𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 O.16
───────────────────「Hadirmu bagai pelita dalam hidupku yang gulita, kau membawa harsa serta asa untukku yang tak punya rasa. Telah ku taruh harapan bahwa semua ini akan bertahan lama, namun realita enggan membuatnya nyata dan berakhir dengan takdir yang memberiku retisalya」
—catatan anak dara,
yang telah kehilangan
a s a dan p e l i t a.tok tok!
"Emilia, tolong keluar, ya?"
kalimat tanya ini bukanlah kali pertama yang Hanan ucapkan. Sudah berkali-kali ia katakan, sampai dirinya sendiri jenuh untuk mengucapkan.
Namun, bila ia diharuskan mengucapkan kalimat yang sama setiap sangkala untuk membawa atma yang terkunci dalam ruang sunyi, Hanan akan melakukannya tanpa henti.
"Sayang, kau dengar ayah kan?" Hanan kembali mengetuk pintu, berharap ia mendapat jawaban atas tanyanya, tapi sunyi, tak ada yang berbunyi. "Emilia, ayah mohon padamu.. jangan seperti ini." ucapnya, masih berusaha meluluhkan hati yang diselimuti luka.
"Emilia belum keluar, Han?"
Wanita itu adalah penopangnya setelah kepergian sang istri, sebagai jawaban atas ujaran tanyanya, Hanan menundukkan kepala dan memberi gelengan.
"Emilia tidak mau mendengarkan ku." Kalau boleh jujur, Hanan mengaku sumarah. Usahanya terasa sia-sia. "Tiga hari dia seperti ini, dia bahkan tidak memperhatikan makannya. Bagaimana jika dia sakit? Bagaimana jika dia melakukan hal aneh yang membuatnya terluka? Bagaimana jika─"
"Hanan." Anna mengusap sepatah kata, ia tahu betapa besar kasih sayang yang Hanan punya. Ia tahu akan kekhawatirannya terhadap sang anak.
"Mengatakan hal itu tidak akan membantu. Kau harus istirahat, biarkan aku yang bicara padanya."
Hanan menggelengkan kepala, tak menyetujui ucapan kakak iparnya. "Aku mohon kak, biarkan aku saja. Kau lebih baik istirahat, besok kau harus kembali ke Canada, kan?"
Pada akhirnya, Anna menghembuskan napas pasrah. Biarlah Hanan saja yang menyelesaikan masalah.
"Baiklah kalau begitu, aku akan beristirahat. Berusahalah membujuknya dan beri dia pengertian ya. Jika kau kesulitan, kau bisa memanggilku."
Hanan tersenyum simpul, sampai punggung wanita itu tak lagi terlihat, Hanan mengalihkan perhatian pada pintu putih yang telah terbuka─entah sejak kapan─memberi sedikit celah.
Hanan yakin Emilia mendengar perbincangan singkatnya tadi. Dengan hati yang hangat, dan senyum semangat, Hanan mendorong pintu itu hingga menghasilkan celah yang lebih besar.
Didapatinya kamar itu temaram, lampunya sengaja tak dinyalakan. Menimbulkan banyak kekhawatiran. Hanan menutup pintu tersebut, melangkah semakin dalam ke dalam ruang.
"Emilia?"
Pria itu duduk di samping seseorang yang tengah berbaring. Bersembunyi di balik selimutnya ─menghindar dari tatapan netra yang hangat.
Kacau, begitulah isi hatinya kala memandangi setiap sudut kamar putih itu. Banyak barang berantakan, dan beberapa hal lain yang tak terurus.
"Emilia..." Hanan mengelus punggung gadis itu, netra nya terlihat semakin teduh. Takut, ada perasaan takut yang semakin menjadi saat mendapatkan respon dari putrinya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Itxaropena
De TodoEmilia telah melihat bagaimana dunia itu berjalan. Baginya, dunia adalah tempat yang tidak akan memberinya ruang untuk bahagia. Namun saat keluarga sederhana itu mengadopsinya, ia mulai memandang dunia dengan cara yang berbeda. fanfiction. © 2O22, b...