Ya tentu saja aku tahu, aku juga bukan orang bodoh yang tidak memahami perasaan orang lain.
Apalagi orang-orang yang pernah dekat denganku atau sedang dekat denganku.Aku tahu Alina masih mencintaiku, apalagi kami putus bukan karena adanya pihak ketiga. Tapi keadaan yang memaksa kami putus.
"Apa kamu masih mencintainya?"
Clarissa menatapku dengan tatapan sedih yang membuatku bisu. "Dia kah yang bikin kamu gak bisa nerima aku?"Apa aku masih mencintainya?pikirku bertanya pada hatiku sendiri. Tiga tahun menjalin hubungan memang bukan waktu yang singkat untuk melupakan rasa di antara kami. Tapi apa aku masih mencintainya?
"Jujur aku gak tahu, tapi kalau kamu pikir aku gak bisa nerima kamu karena aku masih cinta sama dia kamu salah. Dan aku bisa yakinin sama kamu, aku gak mungkin balik sama dia. Gak mungkin menjalin hubungan lagi sama dia."
"Kenapa gak mungkin?" Clarissa masih menatap mataku, seakan mencari ketegasan dan kejujuran di sana. Dan aku balas menatapnya.
"Karena seseorang yang sudah melepaskan aku, gak mungkin aku ambil lagi. Sekali orang itu bilang selamat tinggal sama aku, maka aku gak bisa bilang kembalilah padaku. Atau selamat datang kembali."
"Meski dia mati-matian minta maaf sama kamu?"
"Ya."
Clarissa mendekat lalu mencium bibirku. Meski saat ini kami masih di dalam mobil, tapi kami belum keluar dari area parkir mall yang ada di basement. Jadi keadaan lumayan sepi.
Ciuman kami semakin dalam, lidah kami bertaut, tanganku memeluk tubuhnya, merapatkan tubuh kami berdua. Sebelum suasana di dalam mobil makin panas aku menyudahi ciuman kami meski tidak rela.
"Kenapa akhir-akhir ini kamu jadi sering banget berinisiatif buat nyium aku duluan? Kamu ketagihan ya ciuman sama aku?" tanyaku menggoda.
"Mahesa." Clarissa menutupi wajahnya yang memerah. Mungkin malu saat menyadari dia jadi agresif gitu.
"Gak apa-apa, aku suka kok. Aku bukan cowok kolot." Perlahan aku menyingkirkan tangannya yang menutupi wajahnya. "Gimana?Mau lanjut ke hotel?"
Aku yang baru saja selesai mandi cukup kaget saat Clarissa datang ke rumahku. Padahal semalam kami baru ketemu. Apalagi ini baru jam 8 pagi.
"Hai, udah sarapan belum? Aku bawain sarapan buat kamu." Dengan santainya dia melenggang masuk. "Bubur ayam special plus satenya."
"Kok cuma satu? Kamu gak makan?" Aku melihat cuma ada satu bubur ayam di dalam bungkus stirofoam berisi bubur ayam. Sambel dan kuah di pisah. Ada sate ati ampela sama telor puyuh juga. Masing-masing lima tusuk, juga satu cup teh panas yang rasanya manis ternyata setelah ku minum.
"Aku udah sarapan."
"Kupikir kamu gak dateng, biasanya hari minggu hari santai sama keluarga. Kok bisa kesini?" tanyaku yang mulai makan bubur ayam.
"Papa ada janji main golf sama temannya. Mama arisan ntar siang. Kak chris jalan sama ceweknya, kalo Kak Jane kan sama keluarganya. Di rumah sepi, mending aku ke sini kan?"
"Tadinya aku mau ke rumah kamu. Mau ketemu ibu. Tapi karena kamu udah dateng gak jadi."
"Kamu mau ketemu ibu? Ya udah ayuk kalo mau ke rumah."
"Besok aja, pulang kerja. Kalo sekarang aku ke rumah kamu gak enak juga. Meski sekarang sepi tetap aja gak bebas. Ada ibu yang ngawasin, ntar aku gak bisa nyium kamu." Aku meliriknya nakal.
"Idih, genit." Wajah Clarissa langsung memerah.
"Bukannya kamu juga suka ciuman sama aku? Jujur deh, aku pencium yang handal kan?"
"Iya deh yang pengalaman sama cewek-cewek bule," cibir Clarissa. "Kamu pasti gak cuma sekedar ciuman kan kalo lagi traveling dan ketemu sama cewek-cewek asing di luar sana? Aku juga gak yakin kamu masih perjaka."
"Kamu kan udah tahu, tapi jangan khawatir aku juga selalu main aman kok. Aku juga gak bego." Aku menatapnya dalam. "Aku pria sehat dan normal, Cla. Aku juga punya kebutuhan. Tapi aku gak pernah 'main' sama sembarang cewek. Apalagi sama pelacur. Yang kami lakukan atas dasar suka sama suka, gak ada paksaan."
Aku bisa melihat tubuhnya nampak bergetar mendengar kejujuranku barusan. Aku pura-pura tidak melihat. "Tapi aku jamin, aku gak akan ngelakuin itu sama kamu. Nggak akan lebih dari sekedar peluk dan cium."
"Kenapa?"
"Karena kamu masih perawan, Cla. Dan aku gak mau ngerusak kamu. Hal itu harus kamu berikan pada suami kamu kelak di malam pengantin kalian."
"Apa kamu pernah ngelakuin itu sama Alina?" tanyanya tiba-tiba. "Kalian pacaran lama kan? Apa pernah ngelakuin itu juga sama dia?"
"Nggak," jawabku tegas.
"Kenapa? Apa karena dia juga masih perawan sama kayak aku?"
"Nggak. Dia udah gak perawan waktu dia sama aku."
"Bagaimana kamu tahu kalo kalian gak pernah ngelakuin itu?Bagaimana kamu tahu dia masih perawan atau nggak?" Lagi-lagi Clarissa mencibirkan bibirnya mendengar ucapanku. Dia mungkin gak percaya begitu aja. Ya, aku maklum.
"Kamu lupa kalo aku cowok berpengalaman?" Aku balik bertanya. Sengaja tidak memberi tahu dirinya dari mana aku bisa tahu. "Lagipula dia gak gemetaran waktu aku nelanjangin dia buat pertama kali." Aku nyengir lebar. Teringat reaksi dirinya saat mabuk dan sepertinya Clarissa juga ingat hingga wajahnya memerah lagi.
"Kalo tahu dia udah gak perawan kenapa kamu malah gak pernah tidur sama dia?" Rupanya dia masih belum percaya, atau sengaja memancingku?
"Karena aku gak mau makin merusaknya. Tapi kalau kamu.. karena aku sayang sama kamu."
Dan aku melihat bintang-bintang mengerjap di mata cantiknya. Aku kembali mengaduh dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE (END)
Roman d'amourMahesa sudah terbiasa dihina, terbiasa ditolak orang tua gadisnya saat tahu bila ia cuma anak seorang pembantu. Meski sekarang ia pria yang cukup mapan, seorang arsitek muda berbakat yang karyanya bahkan diakui dunia Internasional. Tapi itu tidak me...