Akhir pekan harusnya menjadi waktu bagi suami istri yang sampai sekarang masih menunda untuk memiliki momongan, tapi mereka bertengkar karena tidak sependapat. Jinan pergi dari pagi dan baru kembali jam tujuh malam, ia merasa aneh ketika tidak menemukan suaminya di apartemen.
Apakah setiap bertengkar Sam selalu pulang ke rumah orang tuanya?
Sekarang wanita itu sedang menuju ke rumah orang tua suaminya, sepertinya tidak perlu bicara dengan mama Sam jika perlu Jinan akan membuat kedua orang tua itu paham bagaimana cara menghargai rumah tangga anak dan menantunya.
Ada satu hal yang disesalkan oleh Jinan, yaitu dia tidak membuat perjanjian pranikah dengan Sam. Tapi belum terlambat jika ingin membuatnya, salah satu poin yang akan dimasukkan ke dalam perjanjian itu adalah orang tua dilarang ikut campur apalagi berhubungan intens dengan mereka, dia akan membuat Sam bertahan di sampingnya.
Orang tuanya dan orang tua Sam sama saja, mereka sama-sama membuatnya sakit kepala. Lihatlah sekarang, dia pergi untuk menenangkan pikirannya saat pulang malah semakin marah karena tidak menemukan suaminya.
Jinan akan membasmi semua toxic yang mengancam keselamatan rumah tangganya, tidak peduli jika dia harus melawan orang-oranng itu.
"Apakah mama dan suamiku ada di rumah?" Jinan bertanya pada bibi yang membukakan pintu untuknya.
"Ada, silahkan masuk."
Ruang tamu sepi tapi di ruang tengah ada suara orang bicara sepertinya sedang membahas topik seru.
Jinan geram melihat Sam duduk dengan papa mertuanya, sepertinya mereka sedang asyik menonton sambil bicara.
"Aku di sini." Jinan memberitahu keberadaannya, harusnya lebih sopan dengan cara menyapa apalagi di sana ada ayah mertuanya.
Sam sedikit terkejut melihat istrinya.
"Aku datang karena ingin berbicara dengan kalian." Jinan menatap ayah mertuanya. "Mama ada di rumah kan?"
"Jinan." Sam sudah berdiri di samping istrinya dan memanggilnya dengan lembut. "Maaf sudah membuatmu khawatir."
"Aku sedang marah sama sekali tidak khawatir." Jinan memperjelas suasana hati
"Bik." Wira memanggil pembantunya.
"Jinan." Sam menegur lembut istrinya.
Bibik datang lalu Wira menyuruhnya memanggil Ria sekalian meminta bibi memberitahu istrinya bahwa istri Sam datang.
"Kita perlu bicara Mas, terutama dengan orang tuamu."
Tidak ada yang salah dengan kata-kata menantunya tapi Wira tidak menyukai nada dan ekspresi Jinan.
"Kita pulang saja, ini sudah malam."
"Aku baru pulang tapi tidak ada orang di apartemen lalu capek-capek datang ke sini, Mas memintaku pulang?"
"Jinan, Sam."
Itu suara Ria.
Sekali lagi Sam mengajak istrinya pulang, kali ini tak dia takut tidak akan bisa mengendalikan emosinya. Padahal beberapa saat lalu amarahnya sudah mereda, Sam juga akan pulang sebentar lagi karena menunggu bibi mamasakan makanan kesukaan Jinan.
"Kapan datang?" tanya Jinan. "Duduk dulu yuk." Ria menghampiri menantunya untuk mengajak duduk.
"Di sini saja."
Ria yang hendak merangkul lengan menantunya terkesiap mendengar respons Jinan.
"Aku tidak akan berbasa-basi." Jinan marah tapi sikapnya teramat tenang.
Degup jantung Ria menakutkan, sebagai ibu dia tidak ingin mendengar hal buruk terkait hubungan anak dan menantunya.
"Aku keberatan setiap kali suamiku berhubungan dengan kalian, apalagi diam-diam menemui kalian."
Sam menarik tangan Jinan ingin membawa wanita itu pergi dari sana, feellig-nya begitu kuat bahwa malam ini akan terjadi sesuatu hal buruk.
Penyebutan kata sapa yang sangat tidak sopan, yang ada di hadapannya sekarang bukanlah teman apalagi musuh melainkan orang tua suaminya.
"Aku ingin menjalani rumah tanggaku dengan suamiku tanpa campur tangan kalian, maupun orang tuaku. Aku tidak perlu bertanya, nasehat apa yang bisa kalian berikan untuk kami sementara kalian sendiri pernah gagal."
"Jinan!"
Ria berusaha tegar setelah mendengar kalimat kasar yang dilontarkan oleh menantunya.
"Baik kalian maupun orang tuaku tidak boleh sembarangan masuk apalagi ikut campur dalam rumah tanggaku."
Sam murka, tapi Ria menyuruh putranya diam. Walaupun sakit Ria ingin mendengar semua keluhan atau perasaan menantunya malam ini.
"Harusnya sebagai orang tua kalian lebih mengerti, jika masih mengharapkan suamiku pulang kita berhubungan dengan kalian kenapa juga dulu memberi restu dan mengizinkannya menikah denganku?"
Ria menyadari satu hal bahwa tidak ada masalah internal antara putranya dengan sang menantu, masalah suami istri itu berkaitan dengannya.
"Aku tidak bisa diam saja Ma." Sam tidak tega melihat ekspresi terkejut mamanya. "Kita pulang sekarang Jinan." pria itu menarik Jinan.
Jinan sudah bertekad, dia tidak akan diam lagi. Ini satu-satunya cara membuat orang tua suaminya tahu diri.
"Kami memang tidak saling mencintai, tapi aku menghargai pernikahan ini. Bisakah mama mengerti? Kami akan hidup bahagia tanpa kalian, jadi tidak perlu berharap yang muluk-muluk." Jinan menghempaskan tangannya, dan kembali berjalan mendekat mama Zam.
Tubuh Ria bergetar, wajahnya pucat pasi.
"Apakah seperti itu cara menantu bicara dengan mertuanya?" Wira akhirnya buka suara, dia sudah cukup mendengar kata-kata tidak sopan istri putranya. "Satu hal yang perlu kamu ketahui, kami mau menikahkan putra kami denganmu bukan untuk memutus silaturahmi karena sampai mati anak laki-laki itu tetaplah anak ibunya."
Jinan tidak setuju dengan pemikiran seperti itu. "Sekarang aku punya alasan yang lebih kuat lagi kenapa suamiku tidak perlu berhubungan lagi dengan orang seperti kalian."
Kesabaran Sam telah habis, malam ini disaksikan oleh semesta dan orang tuanya laki-laki itu menjatuhkan talak. "Aku telah menjatuhkan talak untukmu, pulanglah ke rumah orang tuamu."
Ria ambruk dan Wira segera menahannya. Hati kedua orang tua Sam hancur, mereka tidak memiliki masalah serius tapi harus berakhir dengan perceraian. Sebenarnya siapa yang bersalah dalam hal ini?
"Mas!" Jinan menarik lengan pria itu. "Tidak akan ada perceraian."
Sam menepis tangan Jinan, dia teramat murka pada wanita itu. Tidak perlu dikatakan lagi bahwa dirinya dulu begitu memuja Jinan, sangkanya wanita itu sosok dewasa dan berwawasan luas nyatanya bersikap sopan saja tidak bisa.
"Pergi dari rumah orang tuaku!"
Kini Jinan melihat dengan jelas raut muka Sam.
"Aku tidak perlu wanita busuk sepertimu, kamu sosok istri yang akan mendorong suami ke dasar neraka."
Air mata Jinan juga mulai menitik sama dengan Sam dia juga marah, Sam mengatakannya wanita busuk?
"Tunggu apalagi?! Enyah dari hadapanku!"
Ria tidak sadarkan dan Wira mulai panik dan memanggil nama istrinya, pria itu menepuk lembut pipi sang istri.
"Kita ke rumah sakit sekarang!" Wira berteriak sambil menggendong istrinya dan membawa keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diamku Di Atas Dustamu
Romancecerita ini hanya ada di KBMapp dan Wattpad pura-pura tidak tahu dan dituntut diam, Ria melakukannya. ini bukan tingkatan terakhir dalam kesabaran, ia juga tidak sedang menahan diri anggap saja tidak terjadi apa-apa hingga sesuatu yang benar-benar me...