Penguntit

1.1K 112 1
                                    

Kana kira drama hari ini hanya sekedar di kantin saja. Tetapi dugaannya salah. Tepat di tengah lapangan di jam pulang sekolah. Dua orang lelaki sedang berkelahi. Kana kenal dua orang, itu Albian dan Hapis. Jelas Kana mengenal Bian karena dia sahabat kembarannya. Sedangkan Hapis, ini sedikit memalukan. Tapi dulu saat Kana sedang membeli Boba. Kana bertemu Hapis yang mengira dia orang korea. Padahal dia memakai masker dan topi karena malas menjadi pusat perhatian. Jangan diragukan lagi pesona seorang Kana.

Mereka semua memperhatikan pertengkaran tersebut tanpa ada niat memisahkan. Bahkan Levan dan Arkan hanya melihat dan tidak ada tanda-tanda bahwa mereka akan melerai. Kana bingung, kenapa Bian terlihat begitu emosi dengan Hapis. Setau Kana, Bian itu tidak akan mengulah kalau tidak ada yang mengusiknya. Jadi, dapat Kana simpulkan. Apakah Hapis berbuat salah?

Pertarungan itu tidak seimbang. Hapis yang hanya anggota eskul jurnalistik dan Bian yang sudah berpengalaman bertarung jelas bukan lawannya. Kana mengedarkan pandangan ke segala arah. Tidak ada yang ingin melerai. Apa Kana harus maju sebagai gantinya? Dia bukan orang yang suka ikut campur masalah. Tapi kalau dibiarkan terus Hapis bisa mati.

"Bian cukup!" pekik Kana pada akhirnya. Kana tidak berharap akan berhasil menghentikan Bian. Soalnya dia mengeluarkan suara juga tanpa usaha.

Diluar dugaan, Bian menghentikan pukulannya. Ia menatap Kana dengan pandangan khawatir. Kana bingung apa yang sebenarnya terjadi.

Kana menatap Levan, Arkan, Atra dan Shaka yang juga menatapnya. Sial, apa yang Kana lewatkan?

🦋🦋🦋🦋

Setelah pada akhirnya Hapis dibawa temannya ke rumah sakit. Kini mereka berenam duduk berhadapan. Ruel sudah sedari tadi pulang dijemput Uncle Jo. Harusnya Kana juga pulang, tapi ada yang harus Kana luruskan.

"Jadi?"

Mereka berlima serempak menatap Kana.

"Dia brengsek Kan." Atra memulai pembicaraan.

Kana mengangkat sebelah alisnya kurang mengerti.

"Lo pernah ketemu dia?" Tanya Levan menatap Kana dalam. Kana mengangguk tanda mengiyakan.

Setelah itu terdengar helaan napas dari Levan. Kana tidak mengerti apa relasi dari Hapis yang brengsek dan Kana yang pernah bertemu dengannya. Sungguh tidak jelas.

"Dia nguntit lu Kan." Arkan menjelaskan, dari wajahnya tampak sekali kekhawatiran dan kekesalan.

What? Kana tidak pernah berpikir ada yang se gabut itu untuk menguntit dirinya. Tidak ada yang spesial dari kegiatan yang ia lakukan. Tapi apa alasan Hapis menguntit dirinya? Apa karena dia anggota eskul jurnal maka ia menguntit untuk menjadikan Kana topik jurnal mingguan KSHS?

Tidak.

Kalau eskul jurnal ingin menjadikan seseorang topik jurnal mingguan pasti mereka akan di wawancari langsung.

"Kenapa dia nguntit gue?" Tanya Kana bingung. Mau berapa kali di pikirkan juga Kana tidak mengerti alasan Hapis melakukan itu. Padahal Kana kira Hapis itu tipe murid yang patuh aturan. Karena satu kalipun Kana tidak pernah dengar dia memiliki masalah.

"Kita gak tau apa alasannya, dia gamau kasih tau Kan." Shaka menghela nafas frustasi.

"Kenapa kalian bisa tau?"

"Shaka tadi ada urusan di club jurnal, dia gak sengaja liat meja Hapis. Disana banyak foto lu." Jawab Atra sesekali memilin jarinya. Cowok itu tampak berpikir lebih banyak dari korbannya sendiri.

"Kalian harusnya bilang, gue yang bakal ngurus." Kana memijit keningnya mentap mereka satu persatu.

Harusnya, Kana bisa menyelesaikannya sendiri. Lebih rapi, main cantik tanpa harus jadi tontonan semua orang. Tapi Kana juga harus berterima kasih atas inisiatif mereka.

"Terima kasih, biar nanti gue lapor Papa. Biar dia yang ngurus semuanya. Gue juga speechless kenapa Hapis bisa nguntit gue gini. Pasti ada suatu hal kan?" Kana benar-benar tidak mengerti. Kenapa Hapis?

"Maaf, gue gak bisa mikir dan langsung emosi." Bian berucap lirih. Kana tidak tega, Bian terluka karenanya.

"Atra punya P3K?"

Atra mengangguk, berdiri dan masuk ke suatu ruangan yang Kana tidak tau ruangan apa. Mereka kini di rumah Atra. Rumah yang sangat luas tapi seperti tidak ada kehidupan didalamnya. Kana bisa menyimpulkan bahwa orang tuanya jarang ada dirumah.

Kana mendekat kearah Bian, menghela napas menatap banyaknya luka lebam hasil pertengkarannya,
"Lo gak seharusnya luka gini, Bian."

Kana gak suka punya hutang budi. Dengan adanya lebam ini Kana merasa menjadi alasan Bian terluka dan dia harus bertanggung jawab. Kana benci perasaan itu.

Kana yang dulunya tidak ingin ikut campur dengan teman Levan. Sekarang berurusan dengan mereka. Kana menatap Levan yang juga menatapnya, lalu menatap Arkan.

Saudaranya itu, kenapa terlihat seperti sengaja menyeret Kana masuk teritorial mereka. Mereka pasti paham cara penyelesaian masalah keluarga Kendra. Tapi mereka berdua tetap membiarkan Bian meluapkan emosinya. Kana bukan perempuan bodoh dan tidak peka. Dia juga tau alasan kenapa Bian terlihat suka rela menjadi pahlawan kesiangan bagi Kana.

Seharusnya permasalahan ini cukup selesai dalam kurun waktu paling lama satu jam.
Tapi sekarang semua ini menjadi panjang. Kana tidak mengerti apa yang mereka inginkan.

Atra kembali dengan membawa kotak P3K. Lucu juga anggota P3K membawa kotak P3K.

Menghela napas panjang, Kana mulai mengobati luka di wajah Bian. Sesekali Bian meringis kala Kana tidak sengaja menekan lukanya.

"Jangan luka."

Bian menaikan alisnya tidak mengerti dengan ucapan Kana.

"Jangan luka karena gue, Bian."

Bian tersenyum menanggapinya. Dari jarak sedekat ini Bian dapat melihat betapa cantiknya Kana. Mata yang membuat orang yang menatapnya tenggelam. Bulu mata lentik dan rapi. Alis yang tebal tapi berbentuk indah. Bibir yang tampak tebal yang sangat-- Bian segera menggelengkan kepalanya, mengusir pikiran kotor yang tiba-tiba hinggap.

"Sakit?"

Bian menggeleng lagi. Cowok itu meatap temannya yang tersenyum mengejek. Dia juga dapat melihat tatapan tidak suka dari Atra. Membasahi bibir bawahnya, Bian tersenyum miring.

Kana dan FanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang