Pertemuan Elliot

531 72 9
                                    

Kantin tampak sangat ramai.
Pasti alasan mereka masih sama seperti tadi pagi. Ingin melihat rupa sang murid baru. Apakah sesuai ekspektasi mereka atau tidak. Miris terkadang ketika seseorang lebih mengutamakan penampilan. Padahal banyak faktor lain yang lebih penting.

Saat seseorang berada dihadapan kita. Hanya ada beberapa bagian yang dapat kita lihat. Mata, hidung, mulut, kepala, lengan, dan kaki. Itu hanya bagian yang dapat kita lihat menggunakan mata. Padahal bagian tidak terlihat dari seseorang jauh lebih penting. Pikiran, nilai diri, karakter, dan selera. Hal tersebut tidak terlihat dan tidak memiliki suara. Kita tida bisa menilainya.

Hanya diri kita yang dapat menilai diri kita sendiri.

"Tumben ya hari ini kantin rame banget." kata Jessie sambil menyandarkan kepalanya pada bahu Kana.

Kana mengangguk membenarkan. Tak lama dari itu terdengar bisik-bisik dari para murid yang berada di kantin. Ah apakah sang bintang utama hari ini sudah hadir?

Dari arah pintu kantin terlihat seorang laki-laki yang sedang berjalan masuk kantin. Tidak terlalu tinggi tapi wajahnya terlihat sangat tampan. Mungkin tingginya setara dengan Kana.

Kana menyipit. Wajah murid baru itu tidak terlalu jelas untuk dia yang memiliki rabun jauh. Tapi dari respon murid kantin yang ternganga dan memekik sudah dipastikan wajah murid itu memang sesuai rumornya.

"Ganteng sih. Tapi gak se-lebay itu kali!" dumel Jessie memakan baksonya dengan brutal. Sudah terhitung sekitar 40 kali gadis itu mendumel perihal murid baru.

Kana terkekeh setelah menelan habis salad di mulutnya,
"Ya gimana. Murid KSHS itu udah kaya ikan piranha ketemu mangsanya"

Kana tidak melebih-lebihkan. Kalau anak unggulan seperti predator saat dihadapkan nilai. Maka murid lain seperti predator saat melihat laki-laki tampan.

Tidak masalah.

Jessie mengaduk baksonya lesu,
"Iya sih. Kasian banget gue gak bisa kaya mereka yang mengagumi orang yang disuka terang-terangan."

"Kasian banget kan gue" tunjuk Jessie dramatis pada dirinya sendiri.

"Nice try, Jes."

"Huaaa Kanaaaa"

Kana tertawa kecil. Tapi seketika tawanya hilang saat seseorang sudah berdiri disebelah mejanya.

"Kana, bisa kita bicara?"

🦋🦋🦋🦋

Kana tidak pernah menyangka murid baru yang menggemparkan sekolah adalah dia.

Dia yang sudah 10 tahun ini hilang dari pandangan Kana.
Dia yang membuat Kana hidup dalam penuh kepalsuan.
Dia yang membuat Kana ragu untuk merasakan apa itu cinta.

"Ada urusan apa?"

"Mama kangen sama lo, Kan."

"Mama? Mama gue ada di rumah ko." Kana tidak berbohong. Bunda Amerta itu ibu rumah tangga. Sudah jelas pasti wanita itu berada di rumah.

"Mama Irene, Kana."

Kana memijit pelipisnya pening.
"Dari awal ibu gue kan Bunda Amerta. Bukan yang lain. Lo halu ya?"

Elliot menghela napas kasar,
"Lo gak baca surat yang gue kasih ya?"

"Surat?"

Laki-laki itu mengangguk,
"Surat yang gue kasih saat camping."

Kana menggeleng. Gadis itu tidak membaca satupun surat pemberian laki-laki dihadapannya.

"Oke gak apa-apa. Tapi Kana, bisa lo temui Mama Irene?"

Kana dan FanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang