Bangunan tersebut lebih mirip seperti villa, terletak jauh dari tempat tinggal warga tapi Wira tidak bisa melihat seperti apa jalan menuju ke tempat tersebut karena kedua matanya ditutup lebih dari 12 jam dan didampingi sekitar lima orang terpilih dari orang kepercayaan ibunya.
Yang pertama dirasakan oleh Wira ketika masuk ke vila tersebut adalah takut, dia tidak tahu berapa lama akan berada di sini tempat yang sepi tanpa seorang manusia pun hanya dia sendiri yang terkurung di bangunan besar ini. Tidak ada petunjuk apapun atau alat bantu untuk menghubungi seseorang, ini benar-benar pengasingan dan dia akan tinggal dalam waktu yang tidak ditentukan.
Siapa yang bisa diajak bicara, Wira hanya membawa koper bukan benda hidup yang bisa ditanyai atau sekedar mengobrol dengannya untuk menghilangkan sesuatu yang dirasakan aneh yang membuat bulu kuduknya merinding.
Tidak pernah dibayangkan Wira bahwa dia akan memiliki waktu luang sebanyak ini, pria itu tersenyum. Saat tidak sibuk di kantor dia sering datang ke apartemen Aundy, di sana dia menunggu kekasihnya pulang kerja sedikitpun tidak bosan padahal sudah menunggu sejak siang dan baru melihat gadis itu sore hari.
Wira menggeleng, sekarang bukan saatnya memikirkan kenangan itu dia tidak tahu ada atau tidak penyadap di bangunan ini.
Tidak ada yang memberitahunya kamar yang mana yang bisa dipakai, ah aku sedang tidak di hotel.
Kamar pertama menjadi pilihan, Wira tidak akan bisa memilih kamar yang lain setelah masuk ke kamar itu karena dengan otomatis kamar tersebut akan terkuncin.
"Selamat datang di pengasingan, tuan Wira."
Wira melompat ke belakang ketika mendengar suara seorang wanita.
"Kamu tidak perlu tahu siapa saya."
Wira mencari asal suara tersebut.
"Kamu sendiri yang memutuskan datang ke tempat ini dan kamu juga yang menentukan lama atau tidaknya anda di sini."
Wira tidak melihat speaker atau alat semacam itu tapi tahu arah asal suara tersebut.
"Kita mulai sekarang."
Suara yang tadi tampak tenang kini terdengar dingin di telinga Wira. Pria itu mulai was-was, ia baru masuk ke kamar dan mendengar suara tersebut bahkan dirinya belum merebahkan tubuhnya di ranjang itu.
"Kamu bersumpah menjalani pernikahanmu dengan norma yang sudah tertulis tapi akhirnya kamu berkhianat."
Keringat Wira mulai keluar, telapak tangannya pun basah karena takut.
"Istrimu, dia memperingatimu tapi kamu bungkam ketika dia marah kamu membalas dengan murka, menurutmu itu benar."
Wira meneguk ludahnya, dia baru tiba dan tidak diizinkan istirahat dulu?
"Entah apa yang kamu lihat darinya, wanita bernama Aundy itu tidak pantas mendampingimu tapi kamu menyimpan dan menjalin hubungan diam-diam?"
"Aku---" Wira tidak tahu jika tidak bisa berkomunikasi dengan suara tersebut. Semua diatur oleh sistem, Wira hanya bisa memasang telinganya.
"Akan kurincikan kesalahan fatal yang kamu lakukan satu persatu."
Apa yang akan disalahkan, cinta? Ia seolah melupakan fakta pernikahannya dengan Ria berdampingan dengan surat perjanjian yang tidak akan bisa diingkari.
"Ulang tahun pernikahan kamu lewatkan, malam itu kamu lebih memilih menghabiskan waktu di sebuah hotel dengan wanita itu."
Tidak perlu rekaman karena Wira masih mengingatnya, malam itu adalah malam di mana dia memperingati satu bulan hari jadinya dengan Aundy. Masa-masa itu adalah waktu di mana cintanya begitu menggebu pada sang kekasih.
"Kamu tidak melupakan tapi sengaja melewatkannya sementara di sebuah restoran istrimu sudah menyiapkan semuanya."
Napas Wira perlahan mulai memburu. Malam itu bukan pertama kalinya mereka merayakan anniversary pernikahan, malam itu juga bersamaan dengan malam jadiannya dengan sang kekasih karena itu Wira memutuskan pergi bersama Aundy membatalkan sepihak acara yang sudah disusun rapi oleh istrinya.
"Ada kabar baik yang ingin disampaikan, tapi malam itu juga kamu memutuskan walaupun dengan tidak sengaja memberitahu hubunganmu dengan wanita itu."
Hal baik apa, setelah malam itu esoknya mereka bertengkar dengan hebat. Wira yang lelah karena tidak tidur semalaman harus melayani rentetan pertanyaan yang tak ingin dijawab olehnya.
"Bukan hidangan biasa, sekalipun istrimu menyewa restoran itu untuk anniversary kalian dia menyiapkan makan malam itu dengan tangannya sendiri."
Wira tidak menyuruhnya, jadi kenapa harus dipermasalahkan sampai mereka bertengkar hebat hanya karena perkara simpel itu?
"Selama bulan itu, kamu tidak pernah bertanya apapun tidak juga memperhatikannya, lalu saat dia berontak kenapa kamu tidak terima bukankah kamu yang membuatnya seperti itu?"
Wira tidak ingin memarahi Ria saat itu tapi istrinya terus-menerus menanyakan hal yang sama, kira-kira laki-laki mana yang tidak terpancing emosi?
"Saat kamu memintanya diam, saat itu pula istrimu menganggap logika dan perasaanmu telah mati."
Tiba-tiba terpampang sebuah layar di depannya dan suara itu kembali terdengar.
"Lihatlah sepasang kaki itu."
Seketika perut Wira mual melihat sepasang potongan kaki tersebut sedang dikerumuni belatung.
"Tidak mesti kaki kamu bebas memilih bagian tubuh lainnya, mulut mungkin atau dadanya."
Slide yang diperlihatkan selanjutnya adalah dada wanita yang membusung namun dipenuhi dengan ulat tanah dan bila tidak bisa menahan perutnya ia sudah berlari ke toilet untuk memuntahkan isi perut.
Mulai muncul berbagai pertanyaan di benaknya, melihat gambar-gambar tersebut sungguh mengerikan. Wira menelan ludahnya ketika bayangan wajah bibinya melintas, apakah itu bagian tubuh bibinya?
Seandainya tidak ada bekas potongan mungkin tidak akan se-mengerikan ini, bulu kuduk Wira merinding dan dia mulai kedinginan.
"Tidak ada waktu untuk menunda."
Wira yang sedang menatap pantulan wajahnya di cermin kembali terkejut mendengar suara itu.
Apakah jika dirinya tidak keluar cuplikan foto itu akan ditayangkan di kamar mandi? Sepertinya dia tidak memiliki tempat privasi di pengasingan.
"Bayangkan saja kaki itu milikmu, sedangkan dada yang dikerumuni ulat tanah milik wanita itu."
Rahang Wira mengerat membayangkan kata-kata yang diucapkan oleh suara wanita tak berwujud itu.
Ketika membuka pintu kamar mandi Wira tertegun, napasnya seolah berhenti detak jantungnya juga melemah saat tanpa sengaja matanya melihat ke layar.
Wira mengenal wajah yang terpampang di sana, sudah terlanjur takut karena diserang bertubi-tubi.
Wajah itu tak lagi sempurna, kedua bola mata telah dicongkel dalam video tersebut dia melihat ribuan ulat bergerak keluar masuk dari rongga mata tersebut, dan itu wajah kekasihnya.
Di pintu kamar mandi tubuhnya tersungkur, Wira pingsan setelah melihat tayangan mengerikan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diamku Di Atas Dustamu
Romancecerita ini hanya ada di KBMapp dan Wattpad pura-pura tidak tahu dan dituntut diam, Ria melakukannya. ini bukan tingkatan terakhir dalam kesabaran, ia juga tidak sedang menahan diri anggap saja tidak terjadi apa-apa hingga sesuatu yang benar-benar me...