Cakra - 9

2.1K 307 13
                                    

 Tidak ada yang ingat pergumulan malam panas itu hanya Cakra yang bangun lebih awal dan bergegas pergi dari apartemen sedangkan Jinan tidak tahu apa-apa bahkan tidak sempat melihat keberadaan Cakra. Namun ia tidak bertanya lebih lanjut lagi perihal yang pernah terjadi empat bulan lalu.

Jinan tidak memiliki perasaan apa-apa pada Cakra sama seperti pria lain kendati dia adalah ayah biologis bayi yang dikandung.

"Bagaimana dengan orangtuamu?"

"Mereka tidak tahu." lalu Cakra bertanya. "Apakah mustahil kalau aku menikahimu?"

"Aku tidak akan menikah lagi." dengan laki-laki manapun Jinan tidak ingin menikah. Cukup Sam, ia tahu kapasitasnya sendiri yang tidak mudah menerima orang lain dalam hidupnya jadi Jinan tidak akan mengulang kesalahan untuk kedua kalinya.

"Berarti kamu tidak mengizinkanku memberitahu mama bahwa ada bayi di antara kita?"

Jinan yakin ini bukan kesengajaan jadi tidak masalah jika tidak ada orang yang tahu terlebih dari keluarga Cakra.

"Siapapun yang salah aku tidak ingin membuat anak ini merasa bersalah."

Cakra tidak memaksa, segala sesuatu akan dibicarakan dengan wanita itu dia menghargai kebijakan yang dibuat oleh Jinan. 

"Kalau sudah merasa cukup melihat keadaan kandunganku kamu bisa pergi."

"Izin dari kantor dua minggu, aku baru menginap dua malam. Masih ada dua belas hari lagi."

"Bagaimana kalau ada yang tahu?"

"Demi kamu tidak akan."

Jawaban seperti itu saja tidak menyentuh hati Jinan, ia murni menganggap Cakra mantan adik iparnya.

"Aku mengatakan pada keluargaku pergi ke Cina."

"Meskipun begitu bukan hal baik kalau kita tinggal bersama."

Cakra punya kepentingan sendiri dia tidak akan melakukan hal di luar batas karena tujuannya ke sini untuk melihat juga mendampingi Jinan selama dua minggu ke depan.

"Kesalahan malam itu dikarenakan alkohol, aku tidak pernah menyentuhnya kecuali malam itu dan sekarang akan kupastikan tidak akan ada benda itu lagi."

Sejenak Jinan tertegun. Ya, benar alkohol. Dari semua penyebab benda itu yang diingat oleh Jinan. Tapi dia tidak ingat apapun sampai kakinya tiba di apartemen, siapa yang mengantarnya dan kenapa membuka pintu di saat tidak sadar juga tidak diingat olehnya.

"Aku sudah membuatkan makan siang, kita makan sekarang." Cakra menarik bangku dan mempersilahkan Jinan duduk. 

"Kamu tidak perlu repot-repot."

"Aku melakukannya dengan senang hati, dalam beberapa bulan aku hanya memiliki waktu dua minggu. Tapi aku akan mencari waktu luang sebanyak mungkin agar bisa berkunjung lagi."

Cakra pria bertanggung jawab tapi Jinan tidak membutuhkan laki-laki itu dia tidak ingin dianggap memanfaatkan situasi terlebih selama ini dia bisa hidup sendiri. Sejak mengetahui fakta ini pikirannya sering berkecamuk, banyak tanya yang mengkhawatirkan terutama tentang keluarga mantan suaminya.

Mungkin akan lebih baik seandainya Cakra tidak mengakui dan tidak berada di sini karena Jinan sudah menerima keadaannya sekarang. Jika memang sangat ingin tahu siapa ayah biologis anak yang dikandungnya dia bisa menyuruh orang mencari tahu tapi kenyataannya dia pergi meninggalkan kisah malam kelam itu.

Jinan sadar bahwa Cakra memperhatikannya tapi wanita itu sama sekali tidak grogi, ia mengunyah dan menelan makan siang buatan pria tersebut dengan baik. Di antara mereka tidak ada hubungan apa-apa dan hati keduanya juga tidak terlibat dengan perasaan apapun jadi semua masih dibatas normal.

"Aku pasti sudah melewatkan masa berat di awal kehamilan."

"Hanya dibulan kedua dan itu tidak sering." Jinan tidak ingin Cakra merasa bersalah, bahkan dia sudah meminta Cakra pergi dan melupakan semuanya.

"Tetap saja aku tidak di sampingmu. Maaf."

Jinan tidak pernah mempermasalahkan dari awal kehamilan hingga sekarang. "Yang kukhawatirkan malah keberadaanmu."

"Jaminan dariku tidak main-main, tidak ada yang tahu hingga aku mendapat izin darimu."

Walaupun tidak ada hubungan apa-apa di antara mereka, ikatan yang terjalin karena bayi yang sedang dikandung namun Cakra merasa menjaga nama baik dan menghindari segala sesuatu yang bisa mengganggu kenyamanan Jinan.

Ada sesuatu yang berbeda mungkin bisa dikatakan berkembang adalah komunikasi mereka. Jika dulu hubungan mereka sebatas kakak dan adik ipar maka sekarang ada yang lebih spesial yaitu keduanya sekarang adalah calon orang tua. Tidak apa jika ke depannya komunikasi mereka hanya seputaran sang anak setidaknya ia merasakan kehadiran orang tuanya.

Dulu mereka juga tidak pernah duduk di ruang yang sama sekedar mengobrol santai, baik Jinan maupun Sam bukan tipikal orang yang mau bergabung tanpa alasan mungkin kala itu kakaknya lebih menghargai Jinan.

"Boleh aku tahu, apa kegiatanmu sehari-hari?" Cakra tidak sungkan saat menanyakannya, ia ingin tahu apa yang dilakukan Jinan bersama anaknya di apartemen.

"Tidak ada yang spesial."

"Tapi aku yakin, seorang ibu akan mengistimewakan semua waktu untuk buah hati." itu yang dilihat Cakra dari ibunya.

"Bisakah dikatakan spesial jika yang kulakukan di sini hanya membaca, kadang pergi menjadi tempat yang indah untuk dikunjungi atau bertemu anak-anak yang tidak memiliki orang tua di panti asuhan."

Cakra tersentuh. Jinan seorang pekerja keras, dia juga konsultan hukum terpandang di tanah air wanita itu juga sosok yang disegani oleh banyak orang memilih hidup di negara orang meninggalkan semua atribut demi bayi mereka.

"Bagiku itu sangat istimewa dan aku yakin saat dia besar nanti amat menyayangimu."

Dalam hati Jinan mengaminkan. 

"Sekarang ada seseorang yang akan menyayangimu, kurang dari waktu lima bulan akan hadir seorang lagi. Kamu akan menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini."

Cakra tidak main-main dengan ucapannya, Jinan sudah bertahan sejauh ini wanita itu juga rela menjalani kehidupan ini seorang diri sekarang saatnya membuktikan bahwa ia akan berada di sampingnya.

Visi dan misinya belum tertuntaskan tapi Cakra akan melanjutkan sekarang semangatnya semakin menggebu. Akan diperkenalkan pada Jinan sisi hidup yang lebih baik yang tidak pernah dirasakan oleh wanita itu, akan dijadikan sosok wanita mulia dan ibu yang disayangi oleh anaknya nanti. Dengan cara ini Cakra akan memathkan anggapan dan pandangan Jinan terhadap orang tua juga keluarga.

"Istirahatlah, sore nanti aku ingin mengajakmu bertemu dokter kandungan. Aku ingin melihat perkembangannya."

Jinan tidak membantah, sekalipun sudah memiliki dokter pribadi sendiri tidak salahnya ia mengikuti ajakan Cakra. 

Tekad laki-laki itu sudah bulat, waktu dua minggu yang dikatakan pada Jinan akan dimanfaatkan dengan baik. Cakra akan memperkenalkan dirinya pada sang buah hati agar si anak merasakan kehadirannya.

-

Diamku Di Atas DustamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang