-10-

5.8K 805 50
                                    

Bukan di rumah orang tuanya tapi di kantor Ria laki-laki itu terkapar, harus menunggu dua jam ke depan karena seperti kata rekan kerjanya bahwa Ria sedang berada di pengadilan. Hanya ada Ria di kepala ketika pikirannya buntu tidak ada teman apalagi orang tua, tapi harus menunggu dua jam dan itu juga belum pasti Ria kembali.

Apakah wanita itu menyimpan uang di lacinya? Wira berdecak kesal, kenapa punya keinginan untuk mencuri? Tidak, ia hanya mencari dan meminjamnya. Tapi bagaimana kalau Ria melihat rekaman CCTV?

Harusnya dia meminta semua uangnya bukan hanya ongkos taksi tapi kasihan Aundy bagaimana kalau wanita itu menginginkan sesuatu? Rasa bersalah semakin besar ketika mengingat kekasihnya.

Tidak pagi lagi Wira masih sabar menunggu, ia juga melewatkan jam makan siang menunggu Ria kembali yang katanya dua jam. Rekan istrinya juga tidak masuk lagi sekadar basa-basi menawarinya makan sementara yang sedang ditunggu berada di rumah orang tuanya.

"Ibu melakukannya?"

"Harusnya tidak, tapi dia tidak menyesal sama sekali."

Ria tidak merasa hukuman itu hanya pantas untuk Aundy, Wira juga harus menerima bukankah dia dalang utama? Meski belum tahu siapa duluan yang menggoda tetap sebagai pihak laki-laki yang salah karena melayani hingga hubungan sejauh ini. Jika Aundy sudah mengorbankan kakinya apa yang pantas dikorbankan Wira?

"Lihat saja sekarang, dia masih berani menghubungi suamimu."

Ria tidak perlu membuka bobrok suaminya, ibu lebih tahu jadi dia hanya perlu menunggu.

"Dan yang lebih sinting Wira, kenapa dia tidak takut sama sekali?" ibu tertawa lantas melanjutkan. "Kamu tidak penasaran di mana dia sekarang?"

Di rumah sakit mungkin.

"Mungkin sedang jadi gelandangan sekarang."

Ria tidak bisa tertawa apakah ini awal dari hukuman atas keteledoran suaminya atau peringatan dini yang mencengangkan.

"Sementara gunakan sopir yang Ibu sediakan, dan amankan kartu kreditmu. Cukup simpan sejumlah uang yang kamu perlukan."

Ibu tidak menyuruh orang kepercayaannya mengikuti Wira, setelah mobil digerek dan saldo dikuras ia membiarkan putranya menjadi gelandangan.

"Ibu mau lihat, seperti apa cara mereka mencintai."

Hubungan gelap itu bukan baru dimulai, bisa dikatakan sudah cukup waktu untuk menyempurnakan status entah apa yang dijanjikan Wira pada wanita itu sampai saat ini masih bertahan atau kekasih suaminya yang mempertahankan hubungan mereka sampai berani tampil ke publik.

"Diammu menjelaskan semua."

Ria menatap ibu mertuanya, kalau ibu sudah tahu maka sedikit sakit hatinya terbalas padahal ia tidak pernah berharap pembalasan seperti ini. Tapi lumayanlah.

"Pertama untuk putramu." ibu tahu banyak hal menjadi pertimbangan sebelum keputusan fatal diambil Ria. "Kedua perjanjian pra nikah."

"Setidaknya Sam melihat papanya di hari pernikahannya." Ria mengatakan dengan jujur keinginannya. Ia tidak tahu mungkinkah putra sulungnya mengabulkan harapan tersebut. "Itu yang kucita-citakan sejak mereka masih kecil."

Diamku Di Atas DustamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang