Esa baru aja selesai telponan sama Yuju selama hampir sejam. Dari beberapa hari kemarin, Yuju sering curhat tentang Jeka dan Dika yang ribut gara-gara dia, cewek itu juga cerita tentang Dika yang sebelumnya confess tapi berujung dia tolak.
Selain dengerin dan ngasih saran sebisanya, Esa nggak bisa ngelakuin apa-apa lagi. Kalo udah nyangkut perasaan emang bakal susah buat jadi objektif. Berapa kalipun Esa ngomong ke Dika supaya cowok itu nyingkirin egonya dan nggak bersikap kekanakan, Dika cuma sebatas ngeiyain tanpa action.
Sampe sekarang pun Dika belum minta maaf ke Jeka, dan Yuju kena imbasnya gara-gara perang dingin antara dua cowok itu.
Cerita Yuju mendadak bikin Esa takut sendiri, gimana kalo dia ngalamin hal yang sama kaya Dika setelah ngungkapin perasaannya ke Una?
Jujur Esa masih belum siap sama reaksi Una, apalagi kalo pada akhirnya cewek itu malah ngejauh ketika dia confess. Ngebayanginnya aja Esa gamau.
Esa lebih milih mempertahankan persahabatan dan mengesampingkan perasaan—meski rasanya nyesek—daripada harus kehilangan orang yang dia sayang.
Di tengah overthinking-nya itu, hape yang masih Esa genggam tiba-tiba bunyi, dan nama orang yang jadi objek overthink-nya terpampang di layar. Buru-buru cowok itu ngegeser tombol hijau.
"Halo cantik, ada apa?" Sapa Esa sesaat setelah telponnya tersambung.
"Hai, lagi ngapain Sa? Gue ganggu gak telpon malem-malem?" Tanya Una dari sebrang sana. Nada suaranya agak lesu, beda dari biasanya.
"Enggak sama sekali, gue lagi rebahan aja kok. Besok kan hari terakhir ujian, terus bukan matkul yang berat, jadi gue santai." Jawab Esa. "Lo sendiri lagi apa? Udah makan belum?" Tanyanya.
"Udah kok." Sahut Una. Kedenger helaan nafas berat setelahnya, dan Esa sadar kalo ada yang salah sama cewek itu.
"Kenapa cantik? Kok kaya yang lemes gitu suaranya? Ada masalah?"
"Pengen ketemu, boleh nggak?"
"Boleh dong, gue jemput ke kosan ya? Sekalian nanti jalan-jalan malem, gimana?"
"Mau banget."
"Oke kalo gitu gue siap-siap dulu. Tunggu ya, cantik."
"Iya. Makasih, Sa."
Una mutusin sambungan telponnya setelah Esa bilang iya.
Buru-buru Esa pake jaketnya terus ngambil kunci motor di atas nakas, abis itu dia langsung tancap gas ke kosan Una.
Lima belas menit kemudian, Esa nyampe depan kosan Una. Dia ngabarin cewek itu lewat chat, dan nggak lama Una keluar dari kosannya pake setelan piyama biru bermotif bintang yang dilapisi cardigan putih.
Mata cewek itu keliatan lelah, ekspresinya juga nggak seceria biasanya, bikin Esa khawatir.
"Hai," Una senyum tipis sambil melambaikan tangan ke Esa. "Maaf ya lo jadi kesini malem-malem, padahal waktunya istirahat."
"Gapapa Na, gue lebih seneng ketemu lo daripada istirahat." Ujar Esa sambil nyodorin helm ke Una. "Dipake dulu helmnya terus naik, kita berangkat sekarang."
Una ngangguk, dipakenya helm dari Esa terus naik ke atas motor ninja cowok itu sambil pegangan ke pundaknya.
Setelah Una duduk dengan nyaman, Esa narik tangan cewek itu buat meluk perutnya, abis itu baru dia tancap gas.
Motor Esa melaju dengan kecepatan sedang, dan Una bisa nikmatin dinginnya angin malem selama perjalanan mereka.
Gak ada tempat khusus yang dituju Esa, dia cuma ngebawa Una keliling kota sambil cari angin, berharap bisa ngilangin sedikit beban di pundak Una.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet & Sour✔
Fanfiction▪︎Asam-Manisnya hubungan persahabatan ala geng sembilan tujuh▪︎ Disclaimer : • Cerita sepenuhnya fiksi dari pikiran penulis, kesamaan dalam kehidupan nyata hanya kebetulan semata. • Idol Kpop hanya sebagai visualisasi pemeran di buku ini, tidak ada...