Tugas sejarah

655 81 5
                                    

"Kan, liat deh. Atra keringetan aja ganteng ya?" tanya Jessie yang seperti bisikan.

Kana menyipitkan matanya untuk memfokuskan penglihatannya. Disana ada Atra dan beberapa temannya yang sedang bermain bola.

Kana tidak menjawab. Pikirannya melayang pada saat acara camping kemarin lusa. Surat dari Atra, Kana penasaran apa alasan Atra begitu merasa Kana sangat berharga. Ia hanya mencoba menenangkannya. Dia tidak melakukan sesuatu yang begitu besar sampai laki-laki itu berkata Kana adalah alasannya untuk tetap hidup.

"Orang tuanya makan apasih sampe punya anak se-ganteng Atra?" Jessie mengetuk dagunya berpikir lalu menatap Kana.

"Lo juga cantik banget. Bunda Amerta ngidam apa pas hamil Lo?"

Jessie tidak tahu saja. Bunda Amerta itu bukan Ibu kandung Kana.

Sedikit yang tahu fakta itu, hanya anggota keluarga besar dan itu tidak semua.

Kana mencubit pipi Jessie gemas,
"Lo juga cantik. Nyadar gak?"

Gadis yang rambutnya sekarang berwarna blonde itu mengangguk setuju,
"Iya dong, kalo ga cantik gak bakal jadi idol."

Memutar bola matanya malas, Kana bangkit dari duduknya.

"Mau kemana?" tanya Jessie menarik pelan ujung rok Kana.

"Kantin."

Seusai menjawab Jessie, Kana melangkahkan kakinya menuju kantin. Mengabaikan teriakan Jessie yang menyuruhnya untuk tetap menonton permainan bola yang belum juga selesai. Perut Kana saat ini sedang berdemo. 10 menit lagi istirahat usai dan ia belum mengisi tenaganya.

Sambil bersenandung kecil gadis itu menyamakan langkahnya pada garis lantai. Hal yang sering ia lakukan dan itu cukup menyenangkan.

"Bangsat. Lo sengaja ya nabrak gue?"

Kana mendongak, mengalihkan pandangannya pada asal suara.

"Gue gak sengaja, maaf."

"Jalan masih luas dan bisa-bisanya lo masih nabrak?"

"Gue berani sumpah gue gak sengaja."

"Gue gak peduli. Karena kelakuan lo tugas sejarah gue basah semua."

Kana berjalan mendekat ke arah kerumunan murid. Murid yang melihat kehadiran Kana memberi jalan pada gadis itu. Memudahkan Kana untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.

"Gue kira lo gak sama kaya anak beasiswa lainnya. Tukang nabrak abis itu ngelak kalo lo bukan pelakunya." Bian mendengus menatap gadis berambut sebahu di hadapannya.

"Gue beneran gak sengaja, Bian."

Bian mendecih menatap nyalang lawan bicaranya, matanya menyala-nyala karena emosi.
"Terus lo bisa balikin tugas sejarah gue yang udah basah ini, Tari?"

Pelaku penabrakan yang ternyata Tari itu memilin ujung seragamnya gugup,
"Gue gak bisa."

Bian mengangguk, menjentikkan jarinya.
"Nah. Terus gimana cara lo tanggung jawab hah?"

"Yang lo basahin ini kerjaan kelompok gue. Tulis tangan dan gak ada salinannya. Gimana lo bisa tanggung jawab sama hal ini brengsek?" lanjut Bian yang wajahnya sudah merah padam.

Kana dapat merasakan perasaan Bian. Tugas sejarah yang harus ditulis tangan, lengkap dengan dokumentasi hasil kunjungan ke museum yang tebalnya lumayan. Menyampingkan tabiat Bian yang emosian. Kalau Kana berada di posisi Bian, dia juga akan sangat marah.

Tapi kalau Kana di posisi Taria.  Ia akan merasa malu karena dibentak dan menjadi tontonan warga sekolah. 
Tapi itu juga salahnya yang tidak hati-hati. Apalagi korban atas kecerobohannya adalah Bian.

Kita tidak tahu karakter setiap orang. Lebih baik menghindari masalah daripada harus ikut campur ke dalamnya.

Tapi kenapa setiap ada masalah disitu ada Kana?

"Bian cukup."

Bian mengatupkan bibirnya yang hendak berbicara, menoleh ke samping.

Ada Kana.

Dapat dilihat laki-laki itu menghembuskan napas, meredakan emosinya.

"Urusan kita belum selesai." tekannya pada Taria lalu berlalu pergi meninggalkan kerumunan.

🦋🦋🦋🦋

"Kenapa lo berhentiin gue?"

Kana menatap punggung Bian dengan rumit. Ia juga tidak tahu. Kana jadi merasa bersalah. Gadis itu paham setiap orang punya cara sendiri dalam menyelesaikan masalahnya. Harusnya Kana tidak menghentikan Bian. Kalau laki-laki itu menekan emosinya. Bisa-bisa suatu saat ia akan meledak.

"Maaf."

Hanya itu yang bisa Kana ucapkan. Tenggorokannya terasa tercekat.

Bian menghela napas, meraih jari kelingking Kana dan mengusapnya.
"Kenapa minta maaf?"

Kana menatap Bian yang kini sepenuhnya menghadap dirinya,
"Harusnya gue gak ikut campur."

Laki-laki itu terkekeh,
"Kenapa harus minta maaf? Malah kehadiran lo bisa bikin gue tenang. Kalau tadi lo gak berhentiin mungkin gue udah lepas kontrol."

"Tapi tugas lo?"

Bian menaruh dagunya di bahu Kana,
"Gimana ya?"

Degg

Dapat Kana rasakan udara panas sekitar lehernya saat laki-laki itu bicara. Kana membatu atas perlakuan Bian. Ia mendorong dada Bian agar menjauh. Tapi tubuh laki-laki itu terasa keras seperti batu. Perlakuan Bian, entah kenapa Kana merasa sesuatu berdesir di dalam tubuhnya.

"Bian, kayanya gue sakit."

"Hah lo sakit apa? Bilang sama gue." tubuh Bian menegak. Menatap Kana dari atas sampai bawah lalu membolak-balikan tubuh gadis itu.

"Gue ngerasa aneh. Tiba-tiba gue ngerasa merinding."

Astaga

                     ☠️☠️☠️☠️

                     ☠️☠️☠️☠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Albian kalo kesel

Kana dan FanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang