Lagi beberapa chapters udah ending aja. Bisa tebak nggak endingnya gimana?
Tiga hari setelahnya...
"Dharsan aku minta maaf."
Annalise berbicara di sebelahku. Kami duduk di kursi taman kota. Sebenarnya kami tidak ada rencana bertemu. Tadi Gema mengajakku berjalan-jalan di taman kota, lalu sekarang dia pergi bersama Delia. Benar. Ini rencana Gema untuk mempertemukanku dengan Annalise. Entah di mana Gema sekarang. Dia meninggalkanku berdua dengan Annalise di sini.
"Kenapa tiba-tiba?" tanyaku.
"Aku salah," ujarnya lagi. Annalise menunduk, memainkan jarinya yang saling bertaut.
"Salah apa?" tanyaku dengan nada datar.
"Aku kelewatan sama kamu," sahutnya.
Aku menghela napas panjang.
"Gema bener. Bukan kamu yang salah, tapi aku. Aku yang egois," ujarnya pelan. "Kalau kamu nggak mau maafin aku, nggak apa-apa. Aku sadar aku melewati batas."
Aku tidak tahu harus bereaksi apa. Satu sisi aku masih agak kesal, tapi di sisi lain aku tidak tega dengannya. Aku tahu keadaan yang memaksa Annalise bertindak seperti itu.
"Aku sudah terlalu jauh dengan kalian semua." Annalise berbicara lagi. "Itu semua karena keegoisanku."
Hening.
Annalise menunduk gusar. "Sebenarnya aku malu untuk menunjukkan wajahku di hadapanmu setelah semua yang aku katakan. Aku malu untuk duduk di sampingmu sekarang. Aku... Aku minta maaf," lanjut Annalise pelan. "Maaf udah jahat sama kamu."
Aku mengembuskan napas panjang. "Iya. Aku maafin."
"Can we fix this?" tanya Annalise. "Aku nggak mau kita kepecah belah."
"Hm." Aku mengangguk.
Senyum kecil terbit perlahan di wajah Annalise. Ia melihatku dalam waktu yang cukup lama, lalu mengalihkan pandangan, "Makasih. Makasih karena mau maafin aku."
Aku melihatnya yang sedang menahan rasa bahagia.
"Aku memikirkanmu akhir-akhir ini, Dharsan. Aku pikir kamu akan membenciku." Annalise menghela napas lega. "Ternyata nggak, kamu memaafkanku. Makasih. Makasih banyak."
Aku tersenyum kecil karena sikap semangatnya. Dia semangat karena mendapat maaf dariku.
"Aku... Aku merasa sesak karena pertengkaran kita. Aku nggak paham kenapa aku menangis memikirkanmu, aku merasa begitu kehilangan karena pertengkaran kita," ucap Annalise. "Sepertinya hanya mulutku saja yang berkata kalau kamu adalah sainganku dan bukan sahabatku. Hatiku berkata lain. Hatiku berkata kehadiranmu penting di hidupku. Buktinya aku merasa sedih karena kamu menjauh."
Aku tersenyum teduh. Annalise melihatku, menyentuh salah satu tanganku dengan pandangan yang lekat.
"Dharsan... Makasih udah mau maafin aku," ungkap Annalise. Matanya memancarkan sinar ketulusan dari perkataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DHARSAN'S DIARY
Teen FictionSEQUEL UNSPOKEN 2 "Apa nggak ada jalan lain? Apa kita memang harus berakhir seperti ini?" Air mata menyertai pedih yang dikecap hati. "Semua udah hancur dari awal. Kita hancur." .𖥔 ݁ ˖ִ ࣪⚝₊ ⊹˚ INI ADALAH LANJUTAN UNSPOKEN 2, BUAT YANG BELUM BACA...