22 : : 02.30

79 10 15
                                    

Selamat membaca...

"Udah mendingan?" Ayah meletakkan bungkus makanan di meja kamarku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Udah mendingan?" Ayah meletakkan bungkus makanan di meja kamarku.

Aku mengangguk. "Hm. Mbak baru aja balik tadi, Yah," kataku. "Mau cari makan malem soalnya."

Ayah mendekatiku yang duduk di sandaran kasur sembari menonton televisi. Rambut yang menutupi keningku diangkat ke atas oleh Ayah.

"Oh udah mendingan ini!" seru Ayah. "Antibiotik dokter udah minum?"

"Udaaaah," jawabku panjang. Ayah mulai cerewet seperti Bunda yang tadi datang.

Ayah ikut duduk di sebelahku, bersandar pada sandaran kasur sambil menonton televisi.

"Ayah bawain Dharsan apa? Tadi Bunda bawain makanan tuh." Aku menunjuk makanan di meja depan dengan dagu. "Mbak juga bawain donat. Bisa gendut nih Dharsan dikasih makanan bejibun."

Ayah tertawa. "Hahaha, nggak apa. Makan yang banyak. Toh perutmu udah nggak sakit lagi."

Aku mengembuskan napas panjang.

"Yah, Dharsan besok mau sekolah," kataku.

"Kalau udah bisa rasanya, sekolah aja," jawab Ayah.

"Tadi temen-temen Dharsan ke sini lama," ceritaku. "Abis kehukum guru katanya. Gara-gara sekelas ribut, jadi dijemur guru deh." Aku tertawa kecil.

"Oh ya?" Ayah terkekeh. "Ayah dulu juga pernah dihukum sekelas gitu sama guru. Asik tau! Ya walaupun panes-panesan, tapi momennya seru."

Aku tertawa kecil.

"Tadi mereka cerita apa lagi?" tanya Ayah.

"Cerita masalah mereka aja sih, Yah. Kena apes gini lah, kena sial gitu lah. Saling berbagi cerita tadi," kataku sambil melihat Ayah.

"Dan apa Ayah tahu? Di saat kami saling bercerita, cuma Gema yang asik dengerin kami sambil makan biskuit Nenek sampai habis. Anteng banget, nggak banyak ngomong, tiba-tiba makanan habis dicemilin sendirian sama dia." Aku tertawa.

"Biskuit Nenek emang seenak itu. Ayah aja suka," ujar Ayah.

"Ayah, Gema tadi bilang kalimat yang pernah Ayah bilang," ucapku.

"Yang mana?"

"Yang jangan terima sampah," sahutku langsung. "Ternyata itu alasan Gema nggak pernah melawan orang-orang di sekolah. Meskipun selalu dihina miskin, tapi Gema tetep nggak peduli seolah itu semua angin lalu."

Ayah tersenyum kecil. "Memangnya tadi Gema tidak ikut bercerita?"

"Haha, engga. Dia cuma ngemil aja anteng kayak bocah SD. Polooos banget tuh anak. Tapi sekalinya ngomong dan ngasih saran, dia yang paling dewasa pemikirannya."

"Dia selalu kasih kami motivasi baru, Yah. Makanya setiap kami ada masalah, biasanya lari ke Gema dulu minta solusi." Aku terkekeh.

Ayah melihatku. "Kenapa kalian selalu menyuruh Gema untuk mendengarkan masalah kalian? Kenapa nggak kalian yang juga dengerin dia? Bukankah dia juga butuh didengar?"

DHARSAN'S DIARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang