Yang diinginkan Cakra adalah mendampingi Jinan selama wanita itu mengandung tanpa perlu memberitahu bahwa dirinya ayah biologis janin tersebut karena itu Cakra berani menyusul Jinan ke Kanada.
Tepat di usia kandungan yang ke empat karena Cakra harus menyelesaikan segudang pekerjaannya dan mencari alasan yang bisa diterima oleh keluarga, rencana cuti selama dua minggu yang diajukan tidak mudah mengingat Cakra tidak pernah meninggalkan orang tuanya.
"Kenapa Cina?" tanya Sam. Pria itu melihat sang adik memasukkan pakaian ke koper. "Banyak tempat lain."
Cakra tidak mengatakan Kanada dia masih menyembunyikan segala sesuatu tentangnya yang berhubungan dengan Jinan.
"Mungkin aku akan memikirkan negara lain dicuti selanjutnya."
Tidak begitu banyak pakaian yang dibawa karena Cakra akan membeli sebagian di sana.
"Kalau tidak cukup dua minggu genapin saja satu bulan."
"Cukup."
Dia ingin menjenguk dan mendampingi selama waktu itu dan akan memikirkan rencana selanjutnya.
"Sebenarnya ada seseorang yang ingin kukenalkan, tapi aku akan menunggumu pulang."
Cakra tahu maksud kakaknya, ia telah mendengar dari Nuha tentang seorang gadis yang ingin dikenalkan padanya. Gadis yang tak lain adalah seorang dosen muda di Universitas Indonesia.
"Terimakasih sudah memikirkanku." sayangnya ada orang lain di pikiran Cakra, ah tidak. Tepatnya ada dua sosok yang selama ini memenuhi pikirannya.
Entah bagaimana keadaan mereka di sana dan kunjungannya sekarang ingin melakukan yang terbaik untuk mereka, jika memungkinkan Cakra akan berbicara dengan Jinan.
"Pak Dody sudah menunggu, aku berangkat sekarang."
Sam mengangguk sekali. Walaupun cukup responsif dengan ekspresi hidup ia menyadari ada sesuatu yang sedang dialami oleh adiknya namun begitu Sam masih menahan lidahnya untuk tidak bertanya.
Sebelum berangkat sekali lagi Cakra berpamitan pada orang tuanya, seandainya mereka semua tahu mungkin dia akan meminta doa yang terbaik. Sudahlah, Cakra sudah memutuskan untuk tidak memberitahu masalah ini pada keluarganya.
Setidaknya pada Sam dia memberitahu perihal besar ini, bukan tidak punya nyali bukan juga tidak mempercayai kakaknya tapi Cakra ingin menjaga semuanya dengan baik.
******
Di depan sebuah pintu apartemen seorang pria berdiri menunggu pintu dibuka setelah menekan bel. Ia tidak salah alamat karena sebelum datang sudah memastikan tempat tinggal Jinan. Begitu pintu terbuka, kedua orang itu saling bertatapan dalam diam selama beberapa saat.
"Maaf aku baru menjengukmu."
Lagi ada jeda tanpa disadari ketika Jinan mendengar permintaan maaf. Untuk apa pria itu datang dan kenapa dia meminta maaf? Apakah berhubungan dengan masa lalunya?
Tapi itu sudah lama, dia dan Sam tidak pernah lagi bertemu dan tidak juga tahu kabar masing-masing.
Baiklah, Jinan akan mendengar maksud kedatangan Cakra ke sini setelah beberapa bulan dia meninggalkan tanah air.
"Boleh aku masuk?" tanya Cakra yang berusaha keras menahan tatapan agar tidak turun pada perut wanita itu.
Jinan membuka lebar pintu sebagai isyarat mempersilakan pria itu masuk.
Cakra tidak langsung duduk ia memperhatikan ke seluruh ruangan yang bisa ditangkap netranya.
"Syukurlah kamu hidup dengan baik."
Jinan terkejut dengan sebutan kamu yang diucapkan Cakra.
Cakra berbalik dan kini duduk di sofa melihat penuh pada wanita itu.
"Aku datang ke kantormu dan mereka mengatakan kamu sudah pindah." Cakra tidak berbohong tentang ini. "Karena pekerjaanku juga sangat sibuk aku baru mengetahui kabar keberadaanmu di sini beberapa waktu lalu."
"Tapi kamu tidak perlu datang."
Jinan masih sama seperti dulu, berbicara tanpa ekspresi juga tatapan yang tidak memiliki arti.
"Sepertinya perlu."
Jinan seperti menyadari sesuatu tapi dia menepis dan menekankan dalam hati bahwa ini tidak mungkin.
"Setelah bercerai dengan kakakku hubungan kita tetap baik walaupun tidak pernah saling berkunjung, mengabaikan seseorang yang pernah kukenal bukan hal baik bagiku mungkin sebuah gangguan kecil bagimu."
Benar sekali, itu yang dirasakan Jinan setiap kali bertemu dengan anggota keluarga mantan suaminya. Baik itu orang tua maupun adik Sam.
"Sekarang kamu apa kabar, bahagiakah dengan kandunganmu?" barulah Cakra melihat gundukan menggemaskan itu. Empat bulan kalau tidak salah, itu yang dihitung olehnya.
"Berarti kamu tahu aku hamil?"
Cakra mengangguk.
"Aku tidak pernah memberitahu siapapun."
"Aku juga tidak mencari tahu tapi sekarang aku melihatmu."
Jinan meremat tangannya. "Kamu tidak bertanya apapun dan kamu tidak tahu apakah aku bersuami atau tidak."
"Menurutmu aku harus bertanya?"
"Apa maksudmu?" lidah Jinan kelu. Ia tidak ingin membenarkan pikirannya sekarang, dia juga tidak ingin menebak apa-apa.
"Tidak ada satupun foto di ruangan ini, juga tidak ada tanda-tanda orang lain di sini, apakah salah jika aku memvonis bahwa kamu belum menikah?"
Jinan menatap pria itu, wajah dan tatapan Cakra begitu serius, ia takut.
"Kenapa diam?" Cakra bertanya lembut. Sama seperti Jinan air matanya juga menitik. "Kamu terkejut?"
"Aku tidak percaya ini."
"Aku tidak memaksamu karena aku datang sebagai lelaki juga seorang ayah."
Jinan menggeleng. "Cukup," titahnya dengan suara lemah. Selama empat bulan ini dia menerima kandungannya tidak mempermasalahkan lagi siapa ayah biologis bayi yang dikandungnya.
"Terimakasih sudah mempertahankan dan menjaganya selama ini."
Harusnya Cakra bangun dan memeluk wanita itu, harusnya dia menggenggam dan menguatkan Jinan tapi ia tidak bisa menyentuh dalam keadaan sadar karena ia tidak pernah melakukan pada wanita manapun.
"Aku datang bukan untuk menyakitimu, aku sudah cukup brengsek dengan diam selama empat bulan ini."
Rencananya meleset jauh. Awal yang telah disusun tercecer begitu saja begitu melihat wajah wanita yang mengandung benihnya.
"Aku tahu kekalutanmu sekarang karena itu aku minta maaf."
Ketika masih gadis Jinan hidup sendiri hingga dia memiliki pekerjaan tetap lahir dari keluarga mapan tidak membuatnya ambisius pada warisan. Berkat kerja kerasnya sendiri dia mampu hidup dengan baik bahkan ketika dirinya telah bercerai dan sekarang mengandung ia masih bisa berdiri dengan kedua kakinya tanpa mengadu pada satu orang manusia pun termasuk kerabatnya.
Ini tidak mungkin, Jinan masih tidak percaya jika Cakra adalah ayah biologis bayi yang dikandungnya.
"Aku tidak memintamu menerimaku tapi jangan menolak kehadiranku." ini sebuah permohonan dari Cakra dan ini pertama kalinya dia memohon pada seorang wanita yang tak lain adalah mantan kakak ipar yang kini tengah mengandung anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diamku Di Atas Dustamu
Romancecerita ini hanya ada di KBMapp dan Wattpad pura-pura tidak tahu dan dituntut diam, Ria melakukannya. ini bukan tingkatan terakhir dalam kesabaran, ia juga tidak sedang menahan diri anggap saja tidak terjadi apa-apa hingga sesuatu yang benar-benar me...