi sama teman," kataku. Aku bisa melihat raut kecewa di wajahnya. "Kalau kamu lapar kita bisa pesan deliveri.."
"Oke." Aku membuka pintu pagar yang ku gembok. Karena tidak punya pembantu, setiap pergi ke kantor, pintu gerbang dan rumah selalu ku kunci. Meski ada security di depan gerbang komplek. Aku menyilakan Clarissa masuk, menyalakan lampu ruang tamu dan semua lampu ruangan yang ada di rumah itu.
Rumah yang ku tempati ini model minimalis dua lantai dengan tiga kamar tidur, dua kamar tidur di atas dan satu di bawah. Ruang tamu, ruang makan, ruang keluarga atau ruang santai, serta dua kamar mandi. Satu di bawah, satu lagi di lantai atas. Dilengkapi teras depan dan belakang, juga garasi mobil yang cukup untuk dua mobil.
"Kamu mau makan apa?" tanyaku sambil mengeluarkan ponsel. "Ayam geprek mau?"
"Aku gak lapar." Clarissa menggelengkan kepalanya.
"Bukannya kamu lapar?"
"Nggak." Tiba-tiba dia memelukku erat. "Aku kangen kamu, Sa.."
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE (END)
RomanceMahesa sudah terbiasa dihina, terbiasa ditolak orang tua gadisnya saat tahu bila ia cuma anak seorang pembantu. Meski sekarang ia pria yang cukup mapan, seorang arsitek muda berbakat yang karyanya bahkan diakui dunia Internasional. Tapi itu tidak me...