-13-

5.2K 742 42
                                    

Cinta membuat seseorang kehilangan akal sehat, sikap yang menyimpang seringkali dianggap benar oleh pelakunya mereka juga berani melawan norma melupakan karma yang lebih pedih dari kejahatan yang diperbuat. Tak akan habisnya sebelum penghujung tiba menikam diri atas konsekuensi yang pernah diabaikan, saat itu sesal pun enggan mengawali rasa pada pemilik hatinya.

Yang sedang dibutakan adalah Wira ia mulai menentang sikap ibu kandungnya, dengan berani keluar dari rumah membawa serta mobil milik Ria. Bukan istrinya tidak tahu tapi membiarkan tanpa mau tahu sejauh apa kaki pria itu melangkah.

Diuji berkali-kali dan mampu menjawab semua soalan yang perlahan merenggut nurani bukan sekarang hasil bentukan Wira terlihat semesta sudah menyiapkan waktunya yang tidak diketahui siapapun.

"Ayah wanita itu hampir bunuh diri dan dia masih bersikukuh?" ibu tahu tidak akan mati anaknya hidup di luar tanpa harta darinya tapi proses untuk bertahan itu yang dipertanyakan. "1x24 jam, Ibu akan menunggunya."

"Biarkan saja." Ria juga tertekan dengan perjanjian pra nikah.

"Apa maksudmu?"

"Jika memang ada itikad baik dari dulu papa Sam menyudahi hubungan haram itu." buktinya tidak, malah semakin menjadi salah ingin memperlihatkan pada dunia bahwa mereka adalah pasangan sejati.

"Kami yang mengambil tindakan atas perjanjian yang telah kalian tandatangani." ibu menatap lurus menantunya. "Orangtuamu, mereka tidak tahu kan?"

Membeberkan aib suami sementara tidak ada jalan yang bisa diambil bukankah percuma memberitahu orangtuanya? Point penting dalam perjanjian pranikah memaksa mereka mengikuti aturan itu. Dulu, mereka begitu saling mencintai tidak pernah menduga akan terjadi hal seperti ini karena itu yakin membuat perjanjian yang disaksikan wali dan pengacara.

"Berumah tangga benar urusan kalian, tapi Wira putra Ibu, pihak kami yang salah." untuk hal ini ibu tidak mau memaklumi keinginan Ria. "Masalah yang diciptakan Wira menyangkut nama baik keluarga."

Ria tahu akan sulit keluar dari perjanjian pra nikah, hal itu juga yang belum disampaikan pada Sam.

"Apa yang akan Ibu katakan pada mama-papamu? Meminta maaf saja tidak akan cukup."

Dia bisa memahami tapi suaminya tidak akan bisa, menikah tidak hanya tentang mereka tapi dua keluarga besar ikut menyatu.

Selama ini diamnya mengecoh semua orang, niatnya baik tak ingin orang lain ikut merasakan apa yang dirasakannya karena akan ada pergolakan emosi hebat antara dua keluarga, lagi Wira tidak akan mengerti karena saat ini mata dan hatinya dibutakan oleh wanita itu.

"Kalian datang bersama meminta restu, melahirkan dan membesarkan anak berdua." ibu pernah melihat betapa harmonis rumah tangga anak menantunya. "Pernikahan yang bahagia, sebab yang masuk atas kesalahan Wira hingga keadaan kalian seperti ini."

Pernah dipikirkan Ria, mungkin sampai di sini batas bahagiaku, cukup di sini kebersamaanku dengannya bisa jadi ini cara Tuhan menguji agar aku sanggup bertahan mendampingi anak-anak tidak menjauh karena Tuhan lebih tahu besarnya cintakununtuk Sam dan Cakra.

"Dia menggila." ibu bangkit dari duduknya, mobil sudah menunggu. "Terlalu malu memintamu baik-baik saja."

Ria tidak mengantar ibu mertuanya, tidak juga bertanya apa yang akan dilakukannya. Membiarkan beliau mengatasi kecewa dengan caranya sendiri, semua ada jatah hanya menunggu kapan gilirannya.

Hari-hari yang dilewati tidak wajar lagi, alih-alih mencari cara berbaikan dengan anak-anak Wira malah memikirkan seseorang yang belum tentu menjadi pelipur lara di masa tuanya.

Di rumah sakit ibu tidak menemukan Wira juga Aundy, dari perawat beliau tahu pasien telah keluar satu jam yang lalu. Langkah Wira tidak akan panjang jika laki-laki itu mengingat konsekuensi terbesar, tapi cinta saat ini begitu menggebu ia lupa pada semua hal yang akan dilewatinya. Pengalaman bibinya telah dilupakan, pengasingan itu proses menyesali semua perbuatan akan selamat jika bertahan tapi yang terjadi malah sebaliknya. Bibi ditemukan meninggal dalam kondisi mengenaskan. Menyilet hampir semua bagian tubuhnya, ketika melihat video kesalahannya dan penderitaan anak-anak jangan lupakan suami yang dikhianati tak lebih baik dari keadaannya.

Ria memintanya melepaskan dua orang itu, ibu tidak bisa mengabulkannya.

Sebuah rumah jauh dari kota tempat tinggal orang tua dan istrinya Wira membawa Aundy. Dia berusaha menjamin kehidupan kekasihnya mereka akan hidup bersama dan akan menikahi wanita itu begitu dia siap.

"Aku teringat ayah."

Wira meminta maaf. "Aku akan segera menemukannya." ia juga hancur melihat video ayah Aundy, tahu betapa terlukanya pria itu.

"Ibu Mas pasti menyekap ayah."

Wira belum memberitahu Aundy kondisi hubungannya dengan orang tua, ancaman pengasingan tidak juga diberitahukan pada kekasih hatinya. Aundy masih sakit, butuh perhatian yang lebih besar darinya. Kedua kaki belum bisa digerakkan, setiap mengingat pukulan tersebut hatinya sakit. Dia yang sempurna kini telah dibuat cacat, uangnya tidak cukup melanjutkan pengobatan.

Mungkin beda posisi dengan Ria, wanita yang kini mendapatkan sepenuhnya hati Wira juga tidak pernah menduga akan terjadi hal seperti ini. Enam tahun lebih hubungan yang dibina dengan pria itu baru sekarang ia ditindas.

"Aku tidak pernah bertanya tentang janji Mas."

"Janjiku menikahimu?"

Aundy mengangguk.

"Segera," kata Wira.

Dulu Aundy tidak pernah bertanya tapi Wira mengatakan sendiri ingin menikahinya, berarti ini bukan kali pertama mendengar jawaban tersebut sayangnya ingin itu belum diwujudkan oleh pria tersebut.

"Sekarang kakiku tidak berfungsi."

Wira mendekap wanita itu. "Kamu akan sembuh, aku akan mencari dokter terbaik."

Wira kembali membuat janji yang akan sulit ditepatinya. "Aku janji sayang."

Aundy menangis dalam pelukan kekasihnya, keadaannya sekarang terlalu buruk ia marah pada sikap kasar ibu Wira.

"Aku cacat." Aundy terisak. Ia teringat lagi ucapan ibu Wira dan kembali bertanya. "Seperti apa istri Mas, kenapa ibu memandang hina padaku." karena dari cara Wira memperlakukannya Aundy menganggap istri kekasihnya seorang perempuan tua yang akan segera menopause, begitu dangkal pikirannya.

"Dia tidak bisa melayani Mas lagi kan?"

"Aku yang tidak bergairah melihatnya, di mataku dia tak lebih dari seorang penyihir." kemarahan itu datang akhir-akhir ini tepatnya ketika ibu berlaku kasar pada Aundy. Bukan tidak bergairah, sejak bertemu dan menjalin hubungan dengan Aundy perlahan selera pada istri sah lenyap.

Secara sadar Wira tidak lagi menghargai pernikahan juga wanita yang telah melahirkan kedua putranya dan itu sudah berlangsung lama.

"Lalu apa yang dibanggakan ibu Mas?"

Wira juga tidak tahu, jika tentang anak bukankah Aundy bisa juga memberikannya keturunan?

Diamku Di Atas DustamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang