Kucing

606 78 7
                                    

"Kita ngapain disini?" tanya Kana bingung. Habisnya tiba-tiba dua saudaranya mengajak Kana pulang jalan kaki, yang belum Kana ketahui alasannya.

"Mau kasih makan kucing, Kan." jawab Shaka membuka resleting tasnya dan mengeluarkan makanan kucing yang bungkusnya berwarna merah muda. Kana tidak mau iklan, soalnya dia tidak dibayar.

Ah kebetulan tidak hanya ada Levan, Arkan dan Kana. Disini juga ada Atra, Bian dan Shaka. Bahkan ada Jessie dengan alat tempurnya. Ralat-- masker dan topi, kalau ada fansnya yang melihat bisa menjadi fanmeeting mendadak.

"Serius?"

"Serius lah, emangnya di muka kita ada muka-muka tukang tipu?" tanya Arkan mencebik.

"Lo mah muka-muka penjahat." jawab Jessie asal yang membuat Arkan membulatkan matanya.

"Lo ya kalo ngomong!"

"Suka bener." lempeng Levan membuat mereka semua seketika tertawa renyah.

Arkan mengerucutkan bibirnya lalu mengusap dadanya sabar,
"Levan sekali ngomong nyakitin, sebel gue."

"Udahlah ayo jalan." lerai Atra menarik kerah seragam Arkan sambil melangkahkan kakinya menjauh dari gerbang komplek.

"Eh anjing leher gue ke cekek."

Kana menggelengkan kepalanya heran tak ayal bibirnya tertarik membentuk senyuman.

"Seneng?"

Gadis itu menoleh pada Bian yang berjalan disebelahnya lalu mengangguk.

Bian tersenyum tipis. Mengusap rambut Kana sebelum laki-laki itu menyamakan langkahnya dengan Arkan dan Atra yang sedang adu mulut.

"Wah, gue gak salah liat?" heran Jessie menatap Kana dengan raut tak percaya.

"Apa deh?"

"Tadi Bian usap-usap kepala lo, Kan." bisik Jessie.

"So? apa yang spesial." balas Kana dengan berbisik juga. Toh ini bukan kali pertama Bian mengusap rambutnya.

"Bian itu mencurigakan. Sus Kan Sus."

"Sus? Kue sus?"

Jessie berdecak,
"Suspect, Kana. Gue rasa ada bau-bau fall in love."

Kana terkekeh geli, merangkul bahu Jessie dan mempercepat langkahnya.

Jessie memincingkan matanya,
"Tumben."

"Tumben apa?"

"Tumben respon lo biasa aja. Setiap gue bilang ada yang suka. Lo pasti bakal bales 'iya gue tau kok'." kata Jessie menirukan gaya bahasa Kana.

Berpikir sebentar, Kana menganggukkan kepalanya.
"Gue tau kok."

"Ck, bukan gituuuu~" ucap Jessie mendayu.

"Terus apaaaaaa~" balas Kana ikut mendayu.

"Maksud gue itu, lo biasa aja? gak bakal nolak secara halus?"

Kana menatap lurus ke depan. Menatap punggung Bian yang berjarak sekitar 5 meter dari tempatnya dan Jessie berjalan. Benar juga, tidak ada sikap Kana yang seakan menolak kehadiran Bian. Kalau boleh jujur Kana juga merasa nyaman-nyaman saja. Tidak ada rasa risih atau merasa kurang enak berada di sisi laki-laki itu.

Padahal kalau dipikir-pikir, Bian menyukai Kana sudah dari lama. Dari awal MPLS laki-laki itu secara terang-terangan menyatakan perasaannya.

"Gue suka lo. Gak perlu bales dan jangan dipikirin, cukup biarin gue ada di sekitar hidup lo. Itu udah cukup."

Kana berdehem singkat tatkala ucapan Bian berdengung di otaknya.

"Kana?"

"Hah iya?"

Kana dan FanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang