Gimana rasanya ditinggal Gema?
Udah mau ending nih. Huuhh agak sesek bikin ending ini, tapi gapapa. Selamat membaca...
Tujuh hari berlalu.
Aku mengurung diriku di kamar dan menghukum diri. Tak ada hal apa pun yang bisa membuatku bangkit. Semua tidak mempan. Setiap inci dinding kamarku adalah saksi atas seberapa banyak air mata yang telah keluar dari mataku.
Penyesalan akan kepergian Gema membunuhku telak.
Aku bahkan tidak pernah keluar lagi. Tidak pernah tertawa lagi, dan tidak pernah menikmati hari lagi.
Setiap aku bercermin, kulihat wajahku jauh lebih buruk dari bayanganku. Sembab, letih, memerah, dan mata membengkak parah. Aku menangis setiap saat, menyiksa diriku dengan segala hukuman akibat penyesalan. Juga rasa rindu.
Rasanya kosong.
Hari-hariku tak lagi berwarna. Hanya kegelapan yang memenuhi. Setiap aku memejamkan, suara Gema hari itu lagi-lagi terngiang di pikiranku. Gema yang dulu pernah sangat putus asa dan meminta tolong untuk pertama kalinya padaku, namun aku abaikan demi bermain-main dengan mobil baru. Padahal dia hanya minta didengarkan ceritanya. Hal yang sederhana, seperti hal yang selalu aku minta kepadanya saat aku berada di titik terendah.
Gema selalu membantuku bangkit. Dia selalu menemaniku, memberi semangat dan harapan baru, juga menjadi sandaran ketika aku lelah. Namun kini saat kondisinya terbalik, aku sama sekali tidak mengambil tindakan untuk berada di sisinya dan menenangkannya hari itu. Aku bermain-main, makan-makan, dan bersenang-senang. Padahal aku tahu sahabatku sedang sangat membutuhkanku.
Membutuhkanku agar dia tetap memiliki harapan untuk hidup.
Hatiku terasa sangat sakit. Aku tak dapat membayangkan sebagaimana menderitanya Gema sehingga dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Dia yang kukenal paling dewasa dan bijak, tapi dia juga yang juga mengambil tindakan bodoh. Hal seberat apa yang Gema lalui hingga dia sebegitu putus asanya untuk hidup?
Dia yang selalu tersenyum padaku setiap hari, tapi dia juga yang menyimpan luka paling dalam. Dia yang menjadi tempat berteduh, ternyata dia juga yang sedang dihujani berbagai macam penderitaan. Dia selalu mendengarkan, padahal dia juga yang butuh didengarkan. Dia yang setegar karang, tapi ternyata sangat rapuh di dalamnya. Dia yang menjadi 'rumah' bagi banyak orang saat mereka butuh tempat untuk 'pulang', padahal dia sendiri sedang tersesat dan kehilangan arah.
Aku menarik napasku yang terasa sangat sesak. Udara di kamarku seperti semakin menipis sehingga rasanya sangat kesulitan untuk sekadar menarik napas saja. Kusentuh dadaku yang terasa begitu sesak. Seperti disayat.
Air mataku luruh lagi.
Aku ini sahabat macam apa? Aku meninggalkan Gema saat dia paling memerlukanku. Aku selalu memberinya beban, padahal dia sudah memikul banyak sekali beban di pundaknya. Gema selalu mendengarkan ceritaku saat aku sedang terluka, tanpa aku ingat bahwa Gema juga memiliki luka. Gema selalu ada untukku. Tapi kenapa aku tidak bisa ada untuknya?!
KAMU SEDANG MEMBACA
DHARSAN'S DIARY
Teen FictionSEQUEL UNSPOKEN 2 "Apa nggak ada jalan lain? Apa kita memang harus berakhir seperti ini?" Air mata menyertai pedih yang dikecap hati. "Semua udah hancur dari awal. Kita hancur." .𖥔 ݁ ˖ִ ࣪⚝₊ ⊹˚ INI ADALAH LANJUTAN UNSPOKEN 2, BUAT YANG BELUM BACA...