Mari buka rahasia Gema :)
"Kalian silakan berdiskusi terlebih dahulu. Ibu mau angkat telepon ke luar."
"Baik, Bu." Aku dan Annalise menjawab serempak.
Kami berada di lab Fisika untuk pembinaan olimpiade. Aku dan Annalise sibuk menjawab soal-soal Fisika yang diberikan.
"San, nomor 22 dapat nggak?" tanya Annalise.
Aku menggeleng. "Belum. Masih bingung juga caranya gimana."
"Coba cari-cari dulu," lanjut Annalise.
Aku menghabiskan begitu banyak kertas orak-orek untuk menemukan jawaban. Sesekali aku melihat Annalise yang duduk di sebelahku. Ah, rasanya aku lebih baik memandangnya berjam-jam daripada harus menjawab soal-soal Fisika seperti ini.
Annalise yang sadar aku menatapnya langsung menoleh. Ia melambaikan tangan di depan wajahku. "Hei!"
"Hm?" Aku terkejut dan sadar.
Annalise terkekeh. "Ngapain bengong liatin aku?"
Aku menggaruk kepala.
Annalise menepuk-nepuk soal di atas meja. "Nih, mending kamu jawab ini daripada bengongin aku."
Aku terkekeh. "Haha, iya." Aku mendekatkan kertas soal dan lanjut menjawab.
Aku senyam-senyum sendiri, menjawab soal nomor dua puluh dua dengan gembira karena Annalise.
"Aha! Dapet!" seruku.
"Oh ya?" tanya Annalise. "Gimana?"
Asik, bisa modus.
Aku mendekatkan diri dengan Annalise dan mengajarinya. Ini jantungku sudah berdebar-debar karena gugup. Entahlah, apakah aku berhasil menjelaskan dengan baik atau tidak.
"Kenapa bisa pakai rumus ini?" tanya Annalise.
"Sebenernya ini soalnya emang keliatan ribet, tapi nggak seribet yang dipikir. Bisa pakai logika aja. Ini satuannya ada yang bisa dicoret, kan? Nah, makanya pakai rumus ini," sahutku.
"Iya juga, ya?" tanya Annalise.
"Dapet deh!" seruku.
Annalise bertepuk tangan. "Woaah! Kamu keren sekali, San!"
Aku tertawa gugup. "Haha, keren apanya. Hoki mah."
"Nggak, ini beneran keren!" puji Annalise. "Aku aja nggak kepikiran sampai sana."
Aku bingung bagaimana harus menjawab pujian Annalise. Rasanya sangat senang, juga malu.
"Kamu belajar untuk olimpiade ini di mana sih, San?" tanya Annalise. "Les privat?"
"Nggak... Aku nggak ada les privat gitu. Ya ... kalau les mapel biasa sih ada. Bimbel yang bareng Athar... Tapi kalau untuk olimpiade, biasanya ada Ayahku yang sering dateng buat ngajarin."
KAMU SEDANG MEMBACA
DHARSAN'S DIARY
Teen FictionSEQUEL UNSPOKEN 2 "Apa nggak ada jalan lain? Apa kita memang harus berakhir seperti ini?" Air mata menyertai pedih yang dikecap hati. "Semua udah hancur dari awal. Kita hancur." .𖥔 ݁ ˖ִ ࣪⚝₊ ⊹˚ INI ADALAH LANJUTAN UNSPOKEN 2, BUAT YANG BELUM BACA...