"Pakai jaketku." Aku memberikan Gema jaket yang baru saja aku ambil dari bagasi motor.
Aku yakin, Gema pasti merasa seperti 'telanjang' karena sejak tadi memaparkan lukanya pada seluruh dunia. Gema tak berpikir panjang untuk mengambil jaketku dan langsung memakainya.
"Minta aja. Jaketku banyak di rumah," kataku lagi.
"Terima kasih," kata Gema.
Athar mendekat dengan es krim di tangannya. "Nih! Es krim!" kata Athar pada Gema. "Es krim coklat, kesukaanmu."
"Athar, nggak usah gini juga."
"Ambil aja, Anjing!" celetuk Athar pada Gema tanpa saring.
Gema tersenyum kecil dan menerima es krim itu. "Makasih."
Annalise menggenggam salah satu tangan Gema erat. Untuk pertama kalinya aku tidak cemburu. Aku seolah lupa akan hal itu. Aku yakin, Annalise memiliki penyesalan yang dalam pada sahabat masa kecilnya. Dia selalu bersama Gema, tapi tidak pernah tahu bahwa Gema memiliki masalah berat hingga 'sakit'.
"Hutangmu berapa, Gem?" Yunda bersandar pada motorku. "Barangkali kami bisa bantu."
Aku mengangguk. "Aku akan bantu. Bilang aja nominalnya, akan aku bayar langsung."
"Entahlah," kata Gema. "Aku juga tidak tahu berapa pastinya. Hutang keluargaku selalu bertambah setiap waktu. Entah sudah berapa juta sekarang, aku tidak tahu. Tapi kata Ayah, hutangnya sangat banyak."
"Kita ke Bank, yuk! Aku tarik beberapa juta dulu, trus kamu bayar. Kalau masih kurang, nanti aku tarik lagi uangnya," kataku.
"Dharsan... Selama ini aku udah banyak banget ngerepotin kamu," kata Gema. "Masalahnya aku tidak bisa membalas semua hal yang kamu berikan. Aku tidak memiliki apa-apa."
"Gem. Kamu itu berharga banget buat aku. Kamu itu sahabat yang baik. Kamu salah satu orang yang juga ikut membuatku bahagia setelah mengalami trauma parah. Kamu selalu ada buat aku dan mau ngalamin suka-duka bersamaku. Kamu selalu ada saat aku butuh, Gem. Aku ingin membalasnya. Aku ingin menjadi berguna untukmu. Hutang berjuta-juta itu mungkin sangat banyak bagimu dan keluargamu, tapi aku bisa melunasinya saat ini juga hanya dengan uang tabunganku sendiri," ujarku. "Gema, aku akan bantu kamu."
"Kamu nggak sendiri, Gem. Setiap masalah selalu ada solusi. Kami akan ada di sini untukmu," tambah Athar.
"Jangan resah. Kita akan cari jalan keluar bersama-sama, ya?" Yunda menyentuh pundak Gema.
Annalise tersenyum, memegang tangan Gema semakin erat. "Sekarang kamu tahu kan ... kalau kamu tidak akan pernah sendiri? Selalu ada kami."
Setetes air mata Gema jatuh.
Athar memukul perut Gema tak keras. "Jangan nangis... Aku jadi ikutan nangis, kan! Ish!" Athar menghapus air matanya.
Kami tertawa, termasuk Gema sekalipun. Aku merangkul Gema sebelah tangan. "Ayo kita cari jalan keluarnya bersama."
KAMU SEDANG MEMBACA
DHARSAN'S DIARY
Teen FictionSEQUEL UNSPOKEN 2 "Apa nggak ada jalan lain? Apa kita memang harus berakhir seperti ini?" Air mata menyertai pedih yang dikecap hati. "Semua udah hancur dari awal. Kita hancur." .𖥔 ݁ ˖ִ ࣪⚝₊ ⊹˚ INI ADALAH LANJUTAN UNSPOKEN 2, BUAT YANG BELUM BACA...