Hari demi hari berlalu. Annalise semakin menjauh dariku. Tidak pernah lagi berkumpul, berbicara, bahkan nomorku sempat diblokir olehnya.
Dan sekarang aku paham, tidak semuanya bisa kugenggam.
Meski aku ingin mencari tahu apa alasannya menolakku padahal dia menyukaiku, aku memilih untuk tidak berbuat apa-apa. Jika Annalise merasa terganggu dengan keberadaanku setelah aku mengungkapkan perasaan, aku bisa apa?
Bukankah lebih jahat lagi jika aku mengejarnya dan semakin membuat hidup Annalise tidak tenang?
Aku menyukainya dengan sangat. Aku bahkan tidak ingin membuatnya terluka. Jika dia memang tidak bahagia denganku, aku akan menjauh.
Detik ini aku sedang berada di kantin gedung tempat diselenggarakannya Olimpiade Fisika. Ya. Olimpiade yang selama ini aku bicarakan dan aku persiapkan dengan baik. Bahkan Ayahku sampai turun tangan mengajariku agar aku dapat melakukan yang terbaik saat olimpiade.
Aku menyelesaikannya dengan baik. Ayahku telah mengajari banyak hal, selalu setiap malam Ayah rajin meluangkan waktu ke rumahku untuk mengajariku materi Fisika.
Aku meminum susu kotakku sambil bermain HP sendiri di meja kantin. Iya sendiri. Annalise tidak mau berada dekat denganku. Entah di mana dia sekarang. Aku bahkan tidak sempat bertanya sejak tadi pagi. Aku hanya melihatnya mengabaikanku dan tidak melihatku.
Sakit sebenarnya.
Aku menghabiskan banyak waktu untuk menenangkan diri karena rasa sesak yang aku rasakan semenjak Annalise menjauh. Bahkan untuk berkomunikasi rasanya sulit sekali. Annalise berubah drastis.
Itu karenaku.
Karena aku yang pertama menyatakan perasaan.
Nyatanya aku kehilangan Annalise. Aku yang membuat jarak di antara kami. Tak pernah aku bayangkan bahwa persahabatan kami berdua akan seburuk ini akhirnya. Mungkin benar kata orang, jangan jatuh cinta dengan sahabat sendiri.
Ini adalah konsekuensinya.
Pahit. Harus saling menjauh dan kembali seperti orang asing.
Setetes air mataku jatuh, namun langsung aku hapus. Aku menghela napas panjang. Sudahlah. Jangan bicarakan tentang Annalise lagi. Aku sedang lelah.
Ralat, bukan lelah saja. Tapi sangat lelah setelah olimpiade. Aku hanya tinggal menunggu hasil pengumuman. Tidak berharap apa-apa sih. Bunda mengajariku untuk tidak berharap pada suatu hasil. Kata Bunda, aku berusaha keras saja itu sudah cukup membuatnya bangga. Masalah hasil itu bonus.
Tling.
Pesan masuk ke ponselku.
Daddieh 🤑😘
| San.
| Di mana ini?
| Ayah dah sampai.Aku langsung bangkit dari meja kantin dan menyandang tasku lagi. Kubuang susu kotak di tong sampah dan langsung mengetik.
Me
Ayah di mana? |
Dharsan yang ke sana. |
KAMU SEDANG MEMBACA
DHARSAN'S DIARY
Teen FictionSEQUEL UNSPOKEN 2 "Apa nggak ada jalan lain? Apa kita memang harus berakhir seperti ini?" Air mata menyertai pedih yang dikecap hati. "Semua udah hancur dari awal. Kita hancur." .𖥔 ݁ ˖ִ ࣪⚝₊ ⊹˚ INI ADALAH LANJUTAN UNSPOKEN 2, BUAT YANG BELUM BACA...