-9-

5.3K 821 118
                                    

Saat sebuah foto diterima Wira maka Ria yang menjadi sasaran, tak lain adalah keadaan Aundy yang sedang dirawat di rumah sakit berikut keterangan dari sahabat kekasihnya.

"Mas menuduhku?" Ria tidak tahu menahu apa yang terjadi bukan urusannya juga meski dia berhak melakukannya.

"Jelas kamu, ibu sangat membelamu."

Alasan Wira masuk akal tapi logikanya yang hilang karena tidak menganggap hal yang menimpa Aundy adalah sebuah kepantasan.

"Kakinya." Wira tidak bisa berkata-kata. "Aku tidak akan memaafkanmu bila terjadi sesuatu pada kakinya."

Wira lupa dengan hati istrinya yang bukan hanya patah tapi hancur berkeping karena ulahnya. Kaki bisa diganti, lalu bagaimana dengan hati?

Tidak bisa menjenguk karena diawasi ibu, Wira stress berat ia ingin mendampingi Aundy tapi keadaan menahan langkahnya.

Jika malam Ria sama seperti malam sebelumnya maka berbeda dengan Wira. Tidak seperti kemarin-kemarin, Aundy sulit dihubungi prasangka buruk Wira semakin menjadi. Bagaimana jika ibu menyiksa wanita itu lagi?

Tidurnya tak nyenyak setelah tadi malam begadang karena nomor Aundy tidak bisa dihubungi malam ini ia kembali tidak bisa tidur. Apakah Aundy ketakutan sekarang?

Membayangkan wajah dan sikap polos Aundy hati Wira hancur, Aundy-nya pasti ketakutan. Maafkan aku sayang.

Sudah tiga hari tidak melihat wajah kekasih dan Wira ingin bertemu. Cara apa yang harus dilakukannya? Pagi itu dia melihat Ria sudah berkemas dan baru selesai sarapan.

"Aku ikut mobilmu."

Ria meletakkan gelas jus yang telah dihabiskan sebagian.

"Anggap saja kamu membantuku."

Ke mana hilang otak pria di depannya? "Untuk?"

"Aku harus melihatnya."

"Bercerminlah, kurasa kewarasan Mas telah hilang." mengambil tas Ria bergegas dari hadapan Wira.

"Aku tetap ikut!" Wira tidak sabar lagi. "Dia membutuhkanku."

Lalu aku harus mengabulkannya? "Aku terlambat." tatapan dingin nan menusuk dilayangkan Ria.

Mereka sudah bicara panjang lebar, sudah bertengkar juga sekarang sikap Ria adalah hasil dari perlakuan suaminya beberapa tahun terakhir ini sadar atau tidak, yang jelas Wira murka dengan keras kepala istrinya.

Hanya Ria yang bisa membantunya Wira menaruh harapan besar pada wanita itu sedangkan Ria masih waras, jadi akan sia-sia permintaan suaminya.

Saat Wira bergegas masuk ke mobil maka Ria mundur, wanita itu masuk ke mobil yang disediakan ibu mertua untuk suaminya. Ia tidak bisa melayani permainan Wira, terserah jika laki-laki itu akan menggunakan mobilnya ke rumah sakit.

Ria melajukan mobil keluar dari perkarangan tidak lama Wira juga keluar meninggalkan sopir yang menatap heran dengan keberanian Wira. Inikah yang dinamakan cinta buta? Karena berada dalam tugas sopir segera menghubungi bu Kusuma.

Ria tidak perlu tahu meski dia adalah pemeran utama dalam kesakitan ini, biar Wira menikmati proses yang telah dimulainya. Bukan pengecut, ada masa dirinya mengambil alih keadaan ini yang jelas bukan sekarang.

Pergi tanpa membawa ponsel Wira tiba di rumah sakit tempat Aundy dirawat setelah bertanya pada petugas pria itu segera menuju ke ruangan kekasihnya.

"Seperti apa keluargamu?" tanya pertama yang terlontar dari Aundy, dengan suara lemah. "Dan siapa istrimu?" tangisnya pecah.

Wira tidak bisa menahan air mata melihat kesakitan Aundy, ia memeluk wanita itu dan menenangkannya.

"Maaf."

Aundy sesenggukan. "Aku cacat kan?"

Wira juga menangis tapi tidak bersuara, Aundy pasti kesakitan.

Dokter sudah menyarankan pemasangan pen dan Aundy tidak tahu benda apa itu apakah dia tidak akan memiliki kaki lagi?

"Ibumu mengerikan." Aundy menggigit bibirnya mengingat sikap bu Kusuma tempo hari. "Bukan hanya memukul, dia juga mencaciku."

Kembali Wira meminta maaf, bagaimana caranya melawan ibu? Tidak, bukan itu dia harus memikirkan cara meluluhkan hati wanita yang telah melahirkannya untuk menerima Aundy.

"Aku akan mencari cara, bersabarlah."

Aundy percaya pada Wira sedangkan sahabatnya yang melihat mereka tersenyum masam, cara apa yang akan dilakukan Wira. Pria yang berasal dari keluarga kaya raya terlebih sudah berumah tangga, memangnya apa yang diharapkan Aundy pada laki-laki seperti itu? Harusnya keadaan hari ini menjadi jawaban atas penantian Aundy, tidak bisakah temannya itu mengambil pelajaran?

"Aku takut."

"Ada aku."

Keyakinan Wira semu belaka, nyatanya di parkiran mobilnya sedang diangkut oleh mobil penderek.

"Pegang ini." Wira menyerahkan sejumlah uang hingga tidak tersisa di saku celananya karena ia belum menarik tunai. "Katakan apa yang kamu inginkan, aku akan membelinya."

Aundy menggeleng, ia tidak butuh apa-apa. "Aku hanya butuh Mas, tetap di sini."

Air mata Wira menitik, sekarang ia tidak bisa mengabulkannya karena ingin berusaha meluluhkan sang bunda. Lebih cepat lebih baik, kalau tidak entah apalagi yang terjadi pada kekasihnya.

Setelah hampir satu jam Wira pamit dari sana, ia akan membeli minyak kayu putih dan buah anggur untuk kekasihnya. Tapi di mana mobilnya?

Wira yakin dia memarkirkan mobil Ria di sini tapi kenapa tidak ada? Bisa hilang begitu, sedang kunci ada di tangannya.

Meraba saku Wira mengumpat, aku tidak membawa ponsel. Setengah berlari pria itu menuju ke ATM di seberang jalan. Selama ada uang masih ada jalan, Wira tidak putus asa.

Saldo anda tidak mencukupi.

Apa ini? Wira memasukkan kartunya yang lain namun tetap sama. Ke mana hilang uangnya? Lima kartu tidak memiliki saldo, Wira mengusap matanya yang kian perih.

Apakah tidak memalukan kembali ke rumah sakit dan meminta uang yang diberikannya pada Aundy?

Diamku Di Atas DustamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang