𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 O.9
───────────────────Bagaskara menampakkan dirinya dari ufuk timur, pagi kembali dengan sejuta harapan baru untuk mereka yang telah melangkahkan kakinya meninggalkan kenyamanan kemul.
Namun, beberapa orang pagi ini nampak tak berselera untuk merasakan sajian yang telah dibuat dengan istimewa. Hanya menatap, tanpa niat untuk menyantap.
Sang koki ikut terdiam, kebingungan pada dua insan yang berada di hadapan. Bergeming, seolah mereka hanya daksa tanpa atma nyata.
Anne mencipta bunyi dengan menepuk tangan pelan, membangkitkan kesadaran dari dua pelamun yang membiarkan sajian hangat, menjadi dingin begitu saja.
"Apa yang kalian pikirkan?" tanyanya dengan nada pelan, tak ingin langsung menghakimi dengan nada tinggi seperti kebiasaan lama.
Emilia mengalihkan pandang, "tidak ada apa-apa, ibu. Hanya sedang... tidak berselera makan. Kau tahu, em.. masalah setiap bulan." balasnya, gadis itu memegangi perutnya sendiri. Menunduk dalam, lalu mengangkat wajah dengan senyum tipis terukir apik, kendati begitu kentara bahwa senyumnya adalah kepalsuan.
"Perutku terasa kurang nyaman pagi ini, bu."
Hembusan napas menciptakan kepulan asap tipis di depan wajah. Wanita bersurai coklat sebahu itu menggertak dengan meletakkan garpu di meja, sedikit kasar. "Sudahlah, mari berhenti bermain-main." katanya.
Hanan menelan ludah, entah mengapa perasaannya seketika tidak nyaman mendengar penuturan yang terdengar penuh murka dari wanita itu.
"Siapa yang bermain-main, Anne? Haha, duduklah dan mari sarapan." berusaha meyakinkan, walau suasana telah menjelaskan bahwa wanita itu tidak bercanda.
Mimik wajah yang selalu tersenyum, pagi ini menampakkan suasana hati yang buruk. Nampak berang, namun tak tahu pasti apa yang menjadi penyebabnya.
"Aku—"
Emilia bangkit, melangkahkan tungkai mendekati wanita itu, memberi dekap hangat. "Maaf, ibu." bisiknya, lalu tangan itu memukul tengkuk wanita yang berada dalam dekapan.
Hanan melebarkan netra, terkejut dan tidak terima dengan tindakan sembrono yang Emilia lakukan. Pria itu mengepalkan tangannya, "apa yang kau lakukan!?" geramnya
Emilia melirik sekilas, alih-alih menjawab pertanyaan dengan alasan mengapa ia melakukannya, Emilia membopong tubuh Anne berpindah tempat.
"Emilia, jawab!"
Hidangan benar-benar dingin, perang antara dua jiwa yang berbeda meramaikan suasana di rumah putih yang tampak suci.
Emilia membaringkan tubuh Anne yang tak berdaya di sofa, menggenggam tangannya erat, pun sesekali menciumnya.
Hanan menghampiri dengan tergesa, dibuat naik darah oleh anak angkat──ralat, orang asing yang secara sengaja berada di bawah atap yang sama, Hanan ingin sekali mencekiknya.
"Kau bisa mencekik ku nanti, sekarang yang harus kau lakukan adalah membawanya ke rumah sakit."
"Rumah sakit?"
Emilia mengangguk, "tidakkah kau tahu bahwa pagi ini dia semakin parah?" ujarnya, "oh, mungkin kau tak melihatnya. Itu terjadi dini hari tadi. Kau pasti masih sibuk bermimpi."
"Daripada kau banyak bicara, cepat lakukan apa yang aku katakan, pak tua." tegur Emilia, menghentikan Hanan yang hendak mengucap rentetan kata.
Hanan mengangkat wanita itu, membawanya pergi dari rumah. Kalbu semakin gelisah, benak terasa jejal karena tanya dan persepsi negatif akan segala hal yang akan terjadi nanti.
"Tuhan, aku serahkan segalanya pada-Mu. Tolong, selamatkan separuh jiwaku."
Dibelakangnya, Emilia berdiam diri merasakan bahwa daksa nya telah beku bersama kalbu. Detik demi detik terus berjalan, menit berganti, hingga pagar tinggi tertutup kembali. Emilia baru memasuki rumah itu lagi.
Kakinya terasa rapuh, tak mampu menahan berat tubuh. Atma serasa pergi tanpa pamit, meninggalkan raga yang dipenuhi nestapa.
Emilia mendekap diri di atas dinginnya lantai putih, menenggelamkan diri dalam ruang gelapnya. Di bawah pintu utama, ia menangis. Mengeluarkan derita yang tertahan.
"Jangan pergi, ibu! Maaf... maafkan aku... aku– aku tidak bisa apa-apa jika tidak ada dirimu, kumohon jangan pergi!"
TBC
halo, maaf atas part yang pendek di chapter ini.
kondisi lagi ngantuk, dan lelah:)
tapi masih mengusahakan.
semoga part ini tidak menjadi pengacau ya.don't forget to click the '★' button.
thank you!
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Itxaropena
RandomEmilia telah melihat bagaimana dunia itu berjalan. Baginya, dunia adalah tempat yang tidak akan memberinya ruang untuk bahagia. Namun saat keluarga sederhana itu mengadopsinya, ia mulai memandang dunia dengan cara yang berbeda. fanfiction. © 2O22, b...