16 : : Merasa Terhina

89 10 10
                                    

Selamat membaca...

Aku, Dara, dan Kakek duduk di pinggir kolam ikan rumah, memandang ikan-ikan yang saling berenang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku, Dara, dan Kakek duduk di pinggir kolam ikan rumah, memandang ikan-ikan yang saling berenang.

"Kakek, itu ikan apa?" Dara menunjuk salah satu ikan di kolam kecil itu.

"Itu namanya ikan koi," jawab Kakekku. "Ikan apa?"

"Ikan koi," jawab adikku.

Kakek menguyal kepala Dara. "Pinter!"

"Bedanya apa sama ikan mas, Kek?" tanyaku.

"Bedanya di corak. Selain itu ikan koi siripnya menyatu dari bagian pangkal sampai ujung. Kalau ikan mas punya sirip lebih panjang di ujung siripnya, jadi kelihatan kayak gak menempel di punggungnya," jawab Kakek.

Aku manggut-manggut aja sambil membentuk huruf 'o' di bibirku.

"Nih, coba Dara yang kasih makan." Kakek memberikan makanan ikan pada Dara.

Dara mengambilnya dan membuang makanan itu ke kolam. Langsung para ikan saling rebut-rebutan dan membuat adikku berseru girang.

"Wuih! Dimakan, Kek!" seru adikku.

Kakek bertepuk tangan. "Yeaayy!"

Suara mobil terdengar masuk.

"Ayah-Bunda dateng!" Adikku berlari girang menuju mobil orang tuaku. "Yeaay udah dateng!"

Begitu mobil super mewah itu terparkir, Dara menyambut mereka dengan senyuman lebar di wajahnya.

Aku tiduran di rumput, dekat kakekku. "Dharsan tebak pasti mereka nggak bungkusin makanan." Aku menaruh kedua tangan sebagai bantal kepala.

Kakek tertawa. "Mana ada orang kondangan bungkusin makanan. Malu-maluin aja."

Aku ikut tertawa. "Kan anaknya Om Dennis. Masa malu-malu?" tanyaku.

"Kamu ini makan terus pikirannya." Kakek mengelus rambutku. "Baru aja makan siang, masa minta makanan lagi?"

"Biasanya makanan kondangan enak-enak, Kek," jawabku.

"Aduduuuh, anak manis, anak cantikkuuu." Ayah menggendong Dara dan langsung mencium pipinya.

Dara terkikik gemas. "Ayah, tadi Dara belajar pembagian loh!"

"Wiih, keren! Bisa?" tanya Ayah.

"Bisa. Dara, kan, pinter," ujarnya.

"Iya dong! Jelas! Anak siapa dulu?" tanya Ayah.

"Anak Ayaah!" Dara memeluk Ayah erat.

"Anak Ayah yang cantiiik." Ayah mencium pipi Dara lama. "Gemes!"

"Dharsan!"

DHARSAN'S DIARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang